Uchiha Sasuke POV
Ada yang salah dengan clipboard di tanganku. Ya. Pasti ada yang salah. Aku tidak bisa menemukan hal kecil seperti I dan O atau catatan tentang obat jenis apa yang kugunakan untuk menangani pasien ini.
Aku bahkan sudah bosan membolak-balik kertas setiap dua detik sekali.
"Hinata apa kau yakin sudah menulis I dan O Nona Moegi?" tanyaku melirik Hinata, perawat yang kebetulan menjaga pasien tetap ini. Ia mengangguk, sedikit memerah entah karena kesal atau karena senang melihat wajahku, lalu memberitahukan padaku di mana letak penulisannya.
Lembar ketiga di pojok kiri atas. Dan tentu saja tulisan itu ada. Aku menganga tidak percaya, dalam hati maksudnya. Sebelumnya tulisan itu tidak pernah ada di sana. Ini gila.
"Kurasa kau perlu relaksasi, Dokter Uchiha. Kantung matamu punya kantung mata." Hinata menerima telepon yang berdering segera setelah memprotesku, mengedipkan sebelah matanya lalu meninggalkanku sendirian. Omong-omong aku tengah berada di stasiun perawat sekarang. Dan dahiku mengerut bingung. Benarkah? Apa penampilanku seburuk itu?
Aku mendengus, mengembalikan clipboard ke tempat asalnya lalu berjalan ke lift dan menekan angka satu. Kotak besi berdenting dan pintu itu membuka dengan sendirinya. Aku berjalan sembari mengusap wajah. Berbelok ke kanan menelusuri lorong di mana parkiran berada.
Shift jagaku berakhir dan pengusiran paksa oleh perawat memang komposisi yang tepat. Sebenarnya bukan pengusiran paksa juga, tapi kalimat Hinata barusan membuatku harus berpikir ulang untuk tidak tinggal lebih lama di sini. Ini sedikit konyol tapi aku ingin segera sampai di rumah.
Aku butuh tidur.
Kamis
Peraturan brengsek rumah sakit adalah musuh terbaruku. Aku hanya mendapat asupan tidur lima jam saja dan seperti yang Karin katakan, kantung mataku punya kantung mata itu memang benar. Satu minggu ke depan aku masih harus lembur. Meski tidak sampai pukul dua belas malam tapi shiftku tidak pernah sepanjang ini. Aku berangkat pagi buta; lima tiga puluh menit dan baru diizinkan pulang sekitar pukul dua puluh tiga puluh malam.
Terkutuklah dokter resign yang membuatku harus bekerja ekstra.
Kepala kedokteran melirikku prihatin. Jam digital sialan itu baru menunjukkan pukul delapan belas dua belas menit. Sementara aku masih berkutat dengan clipboard—sialan brengsek—yang membuatku sakit mata. Bisakah para perawat menulisnya dengan ukuran sedikit lebih besar? Bahkan burnout dengan pekerjaan seperti ini justru membuatku semakin kesal saja.
"Kau bisa pulang terlebih dahulu, Dokter Uchiha. Kurasa kau perlu banyak istirahat," ujar pria tua itu masih memperhatikan interaksi tidak bersahabatku dengan clipboard. Aku mendongak lalu meneliti setiap inchi wajahnya, dan dia kembali berujar, "Kurasa kau akan menakuti anak-anak jika tetap di sini, jadi lebih baik hari ini kau pulang lebih awal. Beristirahatlah karena penampilanmu juga sudah terlihat begitu kacau."
Terima kasih, Brengsek. Seharusnya kau mengatakan ini sejak satu minggu lalu. Tidak ada yang ingin kukatakan pada lelaki tua bernama Danzo Shimura terkait ucapannya yang hiperbola. Hanya mengangguk seraya mengucapkan terima kasih, membereskan alat-alat tulis seraya meletakkan kembali clipboard. Pria tua itu memang menjengkelkan terlebih setelah melimpahiku pekerjaan yang begitu banyak.
Namun aku juga masih memiliki etika untuk tetap membungkuk singkat, berjalan lelah meninggalkan stasiun perawat. Aku harus bergegas menyetir sebelum kehilangan tenaga.
***
Seiichi belum tidur. Ini merupakan kemajuan yang luar biasa. Satu minggu hanya bisa mencium dahi serta mengucapkan selamat tidur saat ia sudah menyambangi alam mimpi sejujurnya membuatku khawatir. Aku tidak pernah mengambil lembur setelah ia lahir sampai sekarang, usianya tujuh tahun, dan ia pasti kesepian tanpaku. Aku melepas jas menyampirkan di bahu, lantas membuka dua kancing teratas kemeja abu-abuku. Memutar kenop pintu kamar Seiichi hati-hati, aku menghela napas berat—benar-benar kelelahan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Under These Skies (SasuSaku ver.)
FanficHidup mereka tidak sempurna; tentu saja. Satunya seorang dokter yang memiliki seorang putra, satunya lagi seorang yang giat bekerja dan memiliki satu anak pula. Kesamaan mereka ada di cacatnya hubungan sebelumnya. Dan bertemu ketika dua anak mereka...