𝟸𝟺 déménager

1K 154 23
                                    

Setuju ataupun tidak, keputusan yang diambil Kael adalah mutlak adanya. Pria itu masih mempersiapkan diri untuk memperkenalkan Yevhen pada keluarganya. Terutama membuat ibu dan neneknya terkesan pada pertemuan pertama. Selama itu pula, Kael terpaksa pulang dan pergi ke mansion anaknya. Karena tak mungkin ia pulang ke mansion utama sementara Yevhen belum bersamanya.

Ruelle juga memiliki kesibukan tersendiri, kadang ia menghadiri pesta dari keluarga bangsawan dan mengambil alih bisnis keluarganya. Dari percakapannya lewat telepon, wanita itu hanya mengabarkan jika ayahnya belum pulang dan kondisi ibunya masih sama saja. Bahkan, ia meminta izin untuk tinggal lebih lama karena situasi yang tak memungkinkan.

"Kita akan pindah besok pagi." Kael berdiri di ambang pintu kamar anaknya sambil menatap ke arah Lora dan Yevhen yang tengah bermain di lantai. Pria itu melipat kedua tangannya di depan dada.

"Aku tidak peduli." Lora sama sekali tak menoleh ke arah Kael, ia hanya menjawab dengan nada ketus.

"Beberapa maid telah membereskan barang-barangmu dan Yevhen. Kau tidak perlu khawatir jika ada yang tertinggal. Dan, aku juga sudah menyiapkan seragam khusus untukmu."

"Aku tidak sudi memakainya, pakai saja sendiri." Penolakan dari Lora membuat Kael menggeram kesal. Wanita itu selalu membantah setiap ucapannya tanpa terkecuali. Bahkan ia menjauh tiap kali Kael datang kemari.

Kael tak lagi mempermasalahkan penolakan Lora, ia justru sibuk memperhatikan bayinya yang tengah bermain. Mengoceh kata-kata tak jelas sambil mengenggam mainan yang ia bawakan kemarin. Begitu Lora melihat bayinya memasukkan mainan ke dalam mulut, wanita itu langsung mencegahnya lalu menasihatinya agar tak lagi memasukkan mainan ke dalam mulut.

Kael menjaga jarak dari ibu dan anaknya, ia tak ingin Lora berpindah karena tak nyaman akan kehadirannya. Ia hanya menonton bayinya bermain dari jarak aman meski sesekali bibirnya gatal sekali ingin ikut bergabung dalam percakapan mereka berdua.

Malam harinya, Kael mengecek lagi barang bawaan yang besok akan dibawa. Hanya sebentar, karena seorang maid akhirnya menawarkan diri untuk membantunya berkemas. Begitu tugasnya di ambil alih, Kael beranjak pergi ke kamar anaknya. Mungkin jika di kalkulasi ia bisa mengunjungi kamar anaknya sebanyak dua puluh kali dalam sehari. Sebab ia tak mendengar suara celotehan Yevhen sedari tadi.

Apa baginya sudah kehabisan baterai?

Kael sesekali bertanya pada dirinya sendiri. Begitu sampai di depan pintu kamar, Kael membukanya perlahan. Ia mengintip dari celah pintu kamar. Matanya menelisik ke dalam ruangan, dan benar saja wanita itu juga ada di sana. Sedang duduk nyaman di samping box bayi sambil membacakan dongeng untuk putranya.

"Sepertinya tidak perlu membacakan dongeng, Yevhen harus tau jika dunianya tak seindah dalam cerita." Kalimat sindiran itu langsung membuat Lora menoleh. Ia menatap tajam ke arah Kael lalu segera membuang muka ke arah lain karena tak ada gunanya.

"Pergilah, aku tidak membutuhkan pendapatmu." Jawabnya dengan nada dingin.

"Apa anakku sudah tidur?" Kael berganti strategi, ia mengubah topik membahas Yevhen yang tengah menatapnya dari box bayi.

"Aku rasa matamu tidak buta. Kamu bisa melihatnya sendiri." Lora menjawabnya dengan sarkas.

Kael menghela napas, "Kau benar-benar ibu yang pemarah. Jangan sampai anakku menurun sikapmu."

Lora terkekeh geli, "Harusnya kau sadar diri, siapa yang akan di benci anak ini ketika besar. Aku ataukah ayahnya yang pura-pura peduli padahal ingin mengontrolnya di bawah kuasa?"

Semakin hari sindiran yang dilontarkan semakin tak terkendali. Kael perlu beberapa kali ikut mengontrol emosinya. Ia tak boleh kelepasan marah di depan Yevhen.

volitient [ jaerose ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang