𝟶𝟿 supervisé

1.4K 194 10
                                    

Perawat kemarin akhirnya tak pernah muncul lagi dihadapan Lora entah apa alasannya. Yang jelas, ia hanya mampu melihat kemarahan Asher yang meluap-luap dari balik pintu kamarnya. Bahkan dengan tak menyenangkan, tangan si perawat diseretnya menuju lorong rumah sakit. Entah kemana tujuan mereka.

Lora hanya tahu, jika Asher semakin protektif menyeleksi perawat yang akan bertemu dengannya. Mengingat kejadian panic attack yang Lora alami membuatnya wajahnya pucat pasi. Lora yakin jika Asher tengah ketakutan setengah mati jika dirinya tak kunjung sembuh dengan sendirinya. 

Lora diizinkan pulang lebih cepat daripada bayinya. Meskipun begitu, ia selalu menunggui anaknya. Menyempatkan diri untuk bermain bersama dan mendampingi sang anak yang masih tertahan di ruang NICU. Hingga pada akhirnya, tepat satu bulan penuh Yevhen diperbolehkan untuk pulang ke rumah. Lora sangat bahagia hari itu, hingga tak sengaja menerima ajakan Asher yang mengantarkannya dan bayinya pulang ke rumah.

Sebuah rumah sederhana yang terletak di pinggir kota. Jika kalian berpikir rumah itu bersih, maka kalian salah. Banyak tumpukan sampah di depan rumah, bahkan Asher langsung menutup hidungnya ketika sampai. Meskipun bangunannya masih tampak kokoh, namun kesan kumuh dan tak terawat benar-benar melekat pada rumah yang ditinggali oleh Lora.

Asher juga sempat ketar-ketir tatkala Kael menyuruhnya untuk mendokumentasikan tempat tinggal wanita itu. Tiap menit berlalu, Asher menunggu jawaban Kael hingga keringat dingin bercucuran dari pelipisnya. Tak bisa di sebut layak, bahkan Kaelpun langsung membelikan satu unit rumah baru yang lebih manusiawi untuk ditinggali.

"Aku tak butuh rumah baru darimu. Kita bukan siapa-siapa!" Tutur Lora ketika Asher memberi tahunya perihal rumah baru.

"Iya, tapi bukankah bayimu akan lebih terawat jika tinggal di lingkungan yang lebih layak?" Asher masih berusaha meyakinkan Lora untuk pindah, tapi sayangnya wanita itu lebih galak dari dugaannya.

"Kalau begitu jangan urusi kami! Aku tak butuh bantuan apapun darimu!" Ia menutup pintu begitu selesai dengan argumennya. Bahkan tetangga rumahnya hingga membuka pintu karena mendengar keributan yang tercipta. Asher mau tak mau akhirnya pergi, bagaimanapun juga ia masih punya harga diri.

Pria itu menghela napas berat, harinya benar-benar sial. Terjebak di antara dua pilihan yang sulit. Asher tak mungkin menolak perintah dari Kael. Tapi di sisi lain, Lora benar-benar keras kepala. Kepalanya hampir pecah, beradu argumen dengan wanita itu membuat telinganya ikut berdengung karena nada bicara Lora yang meninggi tiap kali emosi.

Akhirnya, mau tidak mau Asher mengunjungi Kael untuk meluruskan terkait rumah. Dengan segala usaha ia berusaha memaparkan argumen yang disampaikan Lora tanpa terkecuali.

"Benar-benar keras kepala! Ganti rencana!" Kael ikut emosi mendengarnya yang tak mau pindah.

"Bagaimana dengan rencana menculiknya saja? Terdengar lebih mudahkan?" Usul Kael tanpa pikir panjang.

Asher langsung berdecak kesal, "Ck, aku tidak mau ikut campur dalam rencana gilamu! Dia bisa-bisa tambah depresi jika tertekan. Jangan membuat rencana konyol."

"Aku jadi ikut pusing mendengarnya. Sudah biarkan saja sementara, aku punya ide yang lebih baik." Tuturnya kemudian. Asher tampak berusaha menyimak ide yang akan disampaikan oleh Kael.

"Apa itu?"

"Aku akan mengirimkan semua kebutuhan bayi dan makanan untuknya. Kau tinggal mengantarnya dan memastikan dia menerimanya."

volitient [ jaerose ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang