Haruno Sakura POV
"Maafkan aku, Ibu." Hiroshi menunduk tidak berani menatap langsung manik mataku. "Kukira aku tidak harus menceritakan ini karena Bibi Kurenai menerimaku setiap pulang sekolah."
Aku mengusap wajah kasar. Sebelumnya ia memang tidak pernah mengatakan apa-apa dan kupikir semua berjalan baik saat aku bekerja. Sial. Ternyata dugaanku salah. Ini adalah kesalahan fatalku nomor ke sekian setelah dulu hampir saja membunuh Hiroshi dalam kandungan.
Aku mendesah sebelum mengucapkan permintaan maaf pada dokter sombong di hadapanku. Seringaiannya sangat menyebalkan dan aku bisa melihat itu meski hanya beberapa detik. Ia menyodorkan secarik kertas resep padaku lalu beralih menatap Hiroshi.
"Semoga lekas sembuh. Seiichi pasti sangat khawatir jika aku memberitahunya." Tangan besar itu mengusap rambut hitam Hiroshi. Persis seperti apa yang ia lakukan terhadap Seiichi. Aku merotasikan mata melihat putraku juga ikut tersenyum. Dokter sombong sang perayu ulung. Ya, setidaknya ia tidak berlaku dingin di hadapan anak-anak. Bahkan aku hampir saja lupa jika ia adalah seorang dokter anak.
"Baiklah. Terima kasih atas bantuannya, Dokter Uchiha." Aku membungkuk singkat. Mengajak Hiroshi keluar dengan perasaan masih berkecamuk. Tidak akan kubiarkan Hiroshi mengalami hal seperti ini lagi. Aku berjanji.
Sabtu
Panas Hiroshi sudah turun. Ia berkeringat banyak semalam. Membuatku harus terbangun beberapa kali untuk memastikan tubuhnya kering atau ia tidak bisa tidur. Wajah tampan pria kecilku sudah lebih sumringah dibanding kemarin tapi aku masih tetap merasa khawatir.
Aku meminta izin pada ayah untuk datang ke tempat kerja. Mengajukan surat pengunduran diri. Beliau setuju dan memberikanku usapan di rambut. Ayah adalah orang yang paling menentangku bekerja sebagai tukang antar makanan dan kurasa beliau sangat senang ketika akhirnya aku memutuskan mengakhiri kontrak kerja.
Minggu
Ada banyak hal yang bisa kulakukan di rumah dan aku memulai hari ini dengan bersih-bersih. Semua linen kotor, seprai kotor, tirai kotor serta semua kain kotor kuangkut dalam mobilku. Aku harus membawanya ke tempat laundry nanti. Mungkin aku harus sedikit berhemat karena sudah tidak memiliki pekerjaan tapi aku tidak peduli. Siapa yang betah berlama-lama menunggu mesin cuci dengan cucian menggunung seperti itu?
Selesai dengan kain-kain kotor, aku mengeluarkan mesin penyedot debu dari gudang. Ayahku sedang memasak bersama Hiroshi yang tertawa di dekat beliau. Punggung mereka terlihat dari pintu pantry dan aku tidak bisa menahan senyum. Mereka benar-benar terlihat seperti kakek dan cucu pada umumnya. Perlu satu lagi pria agar hidupku lengkap. Mungkin.
Mengabaikan pikiran yang mulai tidak menentu arah, aku segera menyedot debu di semua ruangan. Ruang tamu jadi bagian paling melelahkan. Tidak ada yang ingin bertamu ke rumahku. Itulah alasan mengapa aku dan Hiroshi tidak pernah membersihkan sofa-sofa ini.
"Seiichi akan datang hari ini." Aku mendengar nada gembira dari ucapan Hiroshi barusan. Oh, dan sepertinya aku harus bersyukur karena tamuku tidak jadi menempati sofa kotor.
Senin
Ayahku kembali ke Saitama subuh-subuh. Hiroshi mengantarkan kepergian kakeknya dengan kantuk yang masih bersarang. Ia kembali tertidur sesaat setelah mobil ayah tidak terlihat lagi. Aku tersenyum kecil, menggendong Hiroshi kembali ke kamar.
Sesaat aku berhenti menatap wajah polos Hiroshi. Kantukku sudah hilang akibat ucapan ayah barusan. Beliau meminta kami agar tinggal kembali di Saitama dan aku bisa mengelola restoran kecil ayah di sana. Aku belum memberi jawaban. Ayah mengerti hal ini karena aku punya berbagai macam alasan untuk membandingkannya. Salah satu dari sekian alasan tersebut adalah Hiroshi. Aku tidak mungkin kembali membiarkan bocah kecilku beradaptasi sementara ia sudah mendapat teman di sini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Under These Skies (SasuSaku ver.)
FanfictionHidup mereka tidak sempurna; tentu saja. Satunya seorang dokter yang memiliki seorang putra, satunya lagi seorang yang giat bekerja dan memiliki satu anak pula. Kesamaan mereka ada di cacatnya hubungan sebelumnya. Dan bertemu ketika dua anak mereka...