7. DEVIL BEHIND ANGEL

94 7 0
                                    

"Jadi, alasan lo ngumpulin kita disini cuma itu?" Mata cokelat hazel memutar jengah begitu sosok didepan sana mengangguk. Saking muak nya.

Ia menggelengkan kepala hingga rambut pirang panjang itu ikut bergerak kanan-kiri. Tertawa pelan. Gaya gadis dengan bibir sexi paling modis diantara yang lain. Balutan gaun sabrina putih dan sepatu high heels hitam sungguh sangat cocok digunakan.

"Lo emang dari dulu gak berubah kalau diluar sekolah. Tapi soal tadi, gue sih ikut dong."

Yerin terlihat bak model internasional.

Bersedekap dada, tingkah si rambut hitam sepinggang nampak arogan sekali. "Jelas! Gue gak terima ada seekor lalat pun yang nempel-nempel sama Eric!"

Angelisca Anindya, si cantik berkulit putih pucat dengan iris hitam dan alis tipis serta wajah tirus. Perawakannya seperti orang Korea padahal tak ada setitik pun blasteran. Dia dikenal sebagai malaikat SMK Esteria. Sejak awal tahun ajaran baru hingga sekarang, Angel selalu dipuja karena sikap ramahnya.

Namun apa yang dilihat mata kini adalah sesuatu hal yang amat berbeda. Angel seperti antagonis kejam dalam novel.

"Gue gamau tahu, gimana caranya biar si lalat itu bisa menyingkir! Gak tahan gue lihatnya!" Angel menghentakkan kaki pada lantai. Mereka ada di sebuah cafe ternama kota Jakarta. "Sebarin aibnya, kunci dikamar mandi, keroyokin. Terserah kalian!"

"Lo tahu, kan? Cara kerja kami? Bayarannya dulu dong seberapa?"

Roylan.

Lelaki tampan berwajah tengil dengan rambut belah tengah warna cokelat, kerap mendapat predikat playboy juga. Ia mulai tertarik, binar mata netra abu berunsur matre dilayangkan. Tenaga dan otaknya hanya bisa bergerak jika dijanjikan uang.

"Bener apa kata Roy. Gue sih, ngikut aja selama gak ada ruginya buat gue." Dirga meletakkan gelas jus alpukat ke meja. Cowok paling putih dimeja mereka itu juga manut saja jika ada hadiah yang diberi dan tidak ada resiko. Benar-benar sahabat dari Roy.

Sejenak, Angel mendecih. Sejak awal, persahabatan mereka disekolah memanglah fake. Tapi orang-orang yang kini duduk satu meja dengannya melebihi tingkat kegilaan yang terbayangkan. Mereka hanya mau uang, kesenangan, dan ketenaran. "Heh, miskin! Kalian dari awal masuk cafe juga gue traktir semua! Tenang aja!"

Gadis bermata hitam itu mengeluarkan sesuatu dari dalam tas selempang yang dibawanya tadi.

Sebuah kartu hitam yang sangat penting. "Kalo berhasil bikin si lalat jera. Gue kasih deh, isi dari kartu ini. Sepuluh juta per orang!"

***
Dingin.

Sesak.

Mencoba menggapai permukaan tapi gagal lagi. Tubuhnya yang melayang perlahan jatuh menuju ke dasar kolam. Telinga berdengung nyaring. Matanya semakin perih dan sulit untuk terbuka.

Sekilas sileut bayangan terlihat dipermukaan air. Seorang gadis bersurai hitam yang sangat dikenali, sedang berjongkok meletakkan sesuatu tepat dipinggir kolam.

Angelisca. Apa mungkin dia hendak menolong? Mungkinkah Angel sudah berubah?

Elin memohon dalam hati agar segera diselamatkan karena ia tak bisa berenang.

Percuma saja, walaupun ia terus berusaha tapi suaranya tidak keluar.

Samar-samar terdengar suara bernada datar, "Handuk buat lo. Itu juga kalo lo masih sempat selamat, sih."

Tidak.

Sang gadis primadona sekarang berjalan menjauh. Sama sekali tak berniat menolong. Justru sekarang Elin curiga, bahwa yang menyuruh Yerin dan kawan-kawan untuk mendorongnya ke kolam renang indoor sekolah adalah Angelisca sendiri.

Mengingat, mereka dikenal sebagai satu kelompok pertemanan. 

Lalu, apa ini akhir dari hidup Elin Brigitha? Adakah ajalnya sudah dekat?

***

Nafasnya terengah-engah, menoleh kanan-kiri. Nampak jelas pada wajah guratan-guratan kegelisahan yang menguasai tak dapat di sangkal.

Koridor sudah sepi.

Sejak tadi, pria surai cokelat keemasan mempunyai firasat jelek.

Dari tiga puluh menit lalu, diwaktu istirahat Eric Alexander sama sekali tidak melihat sang gadis pujaan.

Sahabat Elin, Nana pun diketahui juga tidak berhadir ke sekolah hari ini karena acara keluarga.

Eric sebelumnya terus menunggu di kantin. Tapi, sampai waktu istirahat hampir berakhir Elin masih tidak ada.

Sialan.

Batas kesabaran sudah habis.

Jikalau sampai gadis berkulit eksotis itu sengaja menghindar. Maka, Eric akan langsung memaksakan kehendaknya. Tak peduli apapun atau bagaimana cara.

Ia akan mencuci otak Elin hingga yang dipandang hanyalah Eric Alexander Emanuel seorang saja. Mematuhi semua peraturan dan memaklumi setiap perilaku lelaki itu.

Bunyi getaran handphone membuat Eric tersentak kaget. Mengambil benda pipih dari kantong celana, lantas mengangkat panggilan tersebut meski yang nampak dilayar adalah nomor tidak dikenal.

"Siapa? Cepetan bicara!" tanya Eric langsung to the point.

Terdengar decakan sebal diseberang sana.

"Ini Nana. Kamu harus pergi ke kolam indoor SMK! Cepat, Elin bisa celaka! Dia gak bisa berenang!"

Jantung Eric serasa hendak jatuh ke tanah.

***

Tertanda,

Author Evanaa88.

APATHESTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang