36

126 26 0
                                    

BnHA © Kohei Horikoshi

36
Janji

Lorong rumah sakit sepi. Ayah dan ibu menunggu di ujung lorong, tampak sedang mengobrol dengan dua petugas polisi yang sedang mendapat shift jaga.

Tahu tidak punya waktu banyak, aku membuka pintu. Aroma obat-obatan dan karbol tercium, samar-samar ada aroma bunga segar. Aku mengerjap dan memandangi sosok yang sedang duduk di ranjang pasien.

Rambut hitam itu agak panjang, menyentuh pundak. Poninya membingkai wajah. Kulitnya tampak semakin pucat dengan baju pasien. Ada beberapa bekas luka baru di tangan dan bekas luka lama di sudut bibir. Sosok itu tampak lebih berotot dari yang kuingat.

"Ryoji-san..." Kupikir suaraku sangat pelan hingga harus mengulangnya, tapi orang itu langsung menoleh sedetik kemudian.

Seringai yang terkesan jahil terpampang. "Sejak kapan kamu memakai san di belakang namaku? Sepertinya kamu belajar sopan santun dengan baik."

"Kaa-san dan Tou-san mengajari dengan baik." jawabku.

Ryoji menarik kursi mendekat ke ranjang, menepuk-nepuknya. Tersenyum kecil, aku duduk dan memandangi sosok yang masih menyeringai.

"Aku masuk UA..."

"Tahu. Aku menonton festival olahraga," kata Ryoji. "Quirkmu seperti ayahmu. Mengendalikan skala besar seperti itu sulit, tapi kamu bahkan tidak tampak kelelahan setelahnya. Itu keren."

"Itu karena latihanmu." sahutku.

Ryoji mengerjap, kebingungan. Dengan antusias yang tidak bisa kutahan, aku menceritakan tentang latihan dengannya yang selalu kuulang. Bela diri. Senjata.

"Tubuhku jadi terlatih karenanya."

"Senang aku meninggalkan sesuatu untukmu." kekeh Ryoji.

Aku tersenyum. "Aku juga masih menyimpam boneka darimu."

"Serius?! Boneka murah itu?!"

Boneka itu masih ada meski sudah kusam. Orang tuaku juga tidak membuangnya karena di awal-awal aku kembali, aku akan selalu terbangun sambil menjerit histeris karena mimpi buruk tanpa boneka itu.

"Lalu, Kaa-san hafal lagu tidurmu itu. Ia suka masuk ke kamarku dan bernyanyi jika ia bosan."

"Memangnya kamu anak kecil?!" ledek Ryoji.

"Ya kan?" Aku mengangguk. "Tou-san bahkan tertawa saat tahu. Aku sempat protes, tapi Kaa-san tetap melakukannya."

Ryoji tertawa, ia berkomentar dan meledek setiap kali aku bercerita. Jujur saja, itu membuatku ingin terus bercerita. Ejekan itu tidak terasa menyakitkan, malah membuatku ingin bersenandung senang.

"Ujian masuknya susah, tapi aku berhasil! Aku ada di kelas A, yang waktu itu terjebak di USJ. Lalu, ada magang... aku memilih di tempat Fragile. Ketika di kasus pengeboman, aku merasa akan mati saat itu! Tapi, aku selamat karena teknik Papa! Sekarang aku bisa menguasainya sedikit! Lalu, insiden Hosu... itu mengerikan tapi aku tidak terpengaruh banyak! Terakhir ada ujian dan sebentar lagi ada kemping musim panas!"

"Aku tidak tahu kamu cerewet." dengus Ryoji.

"Aku akan diam kalau kamu mau..."

Ryoji menggeleng dan tersenyum. "Tidak juga. Ceritakan lagi... Apa kamu punya teman?"

"Punya!"

Topik berubah lagi. Kini aku menceritakan tentang Ran yang menemaniku sejak kecil hingga SMP. Jiro yang dekat denganku. Kaminari yang ekspresif. Teman-teman di kelas 1-A yang unik. Shinso yang menarik rasa penasaranku. Kendo dari kelas sebelah yang tampak baik untuk didekati.

ShadowWhere stories live. Discover now