Sudah 2 hari sejak Revan disana, perkataan dokter yang mengatakan bahwa organ dalam mama telah membusuk memberanikan diri untuk berbicara pada Yuna.
" Yuna.. Ayo kita bicara senbentar"
"Disini saja"
"Tidak, ayok cari udara segar diluar."
Yuna malas berdebat sehingga dia hanya mengikuti perkataan Revan.
"Ada apa?" Yuna bertanya tanpa basa basi
"Kamu mau makan sesuatu?"
"Langsung keintinya aja, gue gak nafsu makan" ucap Yuna.
"Mau eskrim?"
"Revan stop. Ada apa sih? Loe mau pulang ke Indonesia? Silahkan"
"Yuna, bukan itu maksud gue"
"Jadi apa Rev? Apa?"
"Gue tau ini berat buat loe. Tapi kasihan mama! Dia udah capek untuk bertahan dengan sakitnya."
"Loe mau gue ikhlasin mama gitu aja? Loe mau gue cabut semua alat bantu mama?"
"Yun... Organ mama udah membusuk. Loe bertahan dengan ego loe sama aja kayak loe menyiksa mama"
"Mama masih bisa hidup. Mama janji sama gue.. Huhuhuhu..."
"Please dengerin gue yah Yun.. Mama capek ditahan di rumah sakit ini"
Tangis Yuna semakin pecah dan ditenangkan kembali oleh Revan, akhirnya dengan berat hati Yuna mengambil keputusan itu.
"Gue setuju sama omongan loe. Tapi gue mau habisin sisa waktu gue sama mama malam ini. Gue mau disamping mama"
"Oke.. Itu terserah loe. Gue harap loe gak berubah pikiran."
Malam hari tiba tanpa sedikitpun Yuna beranjak dari ruangan mamanya itu. Yuna semakin sedih mengingat akan kenangannya bersama sang mama. Yuna ingin menyentuh tangan mama, namun hal itu tidak bisa dilakukan karena ruangan mama yang harus steril.
" Mama... Yuna mau mama datang kemimpi Yuna setiap malam. Yuna takut menghadapi dunia ini sendiri" Yuna kembali menangis mengusap kaca yang menampilkan sosok mama didalam ruangan.
Keesokan harinya keputusan yang diambil oleh Yuna akan terlaksana, dokter dan perawat berkumpul begitupun dengan Revan dan Yuna.
Dokter dan perawat sibuk melepas satu-satu alat bantu mama.
DanTit.. Tit.. Titttt......
Sebelum semuanya terlepas, mama sudah terlebih dahulu dipanggil Tuhan.
Yuna yang tadinya ingin tegar akhirnya menangis kembali. Dalam hati yang hancur dia menyalahkan dirinya sendiri. Seluruh dunia hancur saat suara itu berhenti dengan nada yang panjang. Revan kembali memeluk Yuna, menenangkan Yuna dan berjanji akan ada bersamanya saat sedih.
Berita duka ini sampai ketelinga keluarga Revan di Indonesia. Ibu dan ayah datang ke Aussie untuk ikut memakamkan besan nya itu.
"Yuna.. Masih ada ibu.. Kamu jangan bergelut dalam kesedihanmu yah.." Ibu menenangkan Yuna.
Prosesi acara pemakaman akhirnya selesai, mereka kembali ke Indonesia. Yuna yang dulunya ceria sekarang tak tampak lagi senyuman di wajahnya.
"Revan ayo bicara sama ibu sebentar."
"Iya bu"
Revan dan ibu berjalan menuju ruangan kerja.
"Revan.. Kamu harus bisa membuat Yuna tersenyum lagi, ibu gak mau Yuna murung terus."
"Iya bu"
"Kalian tinggal disini aja. Jangan diapartement"
"Ibu dan ayah akan kembali ke bandung"
"Enggak bu, aku dan Yuna akan diapartement saja. Disini terlalu luas. Aku takut Yuna akan semakin kesepian"
"Hufh.. Terserah kamu saja. Pokoknya ibu mau Yuna bahagia. Kamu jangan sering ngomelin dia"
Perbincangan itu akhirnya selesai.
Yuna hanya duduk di sofa dan memandangi keluar jendela, sejak kepergian mama Yuna tak berniat untuk mengeluarkan suaranya."Yuna ... Kita kembali keJakarta. Loe akan tinggal diapartemen gue"
Yuna menoleh melihat kearah Revan
"Tapi dalam kontrak..."
"Poin itu bisa diubah. Pokoknya loe harus tinggal diapartemen gue."
"Enggak ah.. Gue mau tinggal di rumah gue"
"Yuna.. Beberapa hari yang lalu depkolektor ngunjungin rumah loe. Gue gak mau loe diapa apain sama mereka".
"Ahh.. Iya utang. Gue harus transfer sekarang."
"Udah gue lunasin"
"Yuna..."
"I-iya bu.. "Yuna gugup mendapati ibu yang berdiri di tangga.
"Apa ibu dengar yah perkataan kita tadi?" Yuna berbisik pada Revan.
"Gak tau gue"
KAMU SEDANG MEMBACA
My Last Husband
Random"Silahkan tanda tangani surat nya" "Baik pak" ••••• Ini pernikahanku yang ke 6!! Kontrak nikah 1 tahun. Pendapatan sampai 3 milyar.