45

68 15 0
                                    

BnHA © Kohei Horikoshi

45
Selanjutnya Kamu

Aku sangat bersyukur infusku sudah lepas sehingga aku tidak perlu melakukan hal dramatis semacam mencabut infus paksa karena itu akan sangat menyakitkan. Terima kasih pada Ibu yang memaksa untuk membawa beberapa pakaian santai sehingga aku tidak perlu berlarian memasuki markas penjahat seperti seorang pasien yang kabur dari rumah sakit.

"Maaf, aku tidak selama itu, kan?" tanyaku pada Momo yang berdiri di lorong dengan tenang.

Gadis ramah itu menggeleng, "Tidak, kok. Ayo segera turun!"

Mematikan lampu kamar, aku memastikan menutup pintu rapat-rapat sebelum berjalan cepat untuk menyusul Momo yang sudah duluan menuju lift. Selama di lift, aku membenarkan topi berkali-kali berharap dengan putus asa semoga itu cukup mengaburkan pandangan orang terhadap wajahku.

Ketika lift berdenting dan pintu terbuka, kami berjalan cepat untuk bergabung dengan keramaian di depan IGD. Berbaur dengan ibu-ibu yang menemani anak yang menangis keras, beberapa keluarga yang berdua, dan orang-orang yang menanti obat mereka keluar.

Mataku menangkap Midoriya dengan perban melilit keningnya. Dia memasang wajah tegar dan memang selalu seperti itu. Mata besarnya semakin membulat saat melihatku dan Momo melangkah keluar dari keramaian, melewati seorang nenek yang dituntun oleh seorang anak muda emo.

"Yaoyorozu-san?! Kagehira-san?! Kenapa-"

"Sama sepertimu," potongku. "Sebelum kita dicurigai, lebih baik segera keluar. Asal kamu tahu, aku kabur dan tidak berniat tertangkap."

"Kamu kabur?!" Aku menyipit pada besarnya volume si hijau.

Tanganku terlipat di dada dan mataku menyipit, melempar pandangan menilai pada teman sekelasku yang satu itu. Tersenyum penuh arti, "Ara ara, Midoriya-san... Sepertinya kamu ingin membuatku tertangkap, ya?"

Sindiranku cukup menbuatnya meletakkan tangan yang tampak semakin dipenuhi luka di depan mulutnya. Matanya berkedip-kedip, tampak bersalah seperti anjing yang diomeli. Dia melirik sekeliling dan menunduk, "Maaf..."

"Lupakan. Ayo segera pergi." kataku.

Yang menunggu di luar adalah Kirishima dan Todoroki. Melihat sekeliling, aku mengangguk pada diri sendiri, memahami situasi saat ini. Sepertinya memang hanya mereka berdua yang merencanakan ini atau mereka sudah berusaha mengajak, namun yang lain menolak atau malah tidak menyetujui hal ini. Sepertinya, rencana ini lebih buruk dari yang kupikirkan sebelumnya.

Aku tidak menaruh perhatian pada Kirishima dan Todoroki yang terkejut pada keikut sertaan aku dan Momo di sini. Perhatianku terpusat pada sosok cowok rapi yang berjalan mendekat dengan wajah yang tampak berat.

"Aku tidak menyangka kamu akan ikut dalam... rencana ini, Iida-san." kataku.

Perkataan itu membuat semuanya memandang ke arah cowok yang baru tiba. Dilihat dari raut wajah tegang Kirishima, sepertinya kedatangan ketua kelas kami ini di luar prediksi atau mungkin Iida merupakan orang yang menentang paling keras rencana ini.

Raut wajah Iida yang memburuk membuatku menelan ludah. Apa dia berniat ikut? Atau dia akan melapor hingga rencana ini gagal?

"Kenapa... harus kalian?!" seru Iida. "Kenapa kalian yang sudah menahan amarahku waktu itu dan juga kalian yang sudah menerima amnesti khusus... Kenapa kalian ingin mengulangi kesalahanku? Aku tidak paham..."

"Apa maksudmu?" Pertanyaan Kirishima terpotong oleh tepukan di bahu.

"Sekarang kita masih di dalam perlindungan. Sekarang ini, bagi para pahlawan, ini adalah waktu yang kritis. Apa kalian tahu siapa yang akan menanggung akibat dari tindakan kalian ini?!"

ShadowWhere stories live. Discover now