Perkara Limit Fungsi

16 0 0
                                    

Sekolah kembali aktif melakukan kegiatan belajar mengajar. Sekarang sudah pukul 12.30 WIB siang, jam pelajaran ke tujuh. Biasanya jam segini niat belajar para siswa berkurang karena rawannya ngantuk sehabis makan banyak jajanan selepas istirahat jam kedua.

Meskipun demikian, Pak Eko tetap berusaha keras menjelaskan materi di depan kelas dengan semangat di tengah pergempuran ini. Satunya cara agar muridnya tidak mengantuk adalah, biasanya Pak Eko memanggil nama mereka secara random untuk menjawab soal dipapan tulis. Alhasil mereka mendadak panik berusaha sibuk mencari jawaban supaya bisa menjawab ke depan bila dipanggil secara random.

"Gilaaa. Susah banget soalnya. Kenapa sih Pak Eko suka banget ngasih soal yang sulittt? Arghhh" Celetuk Sheina geram mencoret halaman belakang buku tulisnya berusaha mencari jawaban, yang ada malah berujung menggambar siluet tak jelas.

Sheina melirik Violin partner sebangkunya, penasaran dengan hasil gadis itu. Matanya membelalak kaget karena Violin sudah selesai mengerjakan semua latihan soal limit dengan sempurna.

"Anjayyy, cepat banget Olin selesai. Nyontek dong Lin hehehe." Cengir Sheina menggarut kepalanya yang tak gatal. Bisa saja Violin selalu memberikan dirinya jawaban, hanya saja Sheina mencoba sok sibuk mencoba memahami soal supaya tidak dinilai terlalu bodoh. Walaupun begitu, Violin tidak pernah pelit jika diminta.

"Nih, emangnya lo udah paham kenapa hasilnya segitu?" Tanya Violin seraya memberikan buku nya kepada Sheina.

"Paham banget kokkk. Makasih Olinnn!" Sahut Sheina gemas menerima buku tulis emas sang Violin, lalu dengan secepat kilat menyalin jawaban dengan semangat.

"Sheina Nois!" Seru Pak Eko tegas.

Sheina yang mendengar namanya disebut, mendadak terkejut hingga tak sadar mulutnya menjawab, "Anjir Pak Eko tuyul!! Eh maksudnya, Saya Pak!"

Spontan seisi kelas tertawa keras berjamaah karena plesetan Sheina yang tak sengaja sudah mengejek Pak Eko.

"HAHAHAHAHAKKK PAK EKO TUYULL" Sahut Togar berteriak ngakak menepuk meja sambil menunjuk Sheina yang duduk didepannya.

Mati guee...!!!! Keluh Sheina takut seraya melirik Violin yang hanya dibalas ekspresi ketawa mati-matian oleh Violin.

"Dari sudut mana kau sebut saya tuyul?!! Wajah tampan begini masa kamu bilang tuyul!! Maju dan kerjakan soal nomor 12!" Seru Pak Eko kesal.

"Maaf pak, Sheina ga sengaja tadi suerr. Tapi, sekedar kasih kritik nih pak, menurut Sheina bapak engga ada tampannya sama sekali." Jawab Sheina merasa tak bersalah dengan kritikannya sambil bergegas maju kedepan kelas, tak lupa membawa buku milik Violin.

"Sudah mengatakan saya tuyul, minimal akui ketampanan saya donggg,, memangnya di sekolah ini ada yang lebih tampan dari saya?!"

"JEFRIIII PAK...!!" Sahut semua perempuan kompak.

"Jefri udah ganteng, soft boy, baik bangettt loh pak. Ga pernah juga si doi ngakui kegantengannya. Pengen pacaran ama Jefriii huaaaaa" Teriak Amel di pojok kelas yang sedang dihukum jewer telinga karena tak bisa menyelesaikan soal. Semua perempuan menggangguk semangat setuju dengan penuturan Amel.

"Jefri juga ga pernah sombong pakk! Aku rela dinikahin Jefri meskipun jadi selirnya, ngga papa kok. Jefri itu punya aku!" Balas Siti di luar kelas yang juga sedang mendapat hukuman duduk bersilah dengan kedua tangan diangkat.

"Enak ajaaa. Punya guee...!!" Teriak Amel tak terima.

"Apaansiii?? Jefri punya guee. Punya Siti. Si to the Ti, SITI...!!!"

"Hehh engga ya! A to the Mel, AMEL!! Punya AMELLL"

Bacot lu berduaa tololl...!! Jefri crush gue anjingg!! Batin Violin bergemuruh.

"Cukup..!! Kok jadi kalian berdua yang sewot? Mau saya tambah hukuman atau nilai kalian saya kurangi?! Jefri aja manamau sama kalian berdua." Bentak Pak Eko membuat kedua nya diam dan kembali ke posisinya masing-masing.

Suasana kelas kembali serius, semua nya mulai memperhatikan Sheina yang sedang mengerjakan soal dipapan tulis.

"Sudah Pak." Ucap Sheina tak lama kemudian. Usai menulis, Sheina hendak pergi ke bangkunya. Namun, pertanyaan Pak Eko membuatnya mendadak berhenti.

"Sudah benar jawaban kamu ini Sheina? Bagaimana bisa hasilnya menjadi 2? Coba kamu jelaskan!"

Sheina berbalik pelan, lalu menjawab, "Benar kok pak. Hasilnya kan memang 2."

"Iya, bapak tau, Sheina. Jelaskan!" Sahut Pak Eko memelas.

Gadis itu kemudian mengambil kembali spidol yang ada dimeja Pak Eko. Keadaan panic moment seperti ini sungguh banyak memakan korban.

Sheina menelan ludah gugup, matanya mencari Violin meminta bantuan. Hingga kontak mata mereka bertemu, Sheina memelas minta tolong menunjukkan raut wajah sedih.

Violin pun membantu Sheina. Gadis itu berbisik menjelaskan diikuti gerak-geriknya, menulis kalimat besar pada sebuah kertas, lalu memperlihatkan kertas tersebut kearah Sheina.

Sheina mengangguk paham, dengan gagap lalu gadis itu mulai menjelaskan, "Limit fungsi 2X tambah 4 per 2X, untuk X, mendekati 2. Pertama yang harus dilakukan adalah, substitusikan apakah hasil terdefinisi atau tidak." Jelas Sheina gugup, lalu kembali melanjutkan, "Lalu,..."

Matanya menyipit lagi mencuri perhatian Violin yang sibuk memampangkan kertas. Dengan gemetar, tangan Sheina yang berkeringat mengucur deras mulai menulis sebuah persamaan.

"Jadi, kita ganti setiap X dengan 2. Maka, 2(2)+4 per 2(2). Kita selesaikan persamaan ini, menjadi dua kali dua adalah dua-"

"Sejak kapan dua dikali dua hasil nya dua? Dari sekte mana kamu berasal? Udah SMA, dua kali dua saja tidak tahu. Huhhh!" Pletakk
Potong Pak Eko emosi sambil menyentil kening Sheina.

"Awww! Empat pak! Sheina silap karena gagap pak. Maklum Pak, namanya juga manusia ga ada yang sempurnaaa ihhh." Kesal Shina mayun-mayun sambil memijit keningnya memerah.

"Silap, silap. Makanya fokus! Truss, kalau misalkan kamu ngendarai mobil, lalu tak sengaja menabrak orang di jalanan, itu silap namanya? Begitu juga cara kamu meminta maaf? Maaf pak, bu, saya silap tadi. Maklum juga manusia ga ada yang sempurna." Sahut Pak Eko geram sambil menirukan gaya Sheina yang kesal dengan bibir dimanyun-manyun.

Spontan seisi kelas tertawa riuh, begitu juga dengan Violin yang sudah sakit perut karena lelah tertawa, melihat pertikaian guru dan murid yang sama-sama keras kepala.

"Iya loh pakk, iyaaa. Yaudah kan hasilnya empat. Jangan diginiin dong pakkk. Seharusnya murid itu di support, bukan malah di giniinn. Nanti kalau Sheina kena mental illness gimana hayo?" Ucap Sheina menghentak-hentakkan kakinya, kembali menghadap ke papan tulis.

"Sok-sok an kamu. Makanya banyak belajar! Mentall illness lambeh mu. Mental yupi, ya kamu. Lanjutkan...!" Balas Pak Eko tak terima karena dituduh membuat murid kena Mentall illness.

"Maaf, Sheina ulang lagi. Kita selesaikan persamaannya menjadi dua kali dua adalah empat, ditambah empat sama dengan delapan. Lalu dibawahnya, dua dikali dua sama dengan empat. Maka delapan per empat adalah dua. Jadi, hasilnya adalah DDUUAAAK." Tekan Sheina geram di akhir perkataannya sambil menekan spidol dengan kuat menulis angka dua menimbulkan bunyi ngilu. Mengakibatkan mata spidol milik Pak Eko menjadi masuk, tumpul tak terlihat.

Pak Eko hanya menggeleng pelan menatap sinis gadis nakal yang keras kepala itu.

"Hehehe maaf pak. Ini spidolnya, monggo diambil" Cengir Sheina memberikan spidol, lalu kembali ke kursinya.

*****


Violin De OliveiraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang