Bagian 1: 6. Keputusan

71 9 0
                                    

"... Gue gak tau kenapa gue ngelakuin ini."

"...."

"Kenapa gue ngelakuin ini, ya?"

"Hehehe, santai. Kita berdua."

"Lo menjerumuskan gue, Setan."

"Tapi lo bersedia, kan?"

"Brisik, ah."

Sharga tertawa, lebih untuk menghilangkan kegugupan. Apalagi di sebelahnya, sang kawan tak henti menekuk wajah. Agak bersalah, namun sang kawan sendirilah yang mengiyakan "permintaan"-nya.

Dan di sinilah mereka, berdiri berdampingan menghadap pintu ruangan petinggi ZC.

"Lo udah siap, Gar?" tanya Sharga sembari merapikan letak jaketnya.

Pemuda di sebelahnya berdecak, "Ck, gue gak akan pernah siap, Anjing."

"And so am I," tukas Sharga, kembali tertawa 'tuk hilangkan kegugupan. Lagipula, siap tidak siap, inilah jalan yang mereka pilih.

Dan mereka harus menghadapinya, bersama.

Setelah menarik napas dan mengembuskannya perlahan, Sharga mendorong pintu itu terbuka dan melangkahkan kedua tungkainya ke dalam ruangan ditemani protesan sang kawanㅡGara, "Aba-aba dulu kenapa kalo mau masuk?!"

Sharga tak membalas. Langkahnya terhenti dengan dwinetra yang menatap lurus ke seseorang yang sedang duduk di belakang meja, berhadapan dengan laptopnya. Orang itu mengalihkan atensi ke arah dua pemuda yang memasuki ruangannya, sedikit bingung namun tetap tersenyum cerah.

"Oh, ada Gara juga? Ah, duduk dulu, duduk. Sebentar, gue matiin laptop dulu." Orang ituㅡChrisㅡterlihat betul berusaha menyembunyikan ekspresi bingungnya.

Sharga mengangguk, duduk di sofa dengan Gara di sebelahnya, menunggu Chris. Sharga mengerti. Tak heran Chris bingung, karena urusan pemuda itu hanya dengan Sharga. Namun, si Simbolon tiba-tiba datang bersama Gara di sebelahnya, bahan "topik utama" yang ingin ia sampaikan kepada Chris terkait keputusannya mengenai jabatan ketua ZC.

Tak lama, Chris menyusul mereka, duduk berhadapan dengan Sharga dan Gara.

"Sorry, sorry, abis kelarin kerjaan. Jadi ... ada perlu apa sama gue?" Chris bertanya hati-hati, antisipasi jika pembicaraan mereka bukan soal jabatan ketua ZC karena ada Gara di sana.

Gara bungkam, melirik Sharga di sebelahnya. Lirikannya seolah memerintahkan Sharga untuk menjelaskan kepada Chris soal alasan eksistensinya di sana.

"Gue mau omongin soal tawaran lo beberapa hari lalu tentang ketua ZC periode baru," jawab Sharga. "Gue udah ambil keputusan."

Chris terdiam, tertegun mendengar ucapan Sharga. Namun, raut heran tetap bertahan di wajahnya. Pasalnya, ia tak mengerti mengapa Sharga turut membawa Gara. Harusnya anggota lain tak boleh tahu dulu soal ini. Akan tetapi, ia memutuskan untuk mendengarkan. Ia tahu Sharga punya alasan.

"Oke ... jadi keputusan lo adalah ...?" Chris menggantung kalimatnya, jelas terlihat waswas, setengah tak siap. Sorot matanya sesekali mengarah ke Gara, sebelum pada akhirnya menatap Sharga kembali. Gara di tempatnya pun nampak tak nyaman, namun tetap berusaha 'tuk tenang.

Sharga dapat merasakan degup jantungnya yang meningkat. Ruangan itu sejuk, tetapi baginya sejuknya kini keterlaluan alias dingin. Ia bahkan dapat merasakan kedua telapak tangannya yang terasa beku saking gugupnya. 'Gapapa, Ga. Lo udah nyiapin ini dari kemarin.'

Sharga menghela dan mengembuskan napasnya perlahan, pun menelan salivanya dengan gugup sebelum berkata tegas, "Gue terima tawaran lo."

Chris terdiam kembali, sedikit terbelalak, nampak tak percaya. "... Ya?"

"Gue bersedia gantiin posisi lo sebagai leader ZC yang baru."

Perlahan, raut heran itu berubah senyuman tak percaya. Sepertinya rasa senangnya karena Sharga bersedia menjadi penggantinya lebih besar dibanding keheranannya terhadap eksistensi Gara di sana. "Ga, serius lo?"

Sharga mengangguk mantap, "Gue udah mikirin ini berhari-hari, gue bersedia."

"Wah, Ga, gue harus gimana untuk berterimaㅡ"

"Tapi gue punya permintaan." Sharga memotong ucapan Chris. Sorot matanya lurus menatap Chris, sorot penuh tekad.

Chris sejenak terdiam. Sudah lama sekali ia tak melihat sorot mata itu. Tatapan tajam nan mengintimidasi, sekaligus penuh dengan tekad sekuat baja milik seorang Sharga. Ada sesuatu dalam diri Chris yang seakan menyetrumnya saat tenggelam ke dalam kedua mata sang kawan.

"Apa yang lo minta? Apa yang bisa gue bantu?"

Gara menatap dua "orang penting" itu bergantian. Dapat ia rasakan aura kuat yang menguar di sekitar mereka. Oh, ia bahkan mulai mempertanyakan keputusannya berada di sini sekarang benar atau tidak.

Sharga menghela napas sebelum menjawab, "Gue nggak bisa jalanin ZC sendirian. Itulah kenapa Gara ada di sini. Gue ingin ajuin dia sebagai wakil gue."

"...."

"Selama jabatan ketua ada di tangan gue, gue bebas, kan, ngerombak sistem ZC? Termasuk soal susunan kepengurusan?"

Chris masih bungkam, memutuskan untuk mendengarkan perkataan Sharga sampai selesai.

"Bagi gue, jabatan ketua terlalu berat untuk dijalanin sendiri. Gue apresiasi lo yang udah sekian tahun duduk di jabatan itu tanpa wakil, tanpa kepengurusan, hanya lo dan anak-anak lo."

"...."

"Tapi kali ini, gue gak mau lagi, karena gue gak akan sanggup."

"Jadi ...." Sharga menjeda kata-katanya, menatap Gara. "Gue butuh orang lain untuk bantu gue jalanin ZC."

Chris bungkam sejenak, mulai mengerti kenapa ada Gara di sana. Ternyata itu memang sudah direncanakan oleh Sharga; Gara akan menjadi wakilnya dalam memimpin ZC.

"Oke," tukas Chris setelah beberapa detik terdiam untuk mencerna perkataan Sharga. Kini ia lebih rileks dibanding sebelumnya. Baginya, keputusan Sharga untuk melanjutkan kepemimpinan sudah sangat membuatnya lega, dan itulah yang terpenting. "Gue gak masalah kalo lo butuh wakil atau mau rombak sistem ZC, asal nggak cross the line. Karena di sini, lo nggak bisa sesuka lo meskipun lo ketua. Ada anggota lain dan lo butuh mereka.

"Gue bersedia bantu lo kalo emang ada yang mau lo ubah di ZC, terutama kayak yang lo bilang, soal kepengurusan. Itu bisa jadi agenda kita selanjutnya sebelum sertijab resmi. Dan buat lo, Gar." Chris kini beralih ke Gara yang sejak tadi diam memperhatikan. "Selamat, gue setuju lo nemenin Sharga di bangku kepemimpinan. Gue percaya sama lo dan apa pun pertimbangan Sharga milih lo, gue percaya kolaborasi kalian berdua bisa bikin ZC lebih baik."

Gara tersenyum miring, mengangguk. Sharga menyeringai tipis, bertatapan dengan Gara di sebelahnya.

Oh, "petualangan" mereka benar-benar telah dimulai.

"Divisi." Sharga kembali ke Chris. Kedua matanya nampak berapi-api. Chris menatap sang calon ketua tak mengerti. "Kita butuh divisi di ZC supaya lebih terorganisir. Gue udah omongin soal ini sama Gara. Boleh gue paparin rencana kami untuk ZC ke depan?"

Chris tersenyum, rasa bangga membuncah di dadanya. Ia merasa tidak salah telah memilih Sharga untuk menggantikan posisinya, ditambah ada "si jenius" Gara yang menemaninya. Pemuda itu mengangguk, mempersilakan, membiarkan Sharga dan Gara memaparkan rencana mereka khususnya untuk kepengurusan ZC ke depannya.

***

STORY OF SHARGA (CERITA DIPINDAHKAN)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang