Waktu terus bergulir begitu lambat menurut Sania, wanita cantik itu sudah terlampau merindukan sang putra. Benar, Sania sudah kembali dan sudah ada di rumahnya, setelah menghabiskan dua Minggu waktunya berada di Palembang.
Suara motor Alva terdengar memasuki perumahan, di susul anak itu yang membuka pintu dan lari ke arahnya, "Jangan lari!" Ujar Sania
"Bunda .. " Panggilnya dan memeluk Sania saat sampai di hadapan bundanya
"Apasih sayang?" Tanya Sania
Alva melepaskan pelukannya. "Emang bunda gak kangen sama aku apa?" Protesnya
"Enggak." Jawab Sania, padahal hatinya mati-matian menahan rindu tidak bertemu dengan sang putra
Anak itu mengerucut, "Masa?"
Sania menggiring dua anak yang baru pulang sekolah itu masuk ke dalam, menyuruhnya berganti pakaian lalu makan.
"Alva? Ada sakit gak sayang, selama bunda tinggal?" Tanya Sania, anak itu menggeleng
"Bohong, Alva masuk rumah sakit sekali." Ujar Ayu yang berjalan ke arah mereka bertiga
"Enggak, Oma yang bohong, bunda! Bunda jangan percaya!"
Sania menatapnya lelah, "Bunda lebih percaya ke Oma-mu." Ujar Sania, "Kenapa bisa masuk rumah sakit?" Tanyanya kali ini
"Gak papa." Jawab Alva
"Kena bola. Pas kamu telfon jam sepuluhan itu, Alva kena bola pas latihan di sekolahannya, jam sebelas kurang temennya kesini kasih tau mama, kalau Alva di bawa ke rumah sakit. Menurut penjelasan Dokter-nya kebentur keras banget, dadanya juga sampe memar merah gelap, terus suka nyeri tiba-tiba, dan bikin nafasnya gak normal, Alva perlu normalin nafasnya tiga hari di rumah sakit, disana di pasangi oksigen di hidungnya tiga hari tidak boleh di lepas." Ujar Ayu menjelaskan
"Bohong bunda .."
Sania menatapnya, "Berapa kali bunda bilang sih, kalau ada apa-apa sama kamu bilang ke bunda, bilang nak .. Bunda itu gak mau kamu kenapa-napa, bunda mau kamu sehat lagi, jangan sembunyiin apa yang kamu rasakan, tolong lebih terbuka sama bunda, bunda ini bunda kamu, bukan orang lain!" Ujar Sania menahan rasa emosionalnya
Anak itu diam menunduk, Sania beralih ke Ayu. "Lalu mama kenapa gak bilang, Ma? Mama juga sembunyiin keadaan Alva dari aku, Alva itu anakku loh Ma, aku harus tau!" Ujar Sania dengan air mata yang sudah jatuh, pantas saja waktu itu perasaannya gak karuan, ternyata emang hal buruk menimpa putranya
"Alva yang larang Mama, yang Mama khawatirin kalo Mama tetap bilang ke kamu Alva malah menurun keadaannya."
"Lain kali bilang, apapun itu jangan pernah sembunyiin dari bunda. Bunda mana tau sih nak, kalau kamunya sendiri gak bilang .. katanya mau sembuh kayak dulu lagi, tapi kamunya tertutup sama bunda, kalau kamu tahan sendiri rasa sakit itu, kamu akan terus sakit, bisa semakin parah dan tidak bisa di sembuhkan kalau sudah merambat ke jantung lemah. Karena sudah seperti bawaan, sedangkan kamu tidak. Kamu bisa sembuh asal stop semua yang di larang." Anak itu hanya mengangguk
"Del? Ada yang di sembunyiin gak? Mungkin selama sama kamu di rumah?" Tanya Sania mengoreksi adik bungsunya
Dela menggeleng, "Tapi waktu itu Alva emang sakit .. " Ujar-nya menatap Alva
"Kapan?!" Protes Alva, Sania meliriknya tajam, menyuruhnya diam
"Lanjutkan, Del." Ujar Sania
"Tapi sebelum kakak ke Palembang, hari pertama aku masuk sekolah kalau gak salah, pulang sekolah hujan deras, kita emang udah neduh, tapi kita terobos saat hujannya gak sederas sebelumnya. Di tambah dari rumah, Alva langsung keramas." Ujar Dela
KAMU SEDANG MEMBACA
Surrenders
Teen FictionDeskripsi? Tidak ada. Datanglah, siapa tau membuatmu betah. #sickstoryarea Jangan salah lapak, berakhir menghujat.