Subuh sudah menjelang Mak Sumi dengan bak penuh cucian kotor bergegas menuju satu-satunya sumur bor di kampung.
Saat musim kemarau seperti ini kebanyakan sumur di kampung mengering, atau kalau tidak airnya akan keruh dan tak mampu di gunakan secara langsung, harus di endapkan di wadah agar campuran tanahnya turun baru bisa di tiriskan dan di pakai.
Satu-satunya harapan warga adalah sumur bor di belakang hutan bambu yang terkenal angker itu.
Yang menjadi angker bukan sumurnya, sumur itu baru dibangun tahun 1970-an akhir oleh pemerintah, tapi hutan bambu itu banyak yang mengatakan adalah kuburan simpatisan PKI yang di eksekusi mati dan dipendam seperti mayat kucing dilahan itu, lalu diatasnya ditanam bibit bambu yang semakin rindang dan lebat hingga kini.Banyak cerita seram berkembang tak menyurutkan langkah Mak Sumi, sebelum siang dan sumur itu ramai oleh orang-orang mencari air ia sudah mendahului untuk mencuci baju di sumur, cerita hantu baginya hanya kabar burung tak membuatnya gentar sedikitpun. Meski gelap gulita ia dengan sigap menimba air dengan kerekan dan timba untuk di tuang dan mulai mengucek pakaian kotornya.
Sayup-sayup suara tarhim terdengar dari masjid, hanya sekitar satu jam lagi waktu subuh akan tiba, Mak Sumi berkata dalam hati ingin sekalian mandi mumpung gelap juga tak ada yang lihat, daripada bawa air pulang lagi berat-berat.
Bluuuk...
Dari suatu tempat terdengar suara benda jatuh.
"Kelapa ya?"
Mak Sumi memicingkan matanya area dekat tiga buah pohon kelapa, di antara lebar daun talas yang rimbun di bawah.Sreek ,, sreeek ,, sreek..
Terdengar suara langkah kaki.
"Pak subandrio ya, mau ambil wudhu pak, mau ke masjid, ini Mak Sumi datang aja kesini pak, gausah malu saya berpakaian kok."
Ucapnya lantang berteriak pada kegelapan.Blukk.. suara kelapa jatuh lagi.
Karena tak ada jawaban Mak Sumi akhrinya menyorotkan senter ke arah bambu.
Tapi tak ada orang.Sreek.. sreek..
"Siapa sih?"
Ia jengkel lalu mencuci tangan dan beranjak mencari sumber suara.
Bluukk..
Ada kelapa jatuh lagi.Mak Sumi mendekat pohon kelapa , mencari buahnya yang jatuh, ia pikir lumayan buat bikin santan di rumah kalau kelapa tua yang jatuh.
Tapi dari arah yang berlawanan muncul tubuh seseorang berjalan pelan menuju ke arahnya.
"Ah pak Subandrio beneran ya.."
Mak Sumi mengarahkan senternya agar pak Subandrio tak tersandung.
Ternyata bukan. Ia adalah pria bertubuh tinggi memakai baju lengan panjang dan celana panjang putih kuning gading setelan dengan wajah yang asing.
"Lhoo.. tak kiro pak bandrio.."
Pria itu berjalan beberapa langkah dan
BluuukkkKepalanya jatuh ke tanah menggelinding. Ia lalu berjongkok jongkok mengais tanah mencari kepalanya, saat menemukannya ia memasang lagi pada lehernya yang membusuk, tapi terbalik, wajahnya menghadap ke arah punggungnya.
Ia memutar kepalanya agar betul posisinya. Lalu berjalan lagi,tapi belum tiga langkah sudah jatuh lagi, kepalany kini malah menggelinding jauh di dekat Mak Sumi.
"Aaaaa....." Mak Sumi berteriak lantang sambil berlari terbirit-birit.
Beberapa orang tampaknya mendengar teriakannya , ada sekitar 5 orang menunggunya di jalan keluar kebun bambu tepat di depan sekolah SD.
"Ya Alloh Mas, enek glundung kecek neng kono!"
(Ya Tuhan mas, ada hantu kepala di sana)
Kata mak Sumi pada beberapa orang itu.
"Teng pundi Buk? " Tanya salah seorang dari mereka, tapi suara itu berasal dari bawah.
Mak Sumi menengok dua buah kepala berada disana tersenyum padanya. Dua pri didepannya ternyata tak berkepala, sementara yang lainnya ada yang lehernya dijerat tali banyak luka bacokan dan wajah yang membusuk.Mak Sumi kehilangan kesadaran ia baru ingat saat warga membawanya ke masjid terdekat dan hari sudah pagi. Sejak saat itu warga bergotong royong membongkar tanah di sekitaran sumur untuk mencari sisa mayat yang dimakamkan ilegal untuk dikebumikan secara layak agar kejadian serupa tak terjadi lagi.
-THE END-