Bab 3

138 29 4
                                    

Haruno Sakura POV

Sabtu

Pintuku diketuk oleh orang gila. Ketukannya berirama cepat dan kurasa jika aku tidak segera membuka kotak kayu itu, aku akan membayar biaya perbaikan pintu. Aku menggeram meletakkan wadah gula di atas meja. Jusku belum selesai dibuat. 

Teriakan tolong tunggu sebentar menggelegar di dinding-dinding rumahku. Tentu saja teriakanku sedikit tidak wajar karena aku memendam sedikit emosi. Melepas celemek, aku segera melesat menuju sumber kekacauan berada. Apa Tenten repot-repot datang menanyakan perihal keabsenanku? Atau mungkin... bosku? Oh, sial. Aku tidak bisa membendung pikiran berisik di kepalaku. 

Meraih gagang pintu, kubuka kunci dan memutarnya perlahan. Sebelah alisku terangkat melihat pasangan ayah dan anak berdiri di sana. Kukira aku tidak sedang menerima tamu atau mengundang orang lain. Tapi kenapa ada Seiichi dan ayahnya di sini? Mereka bahkan terlihat sangat siap untuk uhm, mungkin membantu-bantu di sini dengan setelan kaus dan celana trening bermerk itu. 

Hiroshi menyembul dari balik tubuhku, "Seiichi, ayo masuk." Dan aku tidak bisa tidak memutar mata. Hiroshi memasang ekspresi yang benar-benar kubenci. Manisnya lagi ia sampai berucap, "Kumohon...."

Embus napas terserah lolos begitu saja. Dua bocah lelaki itu segera melesat bersama gelak tawa. Aku kembali merotasikan mata. Pria, atau kusebut, ayah Seiichi masih mematung di depan pintu tanpa niat ingin beranjak sedikit pun. Apa yang dia lakukan? Maksudku, dia hanya mengantar Seiichi lalu pulang, atau ikut masuk? 

"Kukira kau juga ikut masuk, Tuan. Tapi. Puji Tuhan jika kau mengurungkan niat. Gulaku sedang dalam keadaan kritis untuk diberikan pada satu gelas jus tambahan." Aku bersiap menutup pintu setelah berkomentar. Pria tadi masih bergeming namun ketika aku menyentuh gagang, ia sudah lebih dahulu memegang tanganku.

"Kita butuh sedikit negosiasi," ujarnya tanpa melepas cengkeraman. Wajahnya terlihat lebih serius dibandingkan saat aku bertemu dengannya di restoran semalam. Sebelah alisku kembali terangkat dan kemudian mengangguk. "Pertama, di mana orang tuamu berada?"

Aku mengerjap-ngerjapkan mata tidak percaya dengan ucapannya barusan. Apa orang ini konyol? Mengapa ia membawa serta ayahku dalam negosiasi? Kerutan di dahiku semakin menjadi-jadi. "Yang jelas tidak di kota ini."

"Baiklah, itu bisa diurus nanti. Kau bisa meneleponnya untuk memastikan. Kedua, dengarkan baik-baik dan kumohon jangan menyela selagi aku menjelaskan." Ia mendesah, memasang ekspresi benar-benar serius dan dahiku masih mengerut tidak mengerti. "Sejak kecil Seiichi sangat dimanja, sampai sekarang pun ia tetap dimanja. Dia adalah cucu pertama di keluargaku jadi wajar jika ia tidak pernah mendapatkan kata tidak. Semua kebutuhannya tercukupi dan jika dia ingin A, dia akan mendapatkannya, begitu pula dengan pilihan lain."

Aku melepas genggaman tangan lalu melipat tanganku di depan dada. Cucu pertama keluarga terpandang rupanya. Pantas saja bocah kecil itu bisa dengan mudah membuat ayahnya setuju membagi meja restoran. Aku mengangguk mengerti. Meminta pria tersebut melanjutkan ucapan. "Oke, lalu?"

"Kemarin dia merengek padaku untuk membeli sedikit peralatan memperbaiki gazebo." Tubuhnya berbalik, mengisyarat agar aku juga melihat truk besar beserta isinya yang parkir tidak jauh dari halaman. Demi semua koleksi barang antik ayahku. Mataku membelalak melihat truk bermuatan penuh tersebut. "Jadi... kuharap kau dan orangtuamu tidak akan keberatan dengan apa yang putraku berikan. Setelah ini tolong telepon ayahmu agar tidak terjadi kesalahpahaman di sini."

Aku mendesah. Ini terlalu berlebihan untuk ukuran membeli beberapa peralatan tambahan. Aku tidak tahu apa yang dilakukan Seiichi atau Hiroshi tapi yang jelas putraku mungkin hanya berkata bahwa dia ingin memperbaiki gazebo, lalu kusimpulkan bahwa Seiichi si kaya tentu akan melakukan apa saja demi temannya. Dan tatapan pria itu... aku benci mengakuinya tapi tatapan itu membuat harga diriku terluka. "Aku minta maaf jadi merepotkanmu dan Seiichi. Namun meski aku adalah seorang penjilat handal, aku tidak pernah mengajarkan Hiroshi mengemis pada putramu untuk membelikannya barang-barang sebanyak itu."

Under These Skies (SasuSaku ver.)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang