3. Payung Teduh

22 3 0
                                    

Payung teduh dan jeruk kecil

-Nalatara-

Panasnya matahari siang menjelang sore hari ini tidak begitu menyengat dari hari-hari biasanya, ditemani dengan deraian angin yang berhembus Bumantara yang baru saja pulang dari latihan piano setiap hari sabtu di sekolahnya kini terus berjalan dib...

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Panasnya matahari siang menjelang sore hari ini tidak begitu menyengat dari hari-hari biasanya, ditemani dengan deraian angin yang berhembus Bumantara yang baru saja pulang dari latihan piano setiap hari sabtu di sekolahnya kini terus berjalan dibawah pepohonan menggunakan tongkat pintar pemandu jalannya. Beberapa daun yang kering ikut berterbangan terbawa angin.

Cahaya matahari mulai mengenai wajah putih pucat milik Bumantara membuat Bumantara berhenti merasakan setiap cahaya yang menyelinap menyentuh wajah putihnya. Mata yang awalnya terbuka merasakan cahaya redup yang masuk ke penglihatannya kini perlahan menutup, terpejam merasakan desiran hangat ditemani tiupan angin dibawah pohon yang rindang berseru dengan suara dedaunan yang bertemu dan suara riuh kicauan burung

Hangat, sejuk, tenang, nyaman. Itulah yang dirasakan Bumantara saat ini

Tepat dari jarak 100 meter, tidak sengaja seorang gadis melihat lelaki dengan dunianya sendiri itu sehingga membuat langkahnya terhenti. Gadis itu dapat melihat ciptaan Tuhan yang begitu indah. Tatapannya fokus pada wajah Bumantara seakan terkunci dan enggan untuk lepas walaupun hanya satu kedipan mata, menikmati setiap inci garis ciptaan Tuhan tersebut. gadis itu adalah Naladhipa Kara Deepshika, gadis dengan harum khas buah jeruk

"Jeruk kecil" batin Bumantara

Perlahan Bumantara membuka mata lalu menoleh ke arah tempat dimana Naladhipa yang masih nyaman berdiri ditempatnya

Deg

Ini pertama kalinya ia melihat mata Bumantara, walaupun matanya tidak bersumbu pada tatapan Naladhipa, tapi dari jarak kejauhan seperti ini dia merasa tatapan itu seperti sedang menatapnya

"Indah" gumamnya

Bumantara kembali memejamkan matanya menajamkan kembali penciumannya bahwa benar ini memang bau khas yang biasa ia cium setiap berada di taman kecil dekat sekolah, bau khas jeruk yang sering masuk indera penciumannya disaat iya duduk di kursi bawah pohon menunggu jemputan pulang atau hanya sekedar sedang bersantai.

Bau khas jeruk tersebut tidak pernah ia cium di sekolahnya. Awalnya Bumantara mengira itu merupakan salah satu siswa atau siswi di sekolahnya yang mungkin penyandang tunarungu karena setiap ada Bau parfum tersebut didekatnya orang tersebut tidak akan berbicara. Tapi Bumantara bisa merasakan bahwa seorang tersebut terkadang sedang menatapnya. Bumantara menyimpulkan bahwa orang tersebut merupakan seorang perempuan karena memang faktanya perempuan memiliki wangi parfum yang unik. Ditambah lagi karena pak Dudung sopir mereka sempat menanyakan tentang perempuan yang sering duduk didekatnya saat pulang sekolah atau tidak sengaja bertemu disaat berangkat sekolah pak Dudung kira ia teman Bumantara tapi baju wanita tersebut jelas bukan seragam dari sekolah Bumantara kata pak dudung

"Benar dari arah sana" batinnya

Disaat Bumantara mengarahkan kakinya untuk menghampiri seseorang tersebut. Naladhipa langsung terperanjat teringat dengan suatu hal yang baru ia ingat

Payung Teduh: NALATARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang