17: Sederhana

168 72 766
                                    

Hai selamat pagii pembaca setia Memudar  semoga selalu sehat dan bahagia terus ya! 🤗

Part ini ga akan siksa Zenia kok suer ✌🏻

Dh lanjut vote dulu sama komen oke? Tandai typo ‼️

_o0o_

"Aku ingin mencintaimu dengan sederhana. Dengan kata yang tak sempat di ucapkan kayu pada api yang menjadikannya abu."
—Altezza.

Tok tok tok

Suara pintu kamar Zenia terus di ketuk berkali-kali oleh bi Mirna. Asistennya sangat khawatir dengan keadaan Zenia, sedari tadi belum ada sahutan dari dalam. Walaupun bi Mirna tidak melihat apa yang telah terjadi, wanita itu yakin kalau Zenia sedang tidak baik-baik saja.

"Neng Zen, bukain pintunya. Bibi mau kasih sesuatu." Nihil. Tidak ada jawaban dari dalam. Semakin khawatir, bi Mirna mengambil kunci cadangan di dalam lemari kecil yang tersimpan di samping pintu dekat dengan rak sepatu.

Setelah menemukan kuncinya dan membuka pintu, di dalam sana tidak ada siapa-siapa. Samar-samar ia mendengar isakan pelan ntah berasal dari mana, yang jelas suara itu sangat jelas.

"Kak.. Zen takut.." tatapan bi Mirna mengarah pada kamar mandi. Dengan cepat, wanita itu mendekat ke arah kamar mandi. Tapi sayang, pintu itu terkunci.

"Neng Zen di dalam? Tahan ya, bibi carikan kunci dulu." Hanya ada isakan saja yang terdengar. Tanpa menunggu lama, bi Mirna mencari kunci ke setiap tempat. Lalu, manaruh kotak kecil yang sempat ia pegang itu keatas nakas. Untung saja dia menemukan kunci itu di atas kasur.

Pintu terbuka menampilkan Zenia yang sedang meringkuk ketakutan sambil menangis. Bi Mirna terkejut dengan kondisi gadis itu. Wajahnya pucat, bibirnya bergetar, suhu tubuhnya meninggi, rambutnya berantakan.

Pelukan hangat mendarat ke tubuh mungil Zenia. "Kak.. takut.. " mata Zenia masih terpejam menahan rasa takut. Bi Mirna tidak bisa membendung air matanya, pipinya basah.

"Jangan takut, bibi ada disini." Ujar bi Mirna sambil menepuk punggung Zenia. Sedangkan gadis itu sudah memejamkan matanya dengan tubuh yang melemas. Bayangkan saja, di dalam kamar mandi selama tiga jam dengan suara petir yang menggelegar. Itu berhasil membuat Zenia ketakutan parah.

"Zen pusing, lemes, nggak kuat bi." Ucap Zen sebelum tubuhnya terjatuh di pelukan bi Mirna. Gadis itu sudah tidak bisa mengingat apa-apa lagi. Zenia pingsan.

Semakin khawatir, bi Mirna membawa gadis itu ke atas kasur. Benar, suhu tubuhnya semakin tinggi. Wajahnya pucat pasi seperti mayat hidup. Zenia kacau, ini seperti bukan Zenia yang selalu terlihat ceria di depan orang-orang sekitarnya.

___o0o___

Sekitar setengah jam, Zenia sadar dengan tatapan sendu. Sedari tadi, ia melihat bi Mirna yang terus bolak-balik mengurus dirinya. Zenia juga sudah menganggap bi Mirna sebagai ibu setelah Mawar.

"Neng Zen mau makan? Atau mau minum?" Tawar bi Mirna kepada Zenia. Sedangkan yang di tanya hanya melamun dengan tatapan kosong.

Tangan lembut bi Mirna mengelus rambut anak majikannya. Kondisi Zenia sudah lumayan baik. Bi mirna sudah mengompres keningnya sehingga suhu badannya sedikit menurun. Dia juga sudah membersihkan tubuh Zenia, tak lupa dengan rambut yang tadi sempat berantakan kini terlihat rapih.

SERPIHAN LARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang