Sinar mentari pagi menerobos dari celah-celah jendela kamar pemuda yang masih bergulung dibalik selimut.
Kriiing.
Zion, pemuda itu terduduk sembari mematikan jam weker yang berbunyi. Ia duduk diam beberapa menit sebelum akhirnya menyambar handuk dan memasuki kamar mandi guna melakukan kegiatan paginya.
*****
Zion sudah rapi dengan seragam putih abu-abunya. Ia sedang bergaya didepan cermin sembari merapikan dasinya.
"Ganteng juga gue," ujarnya memperhatikan dirinya dipantulan cermin.
Pemuda itu menyugar rambutnya kebelakang. Merasa dirinya sudah tampan paripurna ia segera menyambar tasnya dan keluar kamar. Baru juga akan memutar kenop, pemuda itu balik lagi kearah cermin.
"Gila! Kok bisa ya gue ganteng banget kaya gini?!" monolognya kembali berpose.
"Apa perlu gue mirror selfie terus gue kirim ke Umi?! Ck, pasti klepek-klepek dia," ujarnya dengan penuh percaya diri.
Memang kepedean bujang satu ini patut diacungi jempol. Patut ditiru untuk orang-orang yang suka insecure.
Merasa puas memuji diri sendiri. Pemuda pemilik eyes smile itu sungguhan melangkahkan kaki keluar kamar bertepatan dengan sang kembaran yang kini baru juga keluar.
Jika Zion keluar kamar dengan kepedeannya maka berbeda dengan Zian yang keluar kamar dengan kelesuannya. Pakaiannya juga tidak terlalu rapi dengan dasi yang dipakai asal-asalan.
Sesampainya dimeja makan keduanya mengambil duduk bersebelahan.
Zora yang sedang menyiapkan lauk pauk mengeryitkan dahinya melihat kedua putranya. Yang satu duduk dengan wajah sumringah yang satu duduk dengan loyo.
"Gimana nih? Gak ada ucapan good moring gitu," sindir Zora melirik kearah putranya yang saling diam.
"Pagi mamah!"
"Pagi mah....!"
Zora melirik malas kedua putranya. "Halah perlu disindir dulu."
Ardan—ayah Zian dan Zion—yang tadinya sedang membaca koran mengalihkan atensinya kepada dua putranya.
"Kenapa nih lesu amat mukanya?" tanyanya melihat Zian yang duduk dengan lesu.
"Ini lagi malah senyum-senyum sendiri," lanjutnya kali ini menatap Zion yang sedaritadi mengembangkan senyumnya.
"Papa kayak gak pernah muda aja," sahut sang istri sembari mengambilkan nasi kepiring Ardan.
"Ini pa makanannya."
"Makasih cantik!"
"Sama-sama papa."
"Masih pagi, jangan bucin dulu napa sih," sungut Zian menatap malas kedua orangtuanya.
"Iri aja bocil," cibir Ardan.
"Papa tuh udah tua, kurang-kurangin bucinnya."
"Kamu pikir yang perlu bucin yang muda doang apa?!" jawabnya tak mau kalah.
KAMU SEDANG MEMBACA
ZioNa
Teen FictionBermula dari pertemuan singkat dan kesalahpahaman. . . . "Zian!" "Hah Zian?" "Zian, ngapain lo ada disini?" "Hah gue bukan Zian." "Gk usah bohong lo, lo ngapain ada disini?" ""Dibilangin bukan Zian! Gue Zion." "Ko mirip?" "Gk ah, gantengan gue." Cov...