Rindu yang terobati

247 12 4
                                    

Setelah melakukan perjalanan panjang akhirnya Ainun dan Rania tiba ditanah air, seperti baru kemarin Ainun membawa Rania terbang jauh meninggalkan negeri tercinta sekarang dia kembali lagi ketempat yang sama dengan cerita yang beda, bandara sudah banyak berubah tapi tidak dengan kenangan pahit yang dia bawah pergi

Tak jauh dari pintu keluar Ainun sudah mengenali sosok berwajah teduh meski sedang sakit ia tak menampakan wajah pucatnya, ia menghiasi wajahnya dengan sedikit polesan bedak dan perona bibir  yang sangat tipis, rambut nyayang disisir rapi dan menggunakan kacamata.

Wajah bahagia terpampang jelas dari mimik wajahnya yang sedang menanti kehadiran anak dan cucu kesayangannya, sesekali ia memperbaiki kacamatanya sambil menatap satu persatu wajah orang-orang yang keluar dari pintu tersebut. Tak ingin membuat hati ibunya panik Ainun segera mengambil beberapa kopernya dan memasang stroller Rania dan cepat-cepat menemui sang ibu.

"Ibuu.." panggilnya dengan mata berkaca-kaca ketika ia sudah sangat dekat dengan sang ibu.

Panggilan yang sudah lama ingin sekali Dea dengar setelah bertahun-tahun hidup terpisah jauh dari sang putri

"Ainunnn..." panggil Dea dengan suara gemetar dan segera saja bulir-bulir air mata jatuh dari mata sendunya

Mereka berpelukan hangat meluapkan kesedihan masing-masing hingga suara tangis Rania membuyarkan tangisan haru itu.

"Ada yang mau dipeluk nih" kata Dea sambil meraba pipi merah nan gembul milik Rania

Dea memomong Rania dari strollernya dan menciumnya dengan penuh kasih sayang.

Sore ini mereka tidak langsung pulang kerumah, Dea mengajak Ainun dan Rania mampir sebentar di restoran favorit Ainun tak disangka disana Ia bertemu sahabat baiknya, Lily..

Pertemuan kali ini seperti mengingat kembali luka lama yang tak sepenuhnya sembuh namun dengan hati yang tabah Ainun menyapa dan memeluk sahabatnya dan berbincang ria setelah menyelesaikan pertemuan ini, mereka berpisah menuju rumah masing-masing.

*******

Pertama kalinya setelah pergi merantau 3 tahun lamanya ia kembali lagi kerumah masa kecilnya, melihat kembali kenangan demi kenangan yang  masih begitu berasa sampai saat ini, dinding-dinding bertengger foto masa kecilnya bersama kedua orang tuanya, foto-foto masa remajanya saat menghabiskan waktu liburan diluar negeri bersama kedua orang tuanya. Untuk pertama kalinya Ainun membuka kamar ini, kamar yang jadi saksi bisu semua rasa sakit yang ia tanggung. Tak terasa bulir demi bulir jatuh membasahi pipi mulusnya kala ia menatap Rania yang ada dalam pelukannya, wajah polos tak berdosa harus menanggung luka batin ini

"Maafkan ibu nak, harusnya kamu tidak melewati semua ini...huhuhuhu" tangis Ainun sambil mentap wajah teduh yang ada dipelukannya, diletakannya Rania dikasur empuk miliknya kemudian ia beranjak membuka koper dan mengambil sepasang baju tidur milik Rania dengan hati-hati ia memasangkan baju dan memakaikan aromatherapy khusus bayi sehingga membuat tubuh mungil itu hangat, setelah selesai dengan urusan Rania, ia bergegas memasuki kamar mandi untuk bersih-bersih badan, sekali lagi air matanya pecah saat ia mengingat kembali kenangan pahit ini, mengingat pengkhianatan yang tak terampuni setelah kurang lebih pergi jauh, jauh sejauhnya ketika ia kembali masih saja sama rasa sakitnya

15 menit berlalu ia segera keluar mendengar tangisan Rania yang mencari-cari keberadaanya dengan buru-buru ia mengambil handuk dan keluar kamar mandi

"Tunggu sebentar yah sayang, ibu pakai baju dulu nak manis.." ucapnya sambil mengenakan piyama berlengan pendek dengan buru-buru ia meraih handuk kecil yang ada di depan meja riasnya digunakan untuk membungkus rambut yang masih basah tangis Rania makin menjadi-jadi ia buru-buru naik ke kasur dan menenangkan Rania dan memeluknya dengan penuh kasih sayang dan mengelus rambut Rania yang berwarna hitam kecoklatan dengan sedikit keriwil.

Rania kembali tertidur pulas didekapan sang ibu, Ainun masih bersandar diatas tumpukan beberapa bantal sesekali ia menatap keatas langit-langit kamarnya mencoba menahan bulir air mata agar tak jatuh tapi itu mustahil

"Kupikir semua sudah sembuh, nyatanya luka ini masih sama sakitnya" keluhnya dengan tangis yang mulai tak terbendung, wajahnya kini terasa hangat dan merah merona akibat tangisan yang sulit dia kendalikan sehingga membuatnya pening, setelah ia merasa sakit kepala ia membenarkan posisi tidurnya dan memejamkan mata mencoba melupakan apa yang sudah terjadi dan tak berselang lama ia tertidur pulas dengan Rania

Ainun: Apakabar JeffTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang