Bagian 1: 4. Kepercayaan

104 10 0
                                    

Beberapa bulan setelah kejadian di depan Warkop Abah sekaligus di Arena ZC, kini suasana di basecamp itu telah kembali seperti semula; gaduh dan penuh gelak tawa. Mereka tak lagi mengungkit kejadian hari itu, namun yang jelas, mereka yang terlibat keributan di depan Warkop Abah sama-sama bertekad dan berusaha agar kejadian yang sama tak kembali terulang. Hidup berjalan seperti semestinya bagi para anggota ZC; kadang kala penuh keloyoan, namun tetap harus dikuat-kuatkan.

Hari ini, Selasa yang padat, pukul 13.15. Setelah berterima kasih kepada dosen pembimbingnya yang telah mengadakan sesi bimbingan "dadakan", Sharga melangkah keluar ruangan dosennya dengan langkah gontai. Embus napas lelahnya terdengar samar. Pemuda itu membenarkan letak ransel hitam di bahu kirinya. Dengan sebelah kuasa di saku celana, ia terus melangkah menuju area parkir fakultasnya; Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya alias FIB. Beberapa kawan yang berpapasan dengannya menyapa, yang hanya dibalasnya dengan senyuman pun anggukan sopan.

Sejemang si Simbolon berdiam diri di sebelah Durkheim, motor sport kesayangannya. Keningnya mengerut, seakan sedang berusaha mengingat sesuatu yang tak seharusnya ia lupakan. Oh, sesi bimbingan hari ini yang begitu melelahkan membuatnya lupa dengan segala hal!

Jemalanya menggeleng, menyerah mengingat sesuatu yang seharusnya ia ingat. Kala tubuhnya sudah duduk dengan nyaman di atas sang kuda besi, getar ponsel di saku membuatnya teralih. Ia mengeluarkan ponsel, membaca display name yang tertera di layar ponsel—ada seseorang yang meneleponnya.

Chris ZC.

Sharga refleks menepuk dahi, akhirnya ingat apa yang ia lupakan hari ini. Segera dijawabnya panggilan itu. "Ya? ... Oh, iya. ... Iya, sorry gue lupa banget, baru banget kelar bimbingan. ... Iya, iya, gue ke sana sekarang. ... Oke."

Dimatikannya sambungan telepon tersebut. Dengan hela napas yang agak kasar, ia kembali memasukkan ponselnya ke saku dan mulai melajukan Durkheim, membelah jalanan ibu kota. Ya, hari ini Sharga ada janji untuk bertemu dengan Chris yang ingin berbicara empat mata dengannya.

Sepanjang perjalanan menuju basecamp, benaknya terus bertanya-tanya; hal penting apa yang akan Chris bicarakan dengannya?

***

"Duduk, Ga."

Sharga yang masih berdiri di sebelah sofa sambil memandang sekelilingnya sedikit terkejut kala mendengar suara Chris. Dengan kikuk ia tersenyum dan menghempaskan tubuhnya yang lelah di atas sofa tersebut. Chris turut duduk di atas sofa di seberang Sharga.

Sharga menatapnya sekilas, sebelum kembali menyapu sekitar dengan dwinetranya. Oh, begini ternyata ruangan petinggi ZC. Jujur, ia hanya sekali-dua kali masuk ke tempat ini, karena yang tidak berkepentingan memang dilarang masuk. Dan dahulu, seingatnya ruangan ini belum sebagus sekarang. Tak heran si pemuda Simbolon itu menatap sekelilingnya dengan mata berbinar. Di sana terdapat banyak barang antik dan hiasan yang kebanyakan bertema otomotif, pun foto-foto para anggota ZC yang memenuhi dinding.

Chris benar-benar merawat ruangan tersebut dengan sangat baik.

"Suka ruangannya?"

Pertanyaan Chris yang tiba-tiba membuat atensi Sharga teralih. Sepertinya Chris menyadari binar di kedua mata Sharga. Sharga tertawa, memberikan anggukannya. "Pantes lo betah di sini."

Chris ikut tertawa. Ia menggeleng pelan, lalu menyeruput segelas limun dingin yang bagi Sharga begitu kuno, tetapi rasanya tetap menyegarkan.

"Jadi, lo mau ngomong apa?" Ya, berakhir sudah sesi mengagumi ruangan petinggi ZC. Waktunya ke inti pertemuan mereka hari ini. Jujur, Sharga nyaris tak bisa tidur hanya karena memikirkan apa yang akan Chris bicarakan dengannya. Padahal, skripsinya saja tak membuatnya se-overthinking ini.

STORY OF SHARGA (CERITA DIPINDAHKAN)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang