Lora merasakan beban berat yang menimpa tubuhnya. Perlahan-lahan matanya mulai terbuka, selama beberapa saat ia terdiam berusaha menyesuaikan cahaya yang masuk. Hingga benar-benar sadar, barulah ia ingat apa yang dilakukan grand duke semalam. Lora menunduk, mendapati tangan sang pria masih melingkar erat di pinggangnya.
Wanita itu tak langsung bangun seperti biasa, ia menoleh sekilas untuk memastikan Kael belum bangun. Baru setelahnya berusaha melepaskannya secara pelan-pelan agar tak menganggu tidurnya. Begitu ia memindahkan satu jemari Kael, pria itu kembali mengeratkan pelukannya.
"Tuan, kumohon lepaskan." Tuturnya dengan nada memohon. Tak ada harapan untuknya keluar jika Kael terus menempel padanya seperti sekarang.
Kael yang merasa terusik langsung terbangun, yang ia rasakan pagi ini hanyalah pening yang menganggu kepalanya. Sepertinya semalam ia minum terlalu banyak hingga tak sadar. Setelah benar-benar sadar barulah ia merasakan lengannya seperti sedang menahan sesuatu, ia menunduk untuk melihat apa yang terjadi.
"Kau gila? Kenapa tidur di sini?" Tuduh pria itu tak berperasaan.
"Coba lihat lengan siapa yang berusaha memeluk siapa."
Kael langsung mengernyit, pikirannya berusaha mengingat apa yang semalam telah terjadi. Hingga ia teringat jika menarik wanita itu ke atas ranjang tanpa sadar. Kunci kamarnya bahkan masih ada dalam sakunya.
Begitu mendapati kenyataan jika Kael yang semalam bersalah, pria tersebut lantas melepaskan pelukannya.
"Silakan menyingkir."
"Dengan senang hati." Untunglah semalam mereka hanya tidur, tak melakukan sesuatu seperti yang dilakukan di masa lalu. Sepertinya pria itu banyak belajar dari kesalahannya meniduri wanita sembarangan.
"Huaaaa....." Suara tangisan bayi mulai menggema masuk melalui celah pintu hingga terdengar dari kamar sang ayah. Lora bergegas bangkit dan masuk ke kamar putranya tanpa pikir panjang. Dalam tata krama sebagai pengasuh itu sebenarnya dilarang, tapi ia bukan pengasuh pada umumnya sehingga tak apa jika melanggarnya sesekali.
Toh, juga tak ada yang melihatnya kecuali Kael. Sementara Lora menenangkan Yevhen, Kael memijat pelipisnya perlahan. Tak berniat bangkit dari ranjang meskipun hari mulai siang. Pasti ibu dan neneknya telah mengetuk pintu hingga beberapa kali hingga mereka jengah, tapi apa boleh buat. Semalam ia tak sengaja minum banyak dan membuatnya mabuk.
Perbincangan antar duke yang jarang berkumpul bersama hingga membuatnya tak bisa menolak tatkala diberi alkohol sebagai minumnya. Bodohnya, Kael menegaknya berkali-kali hingga tak ingat siapa yang mengantarkannya ke kamar. Ia hanya ingat sempat menganggu putranya sebentar lalu sengaja keluar duluan untuk mengunci pintu untuk menjahili Lora.
Yang ia tak habis pikir adalah alasan Kael melakukannya. Harusnya ia tak lepas kendali meskipun mabuk berat. Padahal ia sudah mencobanya berkali-kali, tapi kenapa hanya pada wanita itu Kael tak berhasil mengendalikan dirinya dengan benar.
"Benar-benar gila!" Rutuknya pada diri sendiri. Kael mengusap kasar wajahnya.
"Hic.... hic...." Pria itu baru sadar jika bayinya belum berhenti menangis sedari tadi. Akhirnya dengan berat Kael bangun dari ranjang dan duduk sebentar. Ia kembali memijat pelipisnya untuk meredakan sakit kepala yang mendera.
Saat hendak bangkit, Lora lebih dulu keluar dari kamar anaknya. Melihat raut wajahnya yang khawatir membuatnya curiga. Anaknya juga tampak memberontak dalam gendongannya. Tak biasanya Yevhen rewel pagi-pagi, apalagi jika Lora yang sudah menanganinya.
"Ada apa?" Tanya Kael tanpa basa basi. Lora belum berniat menjawabnya, ia malah menidurkan Yevhen di tengah ranjang sang ayah. Pria itu senantiasa memperhatikan pergerakan Lora yang membawa Yevhen.
KAMU SEDANG MEMBACA
volitient [ jaerose ]
Romancea.bout Kael must take responsibility for the incident that happened to him and made him remember new facts from the past