Dad

2 1 0
                                    

"kevin." Panggil Ayah menaiki anak tangga.

"Ahh dia mulai lagi." Gumamku memutar mata.

Klik. Pintu kamar di buka.
"Kenapa kamu membiarkan anak kita dilantai."
Hardiknya padaku.

"What??" Aku sudah mulai berargumen. Tapi saat kulihat sebuah palu di balik pinggangnya aku mengurungkannya. Baru dua hari yang lalu, ia memukulku dengan kayu hingga telinga kiriku tak berfungsi sebelah.

Ia memungut boneka teddybear bodoh itu dari lantai dan menggendongnya seperti bayi. Dan menyanyikannya lagu opera Rusia yang ia dengarkan semasa muda.

"Bodoh."
Aku segera berkemas dan pergi dari rumah. Aku sepertinya harus menginap di rumah Grandma lagi, jika ia masih belum bisa kembali menjadi dirinya. Hanya menakutkan jika ia horny tengah malam dan masih mengiraku menjadi istrinya.

Aku turun perlahan membawa baju dalam bungkusan karung.
"Mau kemana?"
Tanyanya, yang sedang menyuapi Teddybear dengan bubur.
"Buang sampah."
Jawabku sambil keluar dari pintu dapur.

Malam begitu dingin. Sebentar lagi musim gugur akan tiba. Pohon mulai menguning, dan rumah rumah mulai menutup erat pintu dan jendela. Tapi aku merasakan langkah kaki yang lain sedang membuntutiku.

Dan ia di sana.
Berdiri di bawah lampu taman menampakkan siluet pria veteran yang tinggi besar.

"Elena" panggilnya sambil berjalan memburu ke arahku.
Dan Plaakk. Ia menamparku. Aku terhuyung sejenak,
"Kau pasti mau bertemu Mark si bajingan selingkuhanmu."

"Iya kan?"
"Hey! Sadarlah aku...."

"Apa kalian baik-baik saja." Tanya seorang wanita tua di depan rumahnya yang sudah menyala. Keributan mungkin telah mengganggu istirahat malamnya.

"Maafkan kami Mrs. Morris. Ya kami baik-baik saja." Jawabnya.

"Ayo pulang." Ia mencengkram dan menarikku menuju rumah. Diiringi tatapan iba Mrs.Morris si nenek tua yang hidup sendirian di rumah kecilnya.

Ia melemparkan ku ke lantai dapur.
"Tidakkah kau takut akan dosa?"
Bentakk nya seketika.
"Lihatlah Kevin." Ia menunjjuk boneka Teddybear yang belepotan kentang tumbuk dan susu. "Nafsu makannya menurun. Semua akibat ulahmu. Kau jadi ibu yang buruk, kau adalah wanita yang tak ber-Tuhan."

Ia menggendong boneka itu dan membawanya ke kamar.

Aku hanya merapatkan tubuhku di dinding dapur. Meratapi nasib seperti ini, entah sampai kapan ia akan terjebak dengan masa lalunya.

Tak lama ia kemudian turun. Menatapku dengan wajah datar karena aku berada meringkuk di lantai.
"Apakah dia sudah tidur." Tanyaku berpura-pura.
"Ya, saatnya kau menjelaskan padaku mengapa kau mendadak pergi."
Ia mengeluarkan rantai dari dalam karung
"Oh God." Teriakku, spontan berlari ke ruang tamu.

"Kau tak akan bisa lari dariku Elena." Teriaknya.

Aku bisa saja melompat dari jendela dan kabur menuju rumah nenek, atau ke gereja, dimana Pastur Smith selalu membuka pintunya untuk menolongku.
Tapi aku sudah muak. Hidup yang selama ini ku jalani tak lebih buruk dari kematian.

Perlahan semua itu hening.
"David." Katanya perlahan, matanya menunjukkan penyesalan.
"Sekarang kau mengenaliku?"
"Yah. Maafkan aku."
Ucapnya. Dan ia mulai tertidur. Dosis obat serangga itu cukup untuk membuatnya tidur dalam waktu yang cukup lama.

Semua ini bermula saat minggu 13 November 1954, ibu yang pulang bekerja tewas terlindas truk di pertigaan jalan gereja. Dua hari kemudian, jasadnya di kebumikan di sebelah makam Kevin. Kakakku yang meninggal saat umur 4 tahun karena Tuberculousis.  Dan sejak saat itu ingatan ayah selalu terjebak di masa ia masih memiliki kakakku sebagai bayi. Kadang ia menganggapku sebagai Elena istrinya dan memperlakukanku seperti istrinya selama beberapa hari, kadang ia kembali dan mengenaliku sebagai David, anak keduanya yang berusia 20 tahun.
Bertahun-tahun berlalu. Aku harus berkerja di sebagai baker roti dan meninggalkan bangku sekolah karena kondisi ayahku. Aku membencinya yang selalu terjebak dengan masa lalunya.

Kriinnnggg. Telepon rumah berdering.

"Hallo."
"David apakah kamu baik-baik saja."
Suara Mrs. Morris dari jauh.
"Maaf aku menelpon terlalu pagi, semoga aku tak mengganggu tidurmu. Semoga kau baik-baik saja. Aku khawatir dengan keadaanmu sampai terjaga sepanjang malam."

"Yah hanya sebuah insiden. Aku baik-baik saja."
"Bagaimana Nikola?"
"Dia sudah tenang."

Aku melihat empat buah ember berisi debu. Dan oven yang masih menyala beruara gemeretak. Tinggal satu ember lagi yang berisi potongan tungkai dan telapak kaki.

"Apa yang kau lakukan padanya?"

"Aku memberinya obat tidur, Mrs.Morris."
"Oh baiklah. Syukurlah. Hubungi aku jika perlu sesuatu, lewatlah pintu dapur, aku tak pernah menguncinya jika ia kembali marah padamu."

"Baik. Selamat tidur Mrs. Morris."

Aku menutup telponnya.
Dan mengeluarkan abu ke lima dan memasukkan ember ke enam. Yah, aku memberinya obat tidur dan memotongnya menjadi cincangan seperti daging babi. Aku mengkremasinya agar ia tak menjadi hantu. Kata orang Skandinavia orang jahat akan jadi hantu jika mati, dan aku percaya itu. Esok, aku akan membawanya ke Gereja untuk medoakan arwahnya. Lalu aku akan menanam bunga mawar dengan abunya. Sehingga jika aku lupa menaburkan bunga di kuburannya ia bisa melakukannya sendiri.

Aku sangat membencinya.

LATE NIGHTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang