Pernikahan akhirnya disepakati diadakan tiga bulan lagi. Waktu yang dianggap paling ideal, karena tak terlalu terburu dan tak terlalu lama. Baik Kael maupun Ruelle telah menyetujuinya, sebagaimana yang telah tertuang dalam perjanjian. Semenjak hari itu, Kael tak pernah lagi bertemu dengan tunangannya. Karena kesibukannya selama minggu ini, adipati agung akhirnya memutuskan untuk tak menambah agenda yang tak penting.
Keadaannya yang kurang tidur sekalipun, Kael tetap menyempatkan diri untuk menilik surat yang dikirim oleh Asher. Membaca identitas dan latar belakang calon simpanannya. Banyak hal yang akhirnya Kael tau. Seperti, Alora adalah anak yatim piatu yang tinggal sendirian. Itu akan mempermudahnya karena tak memiliki keluarga lain.
Lalu fakta bahwa selama kurang lebih delapan bulan ia mengandung, Alora harus tetap bekerja di kafe sambil membawa beban berat di perutnya. Tinggal di sebuah rumah sederhana di pinggir kota. Dikucilkan oleh orang-orang disekitarnya karena kehamilannya yang tak diketahui siapa ayahnya.
Tiba-tiba Kael tertawa kecil, "Wanita ini pasti marah besar, jika mengetahui anak yang dikandungnya adalah darah dagingku."
Meskipun belum melakukan tes DNA sekalipun, Kael sangat yakin jika anak itu merupakan anak kandungnya. Kemiripan fisik antara keduanya tak bisa diganggu gugat oleh siapapun. Bahkan sesekali Asher mengiriminya foto si bayi, yang masih tertahan di ruang NICU.
Setelah melalui minggu yang sibuk, Kael akhirnya menyempatkan diri untuk berkunjung ke rumah sakit pada malam hari. Sesuai dengan instruksi yang diberikan Asher. Mumpung hari ini dirinya tak pulang ke mansion, Kael bergegas mengendarai mobilnya menuju rumah sakit. Erre sengaja tak ikut karena sedang mengerjakan perintah lain yang ia suruh.
Tepat pada pukul dua dini hari, Kael tiba di rumah sakit. Ia segera memarkirkan mobilnya di parkiran dan bergegas menuju ruang inap pasien. Kael akan menggantikan Asher berjaga, dengan dalih keluarga pasien. Meskipun harus dengan sedikit kebohongan.
"Ash, aku udah di sini. Kamu boleh menyingkir." Ucapnya lirih sesampainya di dalam ruang inap.
Asher langsung menoleh padanya, alisnya bertaut dengan raut bingung. "Kamu gila?! Bukannya membawakan makanan atau apa?! Malah menyuruhku pergi?" Tutur Asher tak terima di usir begitu saja.
"Tidak ada, kamu bisa membeli sendiri! Mandiri, aku tahu kamu juga tidak kekurangan uang." Jawabnya dengan acuh.
Kael mengabaikan eksistensi Asher yang masih menatapnya dengan bersungut-sungut. Tatapannya beralih pada sosok cantik yang tertidur di ranjang pasien. Surainya yang pirang dibiarkan tergerai begitu saja. Meskipun tubuhnya yang tampak semakin kurus, tapi itu tak merubah kenyataan jika Kael sedikit kagum dengan wajahnya.
"Dia udah mendingan, beberapa hari ini konseling dan terapinya berjalan lancar. Dia gak menunjukkan tanda-tanda emosi yang meluap-luap seperti sebelumnya." Asher berusaha menjelaskan keadaan Alora tanpa di minta.
Perubahan signifikan yang dimaksud Asher rupanya benar-benar perubahan yang pesat. Dalam waktu kurang dari tiga minggu, Alora sudah tak lagi berteriak dan melempari orang lain yang mendekat dengan barang-barang di sekitarnya.
"Kenapa tiba-tiba berubah? Kamu memaksa dia?" Kael melirik sekilas ke arah Asher, yang dibalas kekehan singkat oleh sang empu.
"Menurut kamu kenapa deh? Ya jelas untuk anaknya. Aku bilang ke dia, kalau dia tidak juga sembuh aku tidak akan pertemukan mereka."
Ancaman sederhana ternyata mampu membuatnya tak berkutik sedikitpun, Kael tak menyangka jika Asher mampu membuat orang tunduk padanya dengan ancaman. "Dia, sudah melihat bayinya?" Kael lantunkan tanya.
"Sementara ini belum, aku cuma menunjukkan beberapa lukisan ke dia dan nganterin asi buat bayinya." Jawaban Asher langsung membuat Kael mendekat padanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
volitient [ jaerose ]
Romancea.bout Kael must take responsibility for the incident that happened to him and made him remember new facts from the past