𝟸𝟷 tumulte

1K 155 33
                                    

"Nyonya, ada surat yang datang dari grand duke untuk anda." Erre menyerahkan sebuah surat yang terbungkus rapi dalam amplop putih pada majikannya.

Sang nyonya Ragnheidr mengernyit heran, seingatnya Kael sedang berbulan madu dengan istrinya. Namun tangannya tetap menerima surat tersebut karena rasa penasaran.

"Apakah ini di kirim dari Kael saat berbulan madu?" Tanya nyonya Ragnheidr dengan agak curiga.

Sontak Erre menggeleng cepat, "Tentu saja tidak nyonya, saya hanya diperintahkan untuk menyampaikannya ketika tuan sedang berbulan madu." Bantahnya dengan jelas.

Nyonya Ragnheidr hanya mengangguk singkat, ia percaya dengan apa yang dikatakan asisten pribadi Kael. Rupanya ada yang tak beres, sehingga Kael menitipkan surat pada Erre ketika sedang berbulan madu.

Setelah membiarkan Erre untuk berpamitan, nyonya Ragnheidr segera mengambil kacamata di meja kerjanya. Medea Adrienne Ragnheidr, ibu sekaligus istri sah tuan Ragnheidr. Parasnya yang cantik dan tubuhnya yang elok, membuat siapa saja akan mengira jika Kael menipunya tentang sang ibu. Wajahnya masih ayu, meskipun begitu ayahnya dulu juga sempat berselingkuh dengan wanita lain. Tapi Medea tetaplah duchess yang di akui, selingkuhan suaminya tak ada apa-apanya jika dibandingkan dengan dirinya.

Medea duduk di kursi kerjanya, sambil perlahan membuka amplop yang berisi surat dari Kael. Ia sibuk menebak-nebak isi suratnya hingga akhirnya membacanya.

"Apa!!"

"Anak? Apa maksudnya ini semua?!"

Wajahnya kesal bukan main, perkara membaca surat hingga selesai membuat darahnya mendidih tak karuan. Ia meremat ujung kertas itu, bibirnya tak berhenti mendesis.

Sejak kapan?

Pertanyaan demi pertanyaan mulai membanjiri pikirannya. Kael, anaknya yang sempurna dan selalu patuh. Tak mungkin melakukan hal menyimpang tersebut dengan seorang wanita yang bahkan tak diketahui asal usulnya. Bahkan nama keluarganya pun baru kali ini Medea dengar. Yang jelas wanita itu bukan bagian dari para bangsawan.

Kilat-kilat kebencian mulai tampak dari sorot matanya, Medea benci pengkhianatan. Terlebih lagi pengkhianatan pernikahan, karena dirinya pernah mengalami betapa sakitnya ketika sang suami mendua. Meskipun berhasil mengatasinya dan menyuruh selingkuhannya untuk tak mendekat pada keluarga Ragnheidr, tapi rasa sakit hati dan kecewa masih membekas jelas dalam hatinya.

Berkali-kali ia coba untuk menghapusnya, tapi nyatanya gagal. Semua itu tetap membekas, separuh jiwanya tak menyangka jika anaknya tega untuk mendua sebelum menikahi Ruelle. Rasa marah bercampur kesal menyelimuti hatinya. Kael benar-benar membuatnya merasakan sakit hati yang teramat dalam.

"Pierre, masuklah!" Pekikan keras dari nyonya Ragnheidr membuat Pierre yang sudah berjaga di ruang kerja sang nyonya langsung kembali masuk. Sepertinya, nyonya telah membaca isi keseluruhan suratnya.

Begitu pria itu masuk ke dalam ruang kerjanya, Medea melemparkan surat yang ia terima ke hadapan Pierre. Pria itu terkejut pada awalnya, mengingat tuan Kael menyuruhnya untuk berjaga di depan ruang kerja sang nyonya. Tapi sepertinya terjadi masalah besar yang memang di tulis dalam surat itu.

"Kael yang menulis semua ini?" Tanya wanita itu dengan nada tinggi.

Erre hanya mengangguk, pria itu melihat sendiri tatkala tuannya yang menulis isi surat itu hingga memasukkannya ke dalam amplop. "Saya melihatnya sendiri nyonya."

Atas kesaksian Pierre, hancur sudah pikiran yang coba ia sangkal. Anaknya benar-benar mengakui perbuatannya dan melakukannya secara sadar.

"Kalau begitu, suruh Kael segera pulang. Bilang padanya ini masalah mendesak." Perintah nyonya Ragnheidr langsung di sambut anggukan kepala oleh Pierre.

volitient [ jaerose ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang