10. THE TERROR AND THREAT

53 3 0
                                    

Menggigil gemetaran. Meringkuk dalam selimut tebal yang sengaja menutupi seluruh bagian tubuh. Bibir pucat, jari mengeriput lemas, nyaris dua hari tidak minum dan makan apapun.

Mata merah karena tidur tak teratur, diabaikan begitu saja.

Dering telepon genggam yang tergeletak di lantai terus berulang setiap beberapa detik. Bagai sebuah nada pengantar kematian.

Sudah dua hari mengabaikan berbagai pertanyaan teman-temannya entah tentang kabar, ataupun terkait tragedi tragis yang menimpa salah satu teman sekelas.

Ketukan pintu terdengar. Angelisca menajamkan pendengaran, mendadak ia menegang. Takut.

"S-siapa?" Nadanya bergetar, buku-buku jari mengepal. Menguatkan diri.

"Ini saya Dewinda. Ada surat dan paket buat Nona yang dikirim melalui pos tadi pagi. Katanya, tidak ada nama pengirim. Hanya ada alamat dan tujuan paket." Salah satu pelayan rumah keluarga Atmajaya memberitahu. Dengan sabar menunggu di depan pintu beberapa menit, namun tak lantas ada jawaban dari sang Nona muda yang beberapa hari ini mengurung diri.

"Nona Angel? Paketnya saya letakkan di depan sini, ya. Kalau berkenan, silahkan diambil. Saya mau ke dapur. Ada beberapa pekerjaan yang harus diselesaikan."  Usai pamit, Dewinda langsung mengundurkan diri. Setidaknya ia sudah menyampaikan pesan.

Sepuluh menit, Angelisca nyaris tidak bergerak satu sentimeter pun dari kasur. Jantungnya masih berdegup kencang, ketakutan berlebihan. Sebab, terhitung seminggu sejak Yerin kecelakaan dan tewas. Ia mendapat teror misterius lewat pesan, berisi serangkaian kalimat ancaman.

Terakhir kali ia lihat pesan itu mengatakan, 'Jangan arogan, ingat pepatah pernah mengatakan. Karena mulut, badan pun binasa. Hati-hati jika sedang keluar rumah.'

Tak hanya sampai sana, sang gadis primadona Esteria pun beberapa kali menerima telepon aneh bernada ancaman pada malam hari. Lagi-lagi tidak jelas apakah sang penelpon memiliki gender perempuan atau laki-laki, sebab selalu menggunakan suara samaran.

Maka dari itu Angelisca memilih mengurung diri dalam kamar, karena walau berkeliaran pun orang tuanya jarang peduli. Mereka lebih memilih dinas diluar negara demi kelangsungan perusahaan.

Lima belas menit, Angelisca membuka selimut. Perlahan berjalan menuju pintu dengan perasaan ragu.

Lima detik, gadis rambut hitam itu menimbang-nimbang lagi keputusan. Baru setelahnya mantap meraih gagang pintu. Membawa masuk paket beserta surat misterius dan membuka sendiri.

"Argh! A-apa itu sebenernya?!" Mata Angel melotot, jemari kembali gemetaran hebat. Bahkan kini ia terduduk di lantai marmer.

Kotak paket terlempar beberapa sentimeter ketika gadis itu melihat isinya.

Sungguh, Angel tidak habis pikir. Sebenarnya apa salahnya selama ini? Bagaimana bisa ada seseorang yang dengan sengaja mengirim benda menjijikkan ke alamat rumahnya?

Di dalam kotak berisi bangkai tikus. Tubuh si hewan terbelah beberapa bagian, lengkap dengan isi perut membuncah keluar, serta di hiasi darah segar.

Angelisca mendadak mual, kepalanya juga semakin pusing saja. Isak tangis tidak dapat di hindarkan. Si primadona yang terbiasa hidup senang tanpa masalah, mendadak penuh kegelisahan akan teror dan ancaman.

Beralih membaca surat yang masih di segel, Angel berharap di sana ada beberapa petunjuk untuk mengungkap siapa si peneror.

Pesan itu berbunyi, 'Sudah terima hadiahnya, Nona? Saya harap Anda menyukainya, sebuah hadiah yang pantas atas apa yang Anda tanamkan dalam hidup. Ya, memang terkadang hidup seperti roda yang berputar. Ada kala di atas dan di posisi bawah.'

APATHESTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang