.
.
.
.
Sudah satu minggu berlalu semenjak kejadian memalukan itu terjadi. Natan masih enggan untuk bertemu dengan Aamon. Rasanya ia akan mati karena malu. Natan bahkan tidak sanggup membalas pesan Aamon terakhir kali, biarkan saja ini menjadi kesalahanpahaman.
Natan merasa malu hingga tidak bisa menjelaskan apapun, mengingat itu adalah kesan pertamanya untuk Aamon. Ia sudah berusaha meminta tolong kepada Gusion untuk menjelaskan nya, namun anak nakal itu justru menyuruh nya untuk menjelaskan sendiri.
Semakin ia berusaha menghindari Aamon justru semakin banyak momen dimana mereka akan bertemu. Entah ini ketidaksengajaan atau memang di rencanakan oleh remaja bersurai putih itu.
Seperti kali ini. Natan, Gusion, Ling dan Granger tengah menunggu pesanan mereka di kantin. Namun sepertinya semesta selalu berusaha mempertemukannya dengan Aamon.
Gusion, "Kakak!"
Natan menengguk ludahnya sendiri. Ia berusaha mengalihkan pandangannya saat tanpa sengaja melakukan kontak mata dengan Aamon.
"Jangan mendekat, jangan mendekat!" batin Natan berteriak.
Aamon, "Hai."
"Gusion bodoh!" sang empu masih sibuk bergelut dengan pikirannya sendiri hingga ia tidak sadar kini Aamon tengah duduk bersebelahan dengannya.
Remaja bersurai putih itu menatap Natan dengan seksama. Ia melihat kacamata yang digunakan Natan sedikit miring, oleh karena itu Aamon membenarkan kacamatanya hingga sang empu tersadar dari lamunannya.
Natan, "Terimakasih." ucapnya gugup.
Gusion, Ling dan Granger tengah merencanakan hal besar tanpa Natan ketahui. Mereka berencana menjodohkan Aamon dengan Natan. Karena bagi mereka, Aamon tidak kalah keren dari Xavier. Dia tampan, tinggi, cukup kaya, dan besar– tubuhnya. Sepertinya akan cocok dengan Natan yang polos walau sedikit bodoh.
"Oh ya ampun aku harus pergi! Aku lupa ada urusan dengan pak Hanzo!" ujar Gusion.
Granger, "Astaga! Aku dan Ling juga harus bertemu dengan Beatrix. Maaf Natan kami pergi dulu!"
Natan, "Apa–"
Gusion, "Nikmati makan siang kalian!" ujar Gusion seraya menarik lengan Granger dan Ling.
Kini suasana dimeja makan itu terasa sangat canggung. Natan menyantap makanannya lebih lambat karena sedikit gugup.
Aamon tidak tahan dengan keheningan ini. Melihat lawan bicaranya tidak memiliki niat untuk berbicara akhirnya ia lah yang memulai pembicaraan, "Apa makannya tidak enak? Aku akan memesankan yang lain."
Natan, "Tidak! Aku suka makanannya, aku hanya sedikit canggung saat ini."
Karena terlalu gugup tanpa sengaja Natan justru berterus terang. Untuk saat ini rasanya ia ingin segera menghilang dari permukaan bumi.
Aamon memerhatikan gerak gerik Natan dengan seksama. Bahkan ia merespon saat Natan menggigit bibir bawahnya karena gugup. Aamon mengulas senyum di wajahnya, ia rasa Natan cukup manis.
Aamon, "Mengapa? Apa karena kejadian minggu–"
Ucapan Aamon berhenti di udara ketika tangan Natan mencoba untuk membungkam mulutnya, "Suhtt! Aku bisa jelaskan." ucap Natan dengan cepat.
Wajah Natan berubah menjadi merah, bahkan telinganya juga memerah. "Itu karena ulah adikmu, Gusion. Dia yang mengirim pesan itu."
Aamon menghela nafasnya, "Ah aku kecewa."
KAMU SEDANG MEMBACA
[BL] VESPERTINE
FantasyNatan bertekad untuk tidak membuka hati lagi setelah hubungannya dengan sang kekasih berakhir. Bagai pisau yang tertancap ribuan kali di tempat yang sama Natan harus menerima kenyataan bahwa kekasihnya -, Ah, maksudku masa lalunya lebih memilih oran...