DI RUMAH NENEKNenekku, Marsipah 62 tahun. Beliau dulunya adalah seorang ahli bedah di salah satu rumah sakit swasta di kotaku. Tapi sudah 3 tahun terakhir ia pensiun dari pekerjaannya dan berdiam di rumah. Kegiatannya saat ini adalah membuat tanaman bonsai yang sudah hobinya sejak masih muda namun harus terhenti karena karir di dunia kesehatan yang menuntut pikiran dan tenaga harus di fokuskan kesana.
3 tahun sejak pensiun, nenek menunjukkan gejala gangguan mental. Ia sering mengigau sejak malam dan berbicara sendiri. Menurut Tante Melani kebiasaan ini sudah terjadi sejak sepuluh tahun yang lalu, tatkala nenek gagal melakukan operasi pengangkatan tumor di perut seorang anak perempuan berumur 12 tahun. Menurut cerita tante, ini terjadi karena nenek yang salah dalam menjalankan prosedur operasi hingga mengakibatkan kematian pada pasien. Namun, pihak rumah sakit merahasiakan kejadian itu, mereka mengatakan pada orang tua si anak jika terjadi komplikasi dan gagal jantung pada anaknya, mereka sengaja melakukan kebohongan semata-mata demi reputasi rumah sakit dan yayasan. Namun tidak dengan nenek, hal ini membuat jiwa pengabdian dan kebanggaannya sebagai tenaga kesehatan runtuh, sore itu ia pulang dan menangis sepanjang malam, ia menyalahkan dan mengutuk dirinya sendiri yang harus tutup mulut dan ikut berbohong.
Konon, pihak rumah sakit mengancam akan memecat nenek jika buka mulut, dan akan menyebarkan informasi pada seluruh jaringan rumah sakit di kota dan daerah sekitar agar nenek tak lagi mendapat pekerjaan. Jadi dengan terpaksa harus tetap tutup mulut, karena kakek yang mengalami gagal ginjal dan harus cuci darah setiap Minggu, belum lagi anak pertamanya Om Herman yang kala itu terlilit hutang akibat investasi bodong memerlukan uluran tangannya. Meski hari-harinya penuh penolakan akibat tindakannya ia tetap berkerja, dan seiring berjalan waktu dampak psikis mulai terasa dan perubahan perilaku nenek semakin nampak.
Mulai dari emosi tidak terkontrol, sering marah dan menangis tiba-tiba. Dan dua tahun kemudian ditambah dengan kakek pergi untuk selamanya. Sejak saat itu, Tante Melani memutuskan untuk pulang dari Jepang untuk menemani ibunya di usia senja.
Saat Ia datang, ia terkejut dengan sifat ibunya yang tempramen yang sering marah. Sampai suatu hari, ia berhasil membuatnya duduk dan menceritakan pengalaman 10 tahun yang lalu.
"Apa gak sebaiknya ke psikiater Tan?"
Tanyaku.
"Pernah, tapi nenek malah bentak tante dan nangis katanya gini 'sekarang anakku menganggap aku gila' tante jadi gak bisa ngomong apa-apa."
Jawab Tante Melani sambil mendesah penuh ke khawatiran.Saat ini aku sedang duduk di teras, melihat nenek sedang mengutak-atik tanaman di kebun kecil buatannya yang penuh anggrek dan bonsai. Entah halusinasi atau bukan, aku melihat wajah nenek menatap geram ke arah kami dari pantulan kaca spion mobil, seolah ia tahu sedang menjadi bahan obrolan kami.
Tapi aku tak terlalu memikirkannya.
Sore harinya, nenek di bawa untuk jalan-jalan ke taman. Aku bersantai sejenak sambil mencari buku bacaan di ruang tengah, tanpa sengaja aku menemukan sebuah teddy bear yang perutnya kempes dan terdapat bekas jahitan. Aku penasaran dan membukanya, di dalamnya terdapat sebuah alat seperti selang kecil yang tembus hingga ke leher."Apa nenek pelakunya?" Pikirku.
Aku menggeledah setiap laci, dan ku temukan sebuah gunting, cutter, alat perban, jarum pemintal dan benang di dalam kotak papan catur yang di cat merah bentuk (+) seperti kotak P3K.
Aku iseng dan membuka lemari bawah. Terdapat sebuah boneka katak yang bagian badannya di berikan sambungan tangan dari mainan plastik spiderman.
Aku melihat ke atas. Di tempat ini teradapat CCTV.
Aku langsung bergegas menuju kamar Tante, dan melihat rekaman CCTV.
Dan benar saja, nenek yang melakukannya. Itu sudah terjadi 4 bulan yang lalu. Nenek membawa boneka di ruang tamu dan membuatnya seperti saat operasi, menidurkan mereka di meja, menggunakan senter sebagai lampu dan mulai bermain-main seolah masih bekerja dulu.