Brakkkk.....
Suara debaman pintu yang keras membuat orang yang tengah ada di dalamnya terkejut dan langsung mengalihkan pandangan. Grand duke lantas menghela napas begitu tau seseorang yang baru saja hampir merusak pintu. Ia kembali fokus untuk menulis dokumen, bahkan Erre juga langsung mengalihkan pandangan begitu tau siapa yang datang ke ruang kerja grand duke.
"Aku mau berbicara denganmu." Ucap Ruelle dengan nada menantang. Ia memberikan gestur pada Pierre untuk segera menyingkir dari ruangan sebab ia hanya ingin berbicara empat mata dengan sang suami.
Pria itu sempat melakukan kontak mata sesaat dengan grand duke untuk memastikan apakah diperbolehkan untuk pergi atau tidak. Begitu mendapati anggukan, Erre segera menyingkir dari ruangan tanpa bicara satu katapun. Sementara di dalam ruangan, Kael sama sekali tak menghiraukan kehadiran Ruelle. Ia masih sibuk menulis meski wanita itu telah duduk rapi dihadapannya.
"Ada apa?" Tanya Kael singkat.
Ruelle langsung mengerucutkan bibir, padahal ia sudah datang kemari menurunkan ego. Tetapi Kael sama sekali tak berminat untuk benar-benar mendengarkan apa yang hendak disampaikan.
"Lihat ke arahku." Ucap Ruelle kemudian, "Hentikan dulu aktivitasmu jika aku bicara." Tambahnya.
Hingga beberapa saat berlalu, Kael masih melanjutkan kegiatan menulis dokumen. Barulah setelah menandatangani ia langsung menyingkirkannya di samping meja.
"Jika tidak penting kau harus menyingkir dari sini."
Ruelle menyanggupi apa yang diucapkan oleh suaminya. Begitu Kael fokus untuk memperhatikan apa yang hendak ia ucapkan, barulah Ruelle memulai pembicaraan.
"Kau ingat sewaktu kita masih tunangan dan kau sibuk hingga tak sempat mengabariku?" Kael membalasnya dengan gelengan. Pria itu masih berusaha menerka apa yang hendak Ruelle sampaikan melalui teka-teki saat keduanya sudah bertunangan.
"Bukankah kau pernah menabrak seorang wanita pada saat itu?" Tanya Ruelle dengan nada santai sedangkan jantung Kael mulai berpacu cepat dari biasanya. Wanita itu sudah tau seberapa jauh tentang kejadian itu.
Ruelle tak menghiraukan Kael yang tak mau menjawab sama sekali. Ia justru melanjutkan alur pembicaraan. "Lalu, aku meminta bantuan Erre untuk melacakmu dan ya, pria itu mau bekerja sama denganku." Ucapnya dengan nada tenang.
Dengan setengah waspada Kael meremat ujung pena yang ia genggam. Sudah payah mengendalikan diri agar tak memaki wanita dihadapannya. Sementara si wanita terkekeh geli melihat suaminya yang sedang berapi-api. Wajahnya mulai memerah dengan urat leher yang mulai menonjol. Wajahnya yang masih datar tak bisa menutupi jika dalam dirinya terjadi gejolak yang sebaliknya.
"Aku curiga jika itu adalah saat Yevhen lahir. Karena itulah aku menyuruh Erre membakar rumah yang baru kau beli melalui perantara." Ruelle menyunggingkan senyuman manis tatkala mengucapkan kalimat itu.
Kael mulai menatap tajam ke arah sang istri. Dalam benaknya sibuk berdebat sebab Pierre adalah pria yang selama ini selalu ada di sampingnya. Membantu hampir semua pekerjaannya dan tahu segala apa yang ia lakukan. Ternyata ia pernah membantu Ruelle untuk mencelakai anaknya saat itu.
Pengkhianatan yang tak pernah ia duga jika bukan si pelaku sendiri yang mengakuinya. Bahkan Asher mati-matian ia bungkam menjauh dari kediamannya, nyatanya yang dekat justru lebih berbahaya dan berbisa. Bodohnya, Kael waktu itu menganggap hanya kebetulan. Meskipun kini kebenaran terungkap seiring waktu berjalan.
"Sayangnya aku belum sempat melihat wajah wanita itu. Tapi melihat Yevhen yang selamat dengan pengasuhnya yang seumuran denganku bukankah sangat mencurigakan?"
KAMU SEDANG MEMBACA
volitient [ jaerose ]
Romancea.bout Kael must take responsibility for the incident that happened to him and made him remember new facts from the past