.
.
.
.
Aamon mencengkram kuat lengan Floryn hingga sang empu meringis kesakitan, "Aamon lepas!" pintanya.
Namun sayang Aamon tidak mendengarkannya, Ia menyeret Floryn hingga ke seberang jalan.
Setelah sampai di dekat gang yang sepi Aamon melepaskan cengkramannya, Floryn pun bisa bernapas lega. "Kau kasar sekali!" protes Floryn lagi.
Bukannya menanggapi kekesalan Floryn. Aamon menatap wanita yang jauh lebih kecil dari nya dengan mata yang tajam. Floryn menyadari situasi ini tidak aman untuknya, Ia mengambil dua langkah untuk mundur. "Katakan yang ingin kau katakan, Aamon."
Aamon menghela nafasnya kasar, "Floryn. Aku menghargaimu karena kau adik temanku, bukan berarti kau bisa berbicara omong kosong didepan teman temanku."
Floryn memalingkan wajahnya enggan menatap Aamon, "Apa yang omong kosong? Bukan kah yang aku katakan benar? Kurasa bibi sudah mengatakannya padamu. Aku hanya melakukan yang sudah menjadi tugasku."
"Apa ibu ku yang menyuruhmu?" tanya Aamon memastikan.
Floryn mengigit bibir bawahnya, lalu mencengkram rok pendeknya, "Bibi Valentina dan ibu yang memintaku untuk mengakui itu didepan teman temanmu. Lagipula, jangan menghormati ku karena aku adik kak Benedetta!"
Aamon menahan amarahnya, "Tch! Aku akan bicara pada kakak dan ibu mu nanti. Sekarang kau pulang lah."
Floryn membalikan tubuhnya hendak pergi, namun Aamon menahan lengannya, "Kau mau kemana malam malam begini?"
Floryn, "Kau yang menyuruhku pulang, ingat?"
Aamon, "Aku akan memesankan mu Taxi."
Gadis itu menepis lengan Aamon dengan kasar lalu melirik tak suka kearah pria yang lebih tinggi darinya, "Maaf tuan Paxley. Aku tidak semanja yang kau pikirkan." ucapnya karena tersinggung.
Setelah mengatakan itu Floryn pun meninggalkan Aamon yang masih terlihat kesal. Aamon tak menyangka penolakan nya kala itu tak berarti apa apa dimata ibunya, satu satunya yang bisa Ia pikiran saat ini adalah bicara dengan ibunya, Valentina.
Segera mungkin Aamon mendatangi Natan dengan niat untuk mengajaknya pulang. Namun karena Natan yang bersikeras untuk menetap membuat Aamon tersulut emosi. Ia tidak berniat untuk marah bahkan membentak Natan, hanya saja saat itu keadaan membuat nya melakukan hal itu diluar kendalinya.
Aamon sangat menyesali perbuatannya. Ia takut Natan akan takut dan menjauhi nya, membayangkan nya saja sudah membuat Aamon tak berdaya. Sayangnya Ia tidak bisa berbuat apa apa selain memberikan waktu, dan mengingat kembali ada hal penting yang harus Ia selesaikan sesegera mungkin.
• • ━━━━━━ ⛧ ━━━━━━ • •
Dengan langkah yang lebar Aamon menginjakkan kakinya di mansion milik Valentina. Ia tidak bisa memikirkan apapun untuk saat ini, Ia bahkan mengabaikan para pelayan termasuk Leomord yang menyapanya di gerbang beberapa saat lalu.Kakinya berhenti tepat di depan pintu yang dulu sangat Ia hindari. Dengan langkah berat Aamon memaksa masuk tanpa mengucapkan sepatah katapun dan menjumpai Valentina yang sepertinya sudah menduga kehadirannya.
"Ada perlu apa anakku?" tanya Valentina yang sedang duduk di atas kursi kebanggaannya.
Aamon mengepal erat. "Hentikan ini. Aku tidak menyukainya."
KAMU SEDANG MEMBACA
[BL] VESPERTINE
FantasyNatan bertekad untuk tidak membuka hati lagi setelah hubungannya dengan sang kekasih berakhir. Bagai pisau yang tertancap ribuan kali di tempat yang sama Natan harus menerima kenyataan bahwa kekasihnya -, Ah, maksudku masa lalunya lebih memilih oran...