Lora telah menantikan hari ini tiba, kesehatannya yang semakin membaik dan anaknya yang sebentar lagi keluar ruang NICU membuat hatinya bahagia. Banyak hal yang ingin ia sampaikan pada sang anak, yang belum sempat ia lakukan semenjak kelahirannya yang tiba-tiba. Tapi Lora percaya, jika semua itu pasti ada hikmah yang dapat diambil.
Meski, belum benar-benar sembuh karena traumanya. Tetapi, keadaan Lora telah stabil daripada sebelumnya. Asher memberinya kesempatan untuk bertemu bayinya. Pagi ini, ia bangun lebih pagi agar bisa bersiap lebih awal. Lora sedari tadi tak melunturkan senyumannya, membayangkan bayi kecilnya ada dalam gendongannya pagi ini.
"Halo selamat pagi nyonya, apakah nyonya sudah siap?" Seorang perawat muncul dari balik pintu. Membuatnya langsung menoleh begitu mendengar suaranya.
Lora mengangguk ribut, "Tentu saja sudah, aku tidak sabar bertemu dengan putraku." Jawabnya dengan penuh semangat.
"Baiklah nyonya, aku akan mengantarmu bertemu putramu." Perawat itu mendekat ke arah Lora, membantunya duduk di kursi roda dan membawa infus.
Perawat itu membantunya hingga ke ruang NICU. Netranya tak berhenti menatap kearah salah satu bayi dalam inkubator. Bayi yang tengah tertidur pulas dengan kedua tangan terkepal erat.
"Nyonya, ini adalah bayi nyonya. Apakah nyonya ingin menggendongnya?" Perawat itu mempersilahkan Lora untuk menengok lebih dekat si bayi mungil yang tengah tertidur.
Ia menatap wajah si bayi dengan tatapan baru bercampur bahagia. Meskipun mereka akhirnya dipertemukan lebih cepat melalui proses tak terduga, tapi yang paling Lora syukuri karena keduanya sama-sama sehat. Tak kekurangan apapun.
Air matanya menetes dari pelupuk matanya, akhirnya Lora melihat dengan mata kepalanya sendiri. Bayi yang ia kandung selama ini, berhasil hidup dan terbaring dalam inkubator didepannya. Jemarinya mengusap air matanya sejenak, sebelum mengangguk semangat. "Ya, aku ingin menggendongnya."
Perawat mengangguk, ia kemudian mengangkat tubuh sang bayi. Bayinya sama sekali tak terganggu meskipun disentuh sekalipun. Perawat itu meletakkan bayinya pada kedua tangan Lora dan membenarkan cara memegangi sang bayi yang benar agar tak jatuh.
Jatuh cinta, Lora kembali jatuh cinta tatkala menatap lekat ke arah bayinya. Bayi mungil yang belum ingin bangun dari mimpi indahnya. Lora mendekap erat bayinya, mengecup kening hingga pipinya. Tak lupa mengusap lembut pucuk kepalanya, meskipun surainya masih tipis tak rata.
"Tidak mirip denganmu!" Suara bariton berat dari belakang membuatnya langsung menoleh, Lora menatap tajam ke arah Asher.
"Aku tidak peduli!" Balasnya dengan nada ketus.
Bayinya mulai mengernyit tak senang, karena suara yang ditimbulkan terlalu keras. Lora yang sadar langsung menimang bayinya lalu mengusap keningnya agar menangis keras. Perawat yang tadi berdiri di sisi kirinya kini digantikan oleh pria dengan tubuh semampai.
Lora menghela napas sejenak, ia harus bisa mengatur emosinya agar tak meledak-ledak di dekat bayinya. Meskipun laki-laki disampingnya sangat membuatnya ingin marah berkali-kali.
"Manik matanya biru tua, kau tak mewariskan apapun pada bayi itu." Ucap Asher dengan sedikit menyindir.
Lora langsung menoleh lagi, "Bagaimanapun juga, dia telah ada dalam rahimku selama delapan bulan. Aku yang membawanya kemanapun, tanpa diketahui oleh ayahnya." Jawaban Lora membuat Asher langsung terdiam.
Mungkinkah Lora mengingat wajah Kael malam itu?
Dalam keheningan yang tercipta, si kecil itu perlahan mulai membuka mata. Bibir mungilnya terbuka mencari sumber makanan. Lora yang menyadari itu langsung menaruh atensi penuh pada bayinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
volitient [ jaerose ]
Romancea.bout Kael must take responsibility for the incident that happened to him and made him remember new facts from the past