˚⊱RTS: [13] Pt.2⊰˚

2.8K 52 15
                                    

Cerita ini hanya fiktif belaka

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Cerita ini hanya fiktif belaka. Mohon kepada readers untuk memetik hikmahnya, dan jangan ditiru buruknya. Sebelum membaca follow dulu, yuk. Jangan lupa vote dan komen.

"Tunggu, ada yang beda dari lo

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Tunggu, ada yang beda dari lo. Gue ngerasa lo beda, Lexa." Sela Rania sambil mengobservasi Alexa. Atensi mereka tertuju pada Alexa yang melebarkan pupilnya begitu ucapan Rania mendapatkan atensi dari semua penghuni ruangan.

"Apa karena, Al?" terka Rania dibarengi senyumannya membuat Alexa sadar dan tersipu malu. Alih-alih ia tersipu malu, segera ia menyangkalnya.

"Apaan, sih,"

Gadis itu berusaha menunjukkan sisi dinginnya, tapi siluet yang biasa membungkus dirinya itu hilang seketika. Sementara Alvarez tidak henti-hentinya tersenyum lebar melihat visual Alexa yang tersipu malu.

"Coba aja wajah lo kayak gini pas waktu gue ajak setiap beli bakso, pasti orang-orang klepek-klepek sama lo!" seloroh Valina begitu melihat cowok itu masih menampilkan senyuman lebar yang menampilkan deretan giginya yang rapi. Sementara Alexa tampak memperhatikan interaksi mereka berdua.

"Kayaknya Valina, deh." Gumam Alexa sambil mengerutkan keningnya sekilas.

Alvarez hanya terdiam sambil menyugar rambutnya tanpa menimpal ucapan Alista. Sekarang ia berusaha untuk mengalihkan topik mereka, "Udah obatin aja luka Alexa, berisik." interupsi Alvarez sambil melihat jam di loockscreen ponselnya.

Rania terlihat setuju, tangan gadis itu mulai merangkul bahu Alexa. "Mami gue ada di rumah, ayo ikut gue."

"Dia pasti lebih tau luka lo, takut infeksi." Jelas Rania. Tapi hal itu membuat Alvarez tertawa dan seolah mencibir Rania.

"Tahu apa lo tentang infeksi, tanda-tandanya aja emang lo tahu?" ucap Alvarez yang tidak henti-hentinya tergelak tawanya.

Segera gadis itu berdiri dan menepuk pelan bahu Alvarez, "Walaupun gue bukan kutu buku kayak elo, tapi gue tahu." Santai Rania, walaupun gestur tubuhnya menunjukkan ingin memukul cowok itu.

"Santai, Ra. Nanti hormon adrenalinnya meningkat," tawa Alvarez mulai membuat Rania kesal. Alih-alih gadis itu membalasnya, lebih baik ia pergi menjauh.

Rewrite the StarsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang