14 || and, they clean their pool

5K 774 76
                                    

| 14 |

and, they clean their pool



DEMI MENGENYAHKAN BAYANGAN soal kegiatan sore nanti, Bening pun memikirkan pekerjaannya, lalu bertanya-tanya apa pekerjaan yang dia lakukan sudah cukup. "Tama," panggil Bening. "Apa ada kerjaan lain yang bisa kulakukan?"

"Hari ini? Nggak ada. Kamu tinggal beresin barang-barangmu aja."

"Maksudku, untuk misi ini." Bening sekilas melirik Rendra dan Soma di belakang mereka. "Aku harus deketin Leoni dan mencari tahu soal suaminya. Tapi intinya, aku tinggal mengobrol dan jadi akrab sama dia. Sedangkan yang kamu lakukan kayaknya lebih berat. Jadi aku tanya, kira-kira, ada lagi nggak yang bisa kubantu?"

Tama terdiam. Dia tak bisa tak merasa senang dengan perhatian Bening, meski dia tahu Bening melakukannya untuk misi mereka. "Kamu sudah membantu banyak dengan menerima tawaran pekerjaan ini. Mungkin kamu memang sudah berteman dengan Leoni pas SMA. Tapi, mendekati dia setelah bertahun-tahun, setelah berbagai hal yang sudah kamu alami, pasti nggak mudah. Barangkali Leoni juga sudah berubah banyak sejak SMA. Saya butuh kamu untuk tidak menyerah saat mendekatkan diri dengan Leoni."

Bening mengangguk. "Kalau gitu untuk kegiatan harianmu, apa ada yang bisa kubantu?" dia bertanya, sebab untuk urusan membersihkan rumah dan mencuci, Tama akan menyerahkannya ke jasa laundry dan cleaning service.

Tama terlihat berpikir. "Saya belum terpikirkan soal itu. Mungkin nanti kalau ada, saya bakal kasih tahu."

"Gue punya ide, Mbak," ujar Rendra. "Kalau mau bantu Mas Tama, nanti pas Mas Tama olahraga dan mau plank, Mbak bisa bantuin jadi beban."

Bening mengernyit. "Jadi beban?"

"Iya, ntar Mbak duduk aja di punggungnya Mas Tama waktu dia di posisi plank."

Tama kini berbalik badan untuk menatap Rendra dengan mata menyipit curiga. Tapi, Bening menatapnya dengan takjub sekaligus penasaran. "Memangnya bisa, ya, Tama? Kamu kuat?"

Sorot mata Tama sedikit melembut saat menatap Bening. "Kuat, kok."

"Oh, ya? Apa udah biasa begitu?"

"Iya. Tapi biasanya bebannya dari benda mati, kayak barbel."

"Apa itu aman?"

"Sejauh ini aman."

Bening masih memandangnya dengan takjub dan bibir agak terbuka. Tama mungkin takkan pernah menyuarakan hal ini, tapi reaksi Bening terlihat menggemaskan. "Wah, Tama. Kamu kuat banget, ya," puji Bening dengan polos.

Soma terkekeh bersama Rendra oleh ucapan itu, lalu berkata, "Ya iya dong, Mbak. Dia kan Komandan kita!"

"Eh, iya, tahu kok," ujar Bening. "Tapi, tetap aja keren."

Tama tak ingin besar kepala oleh pujian itu. Tapi dia tak kuasa merasa bahagia hingga pipinya agak pegal oleh senyumnya kini. "Kamu mau buktiin sendiri? Duduk di punggung saya pas saya plank nanti."

"Eh, beneran nggak apa-apa?"

"Iya. Kamu mau?" Tama sadar, tawaran ini seperti senjata makan tuan. Sisi pertama Tama berargumen bahwa ini hanya tawaran biasa. Namun bagian dirinya yang lebih rasional jelas sadar bahwa ini undangan berbahaya, dan karena itulah sisi rasionalnya ingin Bening menolak tawarannya.

Bening tidak menolak. Dia justru terlihat bersemangat ketika menjawab, "Mau! Kamu kapan olahraga?"

Senyum Tama masih terulas. "Biasanya pagi, sebelum kerja. Sekitar jam tujuh."

Tergenggam dalam Nyaris | ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang