Mom

0 0 0
                                    

"Semoga Tuhan memelihara kita dari kelaparan."
Seru Ibu mengakhiri doanya. Dan makan malam itu di mulai.

Dua buah roti gandum, saus tomat sisa kemarin dan sup daging cincang menjadi menu makanan kami sekeluarga sore ini.

Jam 8.40 malam, siluet matahari baru akan tenggelam di ujung dermaga pelabuhan tergambar jelas dari bingkai jendela. Kami hanya berlima, kakek, nenek, ibu dan kakak laki-lakiku Alvin.

Setelah makan malam, aku segera berterimakasih pada ibu yang telah memasak hari ini dan naik ke atas kamarku. Dan seperti biasa, ia selalu meletakkan sepiring makanan sisa beserta segelas susu hangat di depan cermin, berdampingan dengan foto mendiang ayah. Begitulah tradisi yang Ibu bawa dari kampungnya, di wilayah selatan. Mereka mempercayai jika mereka yang telah mati akan pulang sebelum masa panen untuk membantu mengerjakan ladang di malam hari. Tapi bagiku itu hanya hal yang bodoh, dan aku selalu tahu, nenek adalah satu-satunya orang yang mencuri makanan persembahan Ibu di altarnya. Ia menggantinya dengan piring dan gelas yang sama setiap hari. Nenek selalu bilang jika ibu tak pernah menyediakan makanan yang cukup di meja makan.

Tapi aku membiarkannya. Tak perduli juga.

Malam ini aku mengurung diri di kamarku sambil membaca book of thief di tanganku. Lalu Alvin perlahan datang dan bergabung denganku.

"Hey, apakah kau tau mama sedikit aneh akhir-akhir ini?"

"Aneh?"

"Ya, sejak ia sering aktif masuk dalam koloninya di selatan lagi."

Aku menggeleng.

"Kau tahu, waktu itu mama membawa nenek dan kakek ke kamarnya dan meminta mereka mengakui kesalahan."

"Mengakui?" Ulangku.

"Ya, seperti pengakuan dosa, dan mama menjadi hakimnya. Mama diam-diam tahu jika nenek dan kakek mengambil makanan persembahannya untuk ayah."

"Kurasa itu lebih baik daripada makanan itu menjadi basi." Sahutku

"Dan setelah mereka mengaku, mama mengoleskan abu perapian ke wajah mereka sebagai tanda pengakuan dan di murnikan, lalu mama mendoakan mereka."

Klekk, pintu kamar dibuka oleh Ibu.

"Ternyata anak-anakku sudah pandai membicarakan ibunya."

Kami bertiga terdiam.

"Alvin, pergi ke kamarmu dan ucapkan selamat malam pada adikmu."

Alvin menurut dan pergi dari kamarku.
Mom mematikan lampu kamarku.

"Tidurlah." Bentaknya.

Aku menurut dan merebahkan diri menatap langit malam yang menampilkan rasi bintang orion dari jendela kamarku. Perlahan mataku mulai berat dan menguap, tak lama aku tertidur.

***

Aku terbangun setelah kurasakan guncangan di ranjang terjadi beberapa kali. Awalnya ku kira itu gempa bumi, tapi ternyata ibu sedang membangunkan ku dengan menggoyangkan ranjang.

"Bangun dan ikut ke ladang."

"Apa?"

"Ayo cepatlah." Mama masih menggunakan gaun tidur putih satinnya , menenteng lentera dan membawaku ke tengah ladang.
Di sana sudah ada nenek, kakek , dan Alvin sedang berlutut di tengah ladang jagung yang sudah di panen.

"Berlututlah Caleb."
Perintahnya.

Mama terlihat berbeda, wajahnya mengeras dan rambutnya acak-acakan.

Ia membawa serta kambing hitam jantan di peternakan bersama kami ke ladang. Mengikatnya pada tiang kayu dan kami berempat sekarang duduk berlutut di hadapan kambing itu.

LATE NIGHTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang