Tubuhnya gemetar tatkala bertemu dengan sang suami untuk pertama kali pasca Yevhen pulang dari rumah sakit. Pria itu sibuk memastikan putranya aman dan mengajari pengasuh baru untuk segera beradaptasi dengan bayinya. Memang tidak mengurus secara langsung, tapi Kael mempercayakan makanan dan minuman yang dikonsumsi anaknya untuk terlebih dahulu di cek.
Sejauh ini, keluarga Ragnheidr masih mempertahankan wanita pengasuh utama Yevhen. Wanita bersurai pirang yang menganggu pandangannya selama di mansion. Ruelle mengalihkan pandangan tiap kali berpapasan dengannya. Entah mengapa, ia tidak menyukai kehadiran wanita itu di mansion. Meskipun anak itu tidak bisa lepas darinya.
Tetapi masalah kemarin membuatnya nyaris tidak bisa berkutik sedikitpun. Peringatan dari ibu dan nenek seakan tertanam jelas dalam ingatannya. Ruelle tidak mau mengambil risiko untuk sementara waktu. Ia harus merelakan kesempatan untuk memonopoli anak itu menjauhi pengasuhnya. Ruelle menghela napas lalu menghembuskan perlahan. Ia melakukan berulang kali untuk menenangkan diri. Lagipula sudah ketahuan, tidak ada alasan lagi untuk mengelak.
"Selamat pagi suamiku." Ruelle menyapa Kael terlebih dahulu dengan senyuman.
Kael hanya menoleh sekilas, "Tidak tahu malu rupanya." Ucapnya tanpa rasa bersalah. Pria itu mengacuhkannya lagi. Tapi lama-kelamaan Ruelle menjadi kebal karena sikapnya yang tidak ramah.
"Karena sudah ketahuan jadi tidak ada alasan untukku bersembunyi." Ruelle menjawabnya dengan tenang. Seakan kejadian kemarin bukan apa-apa untuknya.
Kael terkekeh pelan, rupanya wanita ini cukup pemberani untuk menunjukkan taring di hadapannya secara langsung. Jika begini, Kael juga tidak segan-segan memberinya peringatan yang lebih layak untuk wanita yang hampir mencelakai anaknya.
"Kalau ada waktu, maukah berbicara sebentar duchess?" Kael memancing pembicaraan duluan. Ia ingin melihat bagaimana reaksi Ruelle dengan ajakannya.
"Tentu saja, bagaimana jika sambil minum teh. Saya rasa pembicaraan kita akan cukup panjang." Tak disangka usulannya langsung disetujui oleh Kael tanpa pikir panjang.
Wanita bangsawan itu mengikuti kemana Kael melangkah. Ia memberi perintah pada beberapa maid untuk menyediakan teh serta camilan selayaknya tea time antara suami dan istri.
Ruelle seperti biasa, duduk dengan anggun. Punggungnya tegak dengan pandangan fokus ke arah suaminya. Sementara di hadapannya, Kael sibuk menyesap teh yang tersaji. Ia tidak berminat menatap wanita itu sedikitpun.
"Terus terang saja, katakan apa masalahmu pada Yevhen." Kael kembali menaruh cangkir teh yang telah habis separuh ke atas meja.
Ruelle justru menggeleng, "Aku tidak akan seperti itu jika kamu tidak memulai duluan."
"Memangnya kenapa? Kamu telah menyetujui sebelumnya sebagai ibu penggantinya." Kael tidak mengerti kenapa wanita itu seakan tersinggung saat ia membawa Yevhen ke mansion dan mengakuinya secara resmi sebagai anaknya.
"Kau mengkhianati janjimu dulu. Ku pikir grand duke adalah orang yang bisa memegang janji, tapi nyatanya itu hanya omong kosong. Anak itu sudah besar, kau pasti menutupinya dengan baik sebelum kita tunangan." Ruelle menumpahkan semua perasaanya pada suaminya. Ia sudah tidak peduli akan dipanggil egois atau gila sekalipun. Nyatanya Kael lebih gila daripada dia.
Kael terkekeh pelan, Ruelle tidak sengaja memperhatikan lesung pipi Kael terlihat lebih tegas daripada sebelumnya. "Ya, karena aku juga baru mengetahuinya setelah tunangan kita. Dan aku tidak suka merusak rencana yang telah susah payah di susun hanya karena masalah kecil." Sedikit banyak Kael mengutarakan kejujuran dalam ucapannya.
Entah wanita itu akan percaya atau menuduhnya sedang membual. Ia hanya menjelaskan dari sudut pandanganya, jika Kael juga tidak sepenuhnya bersalah dalam hal ini. Karena memang begini alur kehidupannya, jadi Kael memilih menerima dan menjalani sesuai apa yang ia kehendaki.
KAMU SEDANG MEMBACA
volitient [ jaerose ]
Romancea.bout Kael must take responsibility for the incident that happened to him and made him remember new facts from the past