Pertemuan

257 10 1
                                    

   "Datang ke tempat yang sudah ditentukan"

"Baik.. Saya akan berangkat sekarang juga"

Ttutt... Ttutt... Ttutt...

Panggilan telepon terputus.

Hari ini aku akan pergi menemui klien ku emm...
Lebih tepatnya calon suami ku.

Ditempat pertemuan

"Saya Yuna. " mengulurkan tangan

"Saya William. Sekertaris dari direktur Revan Andara. Silahkan duduk."

"Beliau tidak dapat hadir yah?"

"Ah.. Bukan. Dia sedang ada rapat. Sebentar lagi selesai dia akan langsung datang ke sini"

"Oh. Oke. Ngomong ngomong boleh saya lihat kontraknya?"

"Eh.. Oke. Ini" menyerahkan selembar kertas.
"Jika sudah setuju mohon ditanda tangani disebelah sini"

"Baik Pak"

"Hei.. Seharusnya kamu gak perlu berbahasa formal kayak gitu. Dan kayak nya kita seumuran deh"

"Oh yah? Saya bulan ini akan 26 tahun tepatnya tanggal 30 nanti"

"Wow... Itu 2 minggu lagi."

"Hehe... Iya"

"Saya hari ini 26 tahun"

"Wow... Serius? Hari ini?"

"Iya."

"Kalau begitu happy brithday"

"Thank you. Sepertinya kita akan cepat akrab. Mari berteman "

"Hahah... Ya... Sepertinya. " Tersenyum.

Revan POV

   Selesai meeting aku langsung berangkat ke tempat pertemuan ku yang kedua.
  Mengendarai mobilku dan masuk ke area parkir . Berjalan menuju pintu restoran dan menatap sekeliling yang sibuk dengan aktivitasnya..
Aku berusaha menyipitkan mataku karna aku lupa membawa  kaca mataku.
  Dapat

Aku menemukan William dan seorang wanita yang duduk tepat didepannya. Tampaknya mereka sangat akrab. Aku mulai berjalan menuju meja itu.
Samar samar kudengar perbincangan mereka.

"William? Kayaknya lo udah akrab banget sama nih cewek yah?"

"Eh.. Pak direktur. Sudah selesai rapatnya?"

Belum menjawab Revan udah duduk disebelah william.

"So? Lo setuju?"

"Ehm? Anda?"

"Revan Andara"

"Oh.. Kamu klien ku. Aku sempet pikir kamu tuh udah tua. Hehe tau nya masih muda juga"

"Langsung ke intinya aja. Lo udah baca kontraknya kan? Kalo lo setuju lo cepet tanda tangan. Gue sibuk. "

"Eh.. Oke. " Yuna menandatangai kontrak.

"Satu hal yang gue tambahin. Lo jangan pernah usik kehidupan gue. Lo cukup berperan sebagai istri didepan klien gue dan didepan media."

"OKE."

"Kalau gitu gue sama sekertaris gue mau pergi dulu. Nih buat naik taksi" Menyodorkan kartu ATM.

"Password please?"

"Tanggal ultah lo"

"Hm... O.. Kay..."

Rumah Yuna

"Sumpah aneh banget tuh cowok. Mukanya sih ganteng cuman dianya dingin banget"

"emangnya dia abis semedi di freeser? "

"yah enggak lah. loe aneh aneh aja. "

"hahah... Gue kira lu bakal percaya"

"ehh.. Tapi yah.. Dia bilang gue harus berperan sebagai seorang istri hanya kalo ada klien sama didunia massa doang. "

"Emang dia bilang gitu?"

"iya.. Anehkan?"

"Iya. Aneh sama kayak elu"

"Din.. ?"

"Em?" sibuk dengan handphone nya

"gak jadi deh"

"Gaje lu bangs*t" melempar bantal

"Awh... Sakit. "

"Biarin... Makan nih.. Jurus seribu bayangan bantal"

   Perang bantal tak terhindarkan. Kamar berantakan dan nafas ngos ngosan. Kami berdua berbaring di kasur yang udah kayak kapal pecah.

"Yun... Gue mau ini yang terakhir. Setelah satu tahun ini. Lu harus bener bener berhenti . Gue gak mau lu terjebak dalam nikah kontrak mulu."

" Dina... Gue juga gak pengen hidup kayak gini. Loe tahu sendirikan aku ngelakuin ini karna situasi yang aku alami saat ini?"

"Yah.. Tapi lu kan udah punya pekerjaan tetap sekarang. Lu bisa kok dapat uang yang lu butuhin."

"Iya iya.. Bawel banget sih... Gue mau tidur capek banget soalnya. "

"Okay. Gue pulang"

"...."

Blaam..
Pintu ditutup

"Hah... Andai papa nggak ngelakuin ini semua. Pasti gue sama mama gak bakalan sesusah ini."

Yuna tertidur dalam keadaan kamar yang masih seperti kapal pecah itu.

My Last HusbandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang