Malam telah tiba.
Puluhan lilin dan obor dinyalakan di sekitar kuil yang berada di dalam gunung batu. Suhu dingin malam tidak mampu mengalahkan panas dari semua obor maupun lilin. Apalagi sekarang para Oread berkumpul di gua yang besar, membuat udara semakin sesak. Berbagai makanan dan minuman ditaruh rapi di altar pemujaan. Buah-buahan, sayuran, jus, maupun madu di berbagai wadah berjejer rapi di bawah patung seorang wanita cantik yang memegang anak panah dan busur dalam posisi siap menembak dengan patung seekor rusa kecil di sampingnya.
Aku berada di barisan paling depan bersama dengan Agathias dan para tetua Oread yang sudah renta.
Seorang kakek tetua Oread maju ke altar. Ia mengambil sedikit dari setiap jenis persembahan dan meletakkannya di sebuah nampan.
"Wahai Para Oread!" Kakek Oread itu berseru. "Semoga Sang Dewi menerima pemujaan kita semua! Perang Dryad dan Manusia harus segera berakhir!"
"Semoga Sang Dewi mengabulkannya!" Para Oread yang hadir di pemujaan membalas seruan sang kakek.
Dalam hati aku juga berbisik, semoga Dewi Artemis menunjukkan siapa ibuku sebenarnya.
Sang kakek kemudian membaca mantra yang tak kuketahui artinya. Mulutnya terus menggumamkan kata-kata itu seperti lantunan doa yang dipanjatkan oleh seorang pemuka agama. Para Oread di sampingku menyatukan kedua tangan di dada dengan mata yang terpejam. Begitu juga dengan Agathias, dia melakukan gerakan itu seperti yang dilakukan para Oread. Aku juga mengikuti, sambil berharap doa-doaku dikabulkan oleh Sang Dewi, yang di zaman ini sudah disebut sebagai mitos.
Kumohon, kabulkan permintaanku ini, Dewi.
Kakek Oread yang memimpin ritual pemujaan telah selesai membaca mantra. Ia meletakkan nampan berisi sedikit makanan dan minuman persembahan ke altar di bawah patung Dewi Artemis. Sang kakek kemudian berbalik menghadap ke orang-orang yang berbaris.
"Anak-anakku semua, sudah ratusan tahun konflik manusia dan Dryad berlangsung." Kakek Oread pemimpin ritual ini berpidato. Janggut kelabunya menjuntai hingga perut, tanda bahwa ia sudah sangat tua. "Di malam bulan purnama, kita selalu mengadakan pemujaan dengan harapan bahwa Sang Dewi memberikan berkat-Nya kepada kita agar semuanya kembali damai."
Jadi manusia dan Dryad sudah berperang selama ratusan tahun? Sungguh lama sekali.
Sang kakek melanjutkan ucapannya. "Dua bukti kekejaman makhluk yang harusnya melindungi alam ada di sini." Kakek itu menunjuk ke arahku dan Agathias. "Seorang manusia dari Negeri di Tenggara, dan seorang manusia setengah Dryad. Namun kita tidak bisa berbuat lebih jauh dari menyelamatkan mereka. Melawan Dryad sama saja dengan melanggar perintah dari Sang Dewi untuk menjaga kedamaian di tempat kita masing-masing."
Jadi ini alasan kenapa Dryad tidak bertarung dengan Tuan Milo saat menyelamatkanku? Sang Dewi melarangnya.
"Dengan persembahan ini, semoga Sang Dewi mengabulkan doa-doa kita." Kakek Oread berucap, yang kemudian dibalas oleh para Oread.
"Semoga Sang Dewi mengabulkan."
***
Semua lilin dan obor di dinding gua sudah dipadamkan. Hanya ada satu cahaya di dalam kuil yang digunakan untuk memuja Dewi Perburuan sekaligus Dewi Para Nimfa. Semua makanan dan minuman masih tertata rapi di tangga lebar dari ujung gua ke ujung lainnya, yang nantinya sebagian dari itu akan disimpan di gua, yang lainnya akan dibagikan kepada para Oread. Sedangkan nampan berisi sedikit dari setiap persembahan sudah dibawa oleh Kakek Oread itu untuk dibagikan ke para tetua.
Aku duduk di altar batu berbentuk lingkaran yang dikelilingi lilin-lilin yang padam. Aku melipat kaki, membiarkan betis yang dibalut celana berwarna coklat ini menyentuh lantai gua yang dingin. Sebuah lilin kupegang dengan kedua tangan, satu-satunya pencahayaan yang ada di kuil dalam gua.
![](https://img.wattpad.com/cover/344738388-288-k709419.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Dryas The Half Dryad
FantasiDryas tidak pernah berpikir tentang dongeng yang ia sering dengarkan dari ayahnya berubah menjadi kenyataan. Namun, kedatangan para makhluk yang keseluruhan tubuhnya berwarna hijau mengguncang pikiran Dryas. Kekuatan mereka serupa dengan kekuatan ya...