Pada 4 Mei, 1992

20 1 0
                                    


"Keputusan yang tepat, tuan John. Lusa pagi aku akan mengabulkan permintaan mu, dan menerima bayaran ku. " Ucap Gualini yang mulai lenyap dari hadapan John.

"Tapi, apakah kau yakin? Apakah aku bisa memercayaimu? Hei...! Kau dimana?!" Teriak John kebingungan sembari mencari kemana perginya Gualini. Mulai dari tiap sudut kamar, ruang tamu, dapur, wanita tua itu sama sekali tidak ada.  Jantungnya berdetak kencang, nafas nya tak beraturan. John dilanda oleh ketakutan atas keputusan mutlak yang sudah dilakukannya.

***

Suara nyaring dari sentuhan sendok-garpu dan piring memenuhi ruang makan di kediaman keluarga Griffin. Diam, tidak ada pembicaraan yang berlangsung selama acara makan siang itu terjadi, hingga David, ayah Arthur mulai membuka suara.

"Apa yang sedang kau pikirkan, Dean?" Tanya David dengan wajah datar. Sontak semua yang sedang makan, berhenti melanjutkan kegiatannya. David adalah sosok ayah yang paling disegani dikeluarga ini. Termasuk Luca. Tidak hanya disegani, tapi juga yang paling Luca takuti.

Merasa nama nya dipanggil, Arthur segera menjawab hampir terbata-bata, "Tidak ada ayah." Dean adalah nama yang lebih sering  dipanggil ditengah keluarga Griffin.

Melihat reaksi putranya, David menghentakkan meja dengan tangannya, menimbulkan suara yang keras membuat siapa pun terkejut mendengarnya. Luca bergetar hebat, matanya mencuri pandang ke arah Hanara, ibunya. Meminta pertolongan mungkin.

Rahang David mengeras, giginya menggertak dan berkata, "Ingat Dean, enam hari lagi kau akan mengikuti kompetisi. Ayah tau keterampilan bermain biola mu sudah bagus dari yang sebelumnya. Tapi jangan sampai lengah. Selalu pertahankan itu. Tetap menjadi nomor satu diantara violinst lainnya. Kau tau, ayah sangat menyayangi mu kan? Jangan mengecewakan ayah!" Selera makan David berkurang. Pria tua berumur setengah abad itu pergi meninggalkan meja makan. Keadaan yang semula nya tegang, kembali tenang.

"Ibu akan bicara baik-baik dengan ayah mu nanti. Yang terpenting, berlatihlah dengan giat nak." Hanara berpesan dengan lembut, diangguki pelan oleh Arthur.  Kemudian mereka bertiga melanjutkan kembali makan siangnya.

Usai makan siang, keluarga itu melakukan kegiatannya masing-masing. David keluar bertemu dengan kolega bisnis nya, dan Hanara Joice juga pergi keluar mengunjungi butiknya. Hanya Arthur dan Luca saja yang di rumah.

"Untuk apa kakak latihan lagi? Lihatlah! Tangan mu sampai kapalan!"

Arthur menghentikan memainkan biolanya sejenak. Menggerutu tidak jelas. "Jika aku tidak latihan, ayah tidak akan puas. Aku tidak tau harus sesempurna apalagi di matanya. "

"Lagipula kau sudah sering latihan. Aku bosan melihat mu selalu sibuk dengan biola mu. Semua sibuk, mengutamakan kegiatannya masing-masing sampai lupa dengan ku, " gumam Luca pelan ketika mengatakan kalimat terakhir.

"Apa yang lupa? Sebentar aku berpikir dulu. Sepertinya, aku menyimpan sesuatu di dalam lemari ku." Arthur tersenyum samar. Lelaki itu menjelajahi satu per satu isi lemari nya. Luca yang melihat itu agak merinding, menyadari bahwa ternyata Arthur mirip psikopat kalau tersenyum. Dia lebih cocok datar dan tidak usah berekspresi, sungguh menyeramkan! Pikir Luca dalam hati.

Mendapat yang dicari, Arthur mengeluarkan kotak kecil.

Ketemu! Batin Arthur semangat.

Kotak itu diberikan kepada Luca. "Aku tidak pernah lupa hari ulangtahun mu adik ku tersayang, Selamat ulangtahun Luca!" Teriak Arthur bahagia.

Dahi Arthur berkerut, tenggelam dalam pikiran dan batinnya berkata, "yang ke berapa ya sekarang? 4 Mei 1975. Berarti, 1992 dikurang 1975. Sudah 17 tahun rupanya. Adik ku sudah besar. "

Violin De OliveiraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang