dua puluh sembilan

510 42 2
                                    

Hari ini adalah hari pertama Nabila menyandang status baru sebagai pacarnya Paul. Walau dulu juga dia pernah menjadi pacarnya Paul, namun tak bisa dipungkiri bahwa kali ini juga rasa tersebut masih tetap sama. Senang dan bahagia yang bercampur menjadi satu, terlebih lagi saat ini adanya keberadaan lelaki itu yang tengah berjalan disampingnya sambil menggenggam jemari kanan Nabila. Ah, Nabila suka sekali perasaan ini.

Semburat merah tak lagi dapat disembunyikan dari pipinya. Dan Paul yang melihat itu, berniat ingin menjahili gadis yang berada disebelahnya itu.

"Kayaknya blush on kamu ketebalan deh hari ini," ucap Lelaki itu dengan wajah polosnya. Seolah hanya ingin bertanya, walau dia sudah tau apa penyebabnya.

"Kamu?" gumam gadis itu pelan. Namun gumaman itu masih bisa didengar oleh Paul, karena keberadaan lelaki itu yang sangat dekat dengan dirinya.

"Kan kita udah pacaran. Jadi mulai hari ini pakai aku kamu ya," pinta Paul kemudian.

"Hmm, oke."

Paul menyamakan langkah dengan Nabila. Mungkin akibat tingginya yang cukup jauh berbeda dengan gadis itu, sehingga terkadang Nabila beberapa kali tertinggal dengannya.

"Jadi, hari ini pacar aku pakai blush onnya ketebalan kayaknya ya?"

Nabila yang kembali mendengar pertanyaan Paul hanya melayangkan tatapan kesalnya. Dia tak berniat untuk menjawab pertanyaan konyol itu. Dan tatapan kesal gadis itu membuat Paul seketika tertawa.

"Senang banget ya bisa usilin aku?" tanya gadis itu dengan nada kesalnya.

Paul seketika menghentikan tawanya dan kemudian menatap gadis di sebelahnya itu.

"Maaf Sal. Habisnya kamu lucu sih."

Nabila mengabaikan ucapan Paul dan kembali berjalan.

"Duh pacar aku ngambek nih. Padahal aku bawa coklat yang banyak nih di dalam tas."

Nabila menghentikan jalannya dan membalikkan tubuhnya menghadap Paul.

"Coklat apa?" tanya gadis itu kemudian. Padahal dirinya berniat untuk merajuk, namun hal tersebut kembali diurungkan akibat adanya coklat.

"Hazelnut. Bentar aku ambil."

Raut wajah yang tadinya excited, seketika kembali hilang. Hazelnut ya. Padahal coklat kesukaannya itu adalah Dark Chocolate. Dan Hazelnut merupakan coklat kesukaan Salma.

"Nih. Jangan ngambek lagi ya," ucap Paul sambil menyerahkan dua bar coklat hazelnut ke tangannya, dan kemudian menepuk pelan kepala gadis itu.

Sepertinya Paul tak menyadari perubahan raut wajahnya. Ya sudahlah. Walau dia tak terlalu menyukai Hazelnut, tapi kalau itu pemberian dari Paul, pasti akan dia makan, kan?

****

Saat kelas berlangsung di jam pertama, grup ekskul Kriminologi dipenuhi banyaknya notifikasi yang mayoritas berisi dari Diman dan juga Sam. Nabila yang awalnya tak berniat mengecek notifikasi, namun karena cukup terusik akibat getaran yang tak juga kunjung berhenti, alhasil harus membuka chat tersebut. Ternyata terdapat berita yang cukup membuatnya shock, karena adanya kasus pembunuhan lagi. Walau di dalam penjelasan Sam bahwa Polisi menyimpulkan hal itu adalah bunuh diri, namun jika dilihat dari berbagai clue yang dijelaskan Sam, bahwa kasus itu adalah pembunuhan.

Dan oleh karena itulah, saat istirahat pertama ini, Sam meminta mereka untuk berkumpul di Ruang Osis. Padahal tadi dia sudah membuat janji dengan Paul untuk makan siang bersama, namun sepertinya acara itu harus diurungkan karena adanya hal yang lebih mendesak.

"Jadi, boleh jelasin ke kita secara lengkap terkait kasus ini Sam?" ucap gadis itu ketika mereka telah berkumpul.

"Kalian pasti tau Elsa dari SMA Trimulya yang awal bulan kemarin berhasil menang Kompetisi Matematika di Australia kan? Namanya juga cukup heboh tahun lalu karena mendapat nilai UN tertinggi."

"Gue tau. Jadi ini korbannya si Elsa itu? Bukannya beberapa hari yang lalu dia dikabarkan hilang ya?" tanya seseorang gadis yang duduk tak jauh dari Nabila. Dia cukup familiar dengan wajah gadis itu, namun tidak mengetahui namanya.

"Kemarin sore keluarganya berhasil menemukan Elsa di rumah kosong yang ada di Jalan Tandean. Dalam keadaan tubuh gadis itu yang sudah memucat dan darah yang telah mengering dari hidungnya. Saat ini Polisi menyimpulkan kalau Elsa bunuh diri akibat adanya ditemukan cairan beracun di dalam mulut gadis itu. Tapi kasus ini belum selesai, karena ditemukan adanya praduga lain bahwa jika terkait ingin bunuh diri, seharusnya gadis itu tidak meminum racun tersebut."

"Kenapa memangnya dengan racun itu?" sahut Nabila penasaran.

"Racun itu bukan sejenis Sianida ataupun racun lain yang memiliki efek langsung meninggal jika meminumnya. Racun ini adalah Gramoxone, dimana efeknya dapat menimbulkan gejala kegagalan fungsi organ bagian dalam dan bisa meninggal setelah 1-4 hari setelah mengonsumsinya. Ketika seseorang meminum racun tersebut, efek pertama yang timbul adalah adanya gagal fungsi di bagian lidah, tenggorokan dan lambung. Sehingga makanan sulit untuk masuk ke dalamnya. Dalam 1 hari tersebut, korban akan merintih kelaparan karena tidak bisa makan. Dan hari selanjutnya akan berdampak ke bagian organ dalam seperti jantung, paru-paru, usus, ginjal dan lainnya yang akan kehilangan fungsinya. Rintihan tidak bisa dielakkan dan ada kemungkinan keluarnya darah dari rongga-rongga tubuh seperti dari lubang hidung, mulut ataupun mata. Dan hari selanjutnya ada kemungkinan bahwa korban telah meninggal."

Nabila meneguk air ludahnya secara perlahan. Seolah tak kuasa mendengar penjelasan yang dikemukakan oleh Sam.

"Jadi, jika gadis itu memang memiliki niat untuk bunuh diri, tidak mungkin dia menggunakan Gramoxone, kan? Karena pastinya dia akan menggunakan racun jenis lain seperti Sianida yang efeknya bisa langsung merenggut nyawa di hari yang sama."

Dan argumen dari Sam tersebut, secara tidak langsung disetujui oleh anak ekskul lainnya.

"Kasus Elsa ini bukanlah kasus biasa. Ini jauh lebih parah dibanding kasus-kasus sebelumnya, dimana kasus lainnya si pembunuh langsung menghabisi nyawa di hari yang sama, namun di kasus Elsa ini sang pembunuh berniat ingin menyiksa dulu si korbannya. Dan gue sangat berharap kontribusi apapun yang bisa kalian lakukan terkait kasus ini."

Sam berjalan ke arah pintu ruangan, dan kemudian mengunci pintu tersebut agar tidak ada yang masuk ke dalam ruangan itu selain anak eksul Kriminologi. Kemudian lelaki itu memperhatikan secara keseluruhan wajah anak ekskul yang berada di ruangan, dan walaupun ruang osis tidak terlalu luas, namun mampu menampung seluruh anak ekskul yang berjumlah lebih dari 20 orang.

Setelahnya Sam berjalan ke arah papan tulis dan menuliskan beberapa poin di dalamnya.

"Disini gue akan tulis beberapa poin dan salah satunya terkait korban-korban yang menjadi praduga kita untuk kasus ini. Bisa kalian lihat di papan itu tertulis beberapa nama potensial yang mungkin korban dari kasus pembunuhan ini, yakni :

1. Pak Haris - Pengusaha Sukses Under 40
2. Dierta - Mahasiswa Berprestasi UI
3. Nabila - Siswi SMA Purna Bakti (Peringkat 1 Kompetisi Balet)
4. Aziz - Siswa SMA Purna Bakti (Peringkat 1 OSN Fisika)
5. Luna - Juara 1 PIMNAS
6. Elsa - Siswi SMA Trimulya (UN tertinggi dan Peringkat 1 Matematika)

Gue yakin bahwa ada korban-korban lain, namun karena aksesnya cukup terbatas jadi kita cuma bisa dapat list ini aja. Ini juga masih praduga, tapi karena terkait clue dan berbagai research yang telah kita lakukan, besar kemungkinan bahwa mereka berlima adalah korban pembunuhan yang sama."

Nabila terpaku akan namanya dan juga nama Ayahnya yang berada di papan. Mungkin jika hanya nama dia saja, dia tak akan sekaget ini. Namun, Sam juga menuliskan nama sang Ayah. Apakah ada kemungkinan bahwa ayahnya juga mengalami kasus dengan hal yang sama seperti dirinya?

Dan hal tersebut seolah menariknya kembali ke titik pusaran yang terjadi pada malam itu. Ketika dia menemukan jari kelingking di plastik kresek, dan tidak lama adanya ambulance yang datang ke rumah mereka, dimana ambulance tersebut membawa jasad Sang Ayah. Dan ingatan itu berhasil membuat Nabila kembali merasakan rasa sakit di kepalanya.

Ruangan yang tadinya hening karena penjelasan Sam, seketika kembali ramai. Anak ekskul yang berbincang satu sama lain terkait penemuan-penemuan lain yang mereka temukan, dan ada juga yang membantu Nabila untuk memijat kepalanya dengan memberikan sebuah Freshcare.

Namun dari riuhnya ruangan itu, terdapat seseorang yang memerhatikan seluruh keadaan ruang osis dalam diamnya. Seseorang yang menatap lurus ke papan tulis dan memperhatikan tulisan-tulisan yang ada disana. Dan setelahnya orang tersebut mengeluarkan smirk andalannya. Smirk yang sangat tipis sekali, sehingga tidak ada satupun dari mereka yang dapat mengetahuinya.

THE KILLERSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang