Bagian 11

189 43 12
                                    

Begitu langit menjadi terang, Seokjin bergegas pergi ke rumah Dita dengan mobil usang miliknya.

Pemandangan Mension terasa sangat kontras dengan mobilnya.

Dia menghela nafas panjang. Kurasa aku harus bekerja lebih keras agar setidaknya Dita tidak akan kekurangan apapun. Atau mereka tetap layak untuk bersama.

Hodong salah satu kepala pelayan sudah menunggunya. Begitu Seokjin keluar dari mobil, dia bergegas untuk menyambut.

"Tuan Kim, selamat datang di kediaman tua Kim." sambut Hodong memberinya senyuman terbaik.

Seokjin menatap Hodong dengan canggung. "Bagaimana aku harus memanggil mu?"

Hodong membungkuk kan tubuhnya, begitu saleh. "Aku Hodong. Kepala pelayan di Mension ini. Jangan sungkan untuk meminta bantuan dariku." ujar Hodong.

"Paman Hodong, senang bertemu denganmu." kata Seokjin jelas sangat rumah juga tulus.

Dia adalah pria berikutnya. Pria yang akan menjadi kepala keluarga Kim. Visi misi terlihat lebih tulus dan lurus secara alami Hodong meletakkan hati suka kepada Seokjin. Dia membawanya memimpin. Menggiring Seokjin ke jaman yang sudah di persiapan oleh Nyonya nya.

Rumah Kim begitu besar dan besar. Kamu memerlukan banyak usaha membuka kakimu saat hendak pergi dari ruang utama ke rumah makan mereka.

Setiap pemandangan adalah dollar. Tidak pasti berapa nominal yang bisa kita keruk dari pilar-pilar saja. Setiap hiasan, setiap dinding adalah uang. Sekali lagi Seokjin menghela nafas panjang. "Dia terlalu kayak."

Itu adalah pemandangan yang dilihat oleh Hodong. Seokjin mendesah, frustasi atas kesenjangan sosial yang terlalu kentara.

"Tidak apa-apa. Nona kami sangat bijaksana. Dia tidak akan melihatmu dengan rendah." kata Hodong menghibur nya.

Dengan keras Seokjin memaksakan untuk tersenyum setelah Mendengar usaha Hodong untuk menghibur nya.

Di sana, di dalam ruangan itu, Seokjin Mendengar sesuatu yang jarang. Tawa kecil menggemaskan. Apakah itu Haowen?  Apakah itu putranya yang tertawa?

Langkahnya terhenti. Dia memiliki kekhawatiran. Jika aku muncul, apakah putraku akan berhenti tertawa? Jika aku muncul, apakah ibu Dita akan baik-baik saja?

Dia menebak-nebak dengan liar. Hingga dia tidak menyadari bahwa Hodong sudah berada di depan pemilik rumah dan memberikan laporan.

"Apa yang kamu lakukan? Kenapa melamun di sana?" ini bukan Dita yang pergi menemui nya, tetapi ibu Dita, Silla.

Ibu Silla menyambut ku. Dia bahkan secara pribadi menarik tanganku untuk pergi ke ruang makan keluarga.

Haowen menjulurkan kepalanya melewati kursi. Dia terlihat begitu bahagia bahkan lihatlah, baru kali ini aku melihatnya memiliki rona. Hatiku sangat sakit. Kupikir aku telah merawatnya dengan baik tapi nyatanya, dia begitu berbeda saat di rumah megah ini. Apakah itu sangat hidup? Dia hanya anak kecil, bahagia dan bahagia adalah kodratnya. Tetapi kurasa selama hidup denganku, dia harus menjadi lebih dewasa bahkan sebelum aku memintanya.

Ibu mendorong kursi untukku. Agh, betapa bodohnya. Seharunya aku yang melakukan itu untuk ibu mertua ku. Tetapi ini adalah Kunjungan resmi pertama ku. Mendapat sambutan sejenis ini adalah hal yang baru.

"Ayo, makan lebih banyak. Kamu harus lebih tumbuh(gemuk)." ujar Silla membuka piring di depan Seokjin dan mengambil kan banyak makanan enak.

Dia tersenyum canggung. "Terimakasih nyonya Kim." jawab Seokjin tulus.

"Nyonya Kim apa? Setelah orang biro datang, kamu akan menjadi anak ku. Jangan memanggilku dengan sebutkan kosong. Kita ibu dan anak sekarang. Lihatlah (menunjuk Haowen dengan sendok nasi) bola ketan ini milikku. Dia menyebutku nenek dan kamu Nyonya? Apa kamu ingin aku memukuli mu sampai mati."

Kim Nam Gill tertawa Mendengar ketangguhan menantunya. Dan Dita diam-diam merona. Ibu ini keterlaluan, dimana penolakan sebelumnya dan sekarang secara tiba-tiba kalian adalah sekutu?

Ada apa dengan perawatan itu? Seokjin bukan bayi, haruskah dia menjamunya dengan berlebihan?

"Ibu, hentikan. Kamu menakuti Seokjin." ujar Dita menegur ibunya.

Dia menatap Dita tidak senang. "Apa yang salah dengan melayani..."

"Istriku, piring ku bahkan belum di buka." Suho berkata dengan sarkas. Ini terlalu memihak. Dia suaminya tetapi piring di bukan adalah milik Seokjin yang pertama?

Silla menatap piring Suho dengan enggan. "Apakah tanganmu kejang? Lakukan itu sendiri."

Hah!?! Dia suaminya. Apa yang salah dari dia ingin di layani?

"Aku tidak melihat ada masalah dengan tangan Seokjin jadi kenapa kamu merawatnya lebih baik dari aku suamimu?" tegurnya lagi.

Silla mendengus. Dia meletakkan sendok nasi lebih kasar. "Ada apa denganmu? Apa masalah mu? Dia pendatang baru, haruskah kamu begitu kasar?"

"Aku kasar?" Suho berdiri, dia membusungkan dadanya melawan Silla. "Dia merebut perhatian dari wanita ku, tidak bisakah aku marah atau cemburu?"

"Kamu kentut! Sebelum dia datang Apakah kami bahkan perduli jika aku melakukan hal-hal seperti ini?"

Seokjin terus menatap ibu juga ayah Dita bergantian. Dia merasa bersalah atas pertengkaran yang terjadi. Dengan isyarat di wajahnya dia meminta pertolongan dari Dita.

Dita memijat celah diantara kedua alisnya sebelum berdiri dan mengambil sendok nasi, melayani  Seokjin.

"Ibu, berhenti bertengkar dengan ayah. Aku yang akan melayaninya." setelah Dita mengatakan hal itu, Silla kemudian mendengus dan menghempaskan tubuhnya di atas kursi dengan kasar. Namun sesuatu yang tidak di ketahui semua orang adalah tangan Silla dan Suho bertemu di bawah meja.

Ini yang dinamakan kerjasama team. Putrinya wanita lajang yang mati otak. Dia tidak akan tahu bagaimana romantis itu tercinta atau Bagaimana keharmonisan itu terbangun. Dengan ide ini, dia berharap pemikirannya akan terang sang secara perlahan.

Dia wanita, merawat juga melayani suami dan anak adalah bagian mereka para istri. Tetapi putrinya adalah pewaris. Dia juga seorang perintis sejati, akan sulit untuk memahami dunia merah jambu.

"Apakah ada makanan yang dikecualikan?" tanya Dita.

"Tidak. Makanan apapun aku bisa menerimanya. Tapi Haowen tidak bisa dengan kacang merah." jelas Seokjin. Mengingatkan saat dia melihat sup ikan kepala singa memiliki kacang merah di dalam kuah.

Mata Dita terbelalak. "Dia juga?"

"Apa?"

"Kebetulan, aku juga tidak bisa memakan kacang merah." jelasnya tersenyum mencubit pipi Haowen.

Seokjin ikut tersenyum. Kelihatan Dita bisa menerima Haowen dengan baik. Dan putranya yang irit sosial juga tidak memiliki keluhan.

"Aku tidak bisa memakan kacang merah juga udang."

Dita tersedak Mendengar cicitan kecil Haowen.

"Wah, Putriku akan sesak nafas jika memakan udang bahkan tidak untuk kaldu. Dia pernah membuat panik saat secara tidak sengaja memakan sup dengan kalau udang. Itu mengerikan, semua menjadi bengkak dan merah." ujar Silla mengingat cerita di masalalu.

"Jika aku tidak hidup bersama dengan dita sepanjang waktu, mungkin aku akan berpikir dia anakmu." tawa Silla meledak.

"Ibu, itu tidak lucu. Aku tidak memiliki anak, oke!" dengusnya.

pampering my little husbandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang