˚⊱RTS: [23] I'm Safe With You⊰˚

3.4K 358 158
                                    

Cerita ini hanya fiktif belaka

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Cerita ini hanya fiktif belaka. Mohon kepada readers untuk memetik hikmahnya, dan jangan ditiru buruknya. Sebelum membaca follow dulu, yuk. Jangan lupa vote dan komen.

Ayunan langkah gadis itu membuat mereka sibuk memusatkan seluruh atensi untuk mengobservasi setiap gestur yang ditampilkan dengan tatapan sinis

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ayunan langkah gadis itu membuat mereka sibuk memusatkan seluruh atensi untuk mengobservasi setiap gestur yang ditampilkan dengan tatapan sinis. Rumah ini, seolah di jadikan venue untuk mengunjingnya. Keheningan semakin dibuat secara nyata. Hanya mata mereka yang saling bicara. Mau dinilai secara landscape maupun portrait mereka tetap sama, menganut paham untuk membenci Alexa yang faktanya masih terkesan semu.

"Kamu masih belum dianggap ada. Bisa, 'kan makan lagi di dapur?"

Margatha lantas bersuara dengan entengnya pada gadis yang terlihat mendekat ke arah mereka. Margatha bertingkah seakan tidak peduli dengan kalimatnya. Tangannya hanya sibuk memotong makanan yang ada di piring dengan pisau dan garpu saling beradu.

Alexa berhenti tepat digaris itu. Sebelum melewati garis yang lebih bertendensi pada ketidakadilan.
"Emang kapan gue dianggap ada selama dua tahun ini?" gumam Alexa mulai menegakkan punggungnya di belakang kursi meja makan yang seharusnya menjadi tempatnya.

Mereka terlihat mulai bergeming ketika gadis itu belum bergerak pergi meninggalkan ruang makan. Lagi-lagi Alexa mendapati sorot mata yang diselimuti lensa coklat itu. Bibirnya refleks mengurai senyum tipisnya sekilas memikirkan ketimpangan peraturan pada keluarganya yang selalu menggembar-gemborkan deviasi. Sekarang, ia mulai mendengarkan ucapan Margatha di awal—menuju dapur.

Langkah Alexa terhenti total ketika suara itu mengakhiri patriannya untuk bertransisi ke tempat yang ia incar. Lantas, tatapan penuh derita dari sorot mata Alexa mendapat sentimen negatif dari mereka.

Netranya menangkap lagi mereka saling berbisik dan sedikit tertawa. Mungkin, harusnya itu tatapan Nazela bukan Alexa yang harus menggunakannya.

"Gimana kasus kamu? Udah dapet bukti?"

Pertanyaan itu mengalir dari mulut Margatha, secara signifikan membuat visualnya menghadap kembali ke arah suara itu. Sementara tangan Alexa kini meremas kuat baju kemejanya dan masih mematung sempurna mendengarkan beoan dari Margatha.

Rewrite the StarsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang