8. IN A DANGEROUS

79 2 0
                                    

Tetesan air jatuh memenuhi lantai pinggir kolam renang indoor SMK Esteria. Seragam pria itu sepenuhnya basah. Tapi ia tidak peduli.

Hanya keselamatan seorang gadis lemah yang berada dalam gendongan lah satu-satunya hal yang dikhawatirkan.

Dengan hati-hati Eric melakukan tindakan pertolongan pertama pada Elin yang tenggelam di dasar kolam. Berusaha mengeluarkan air dari saluran pernapasan gadis berkulit eksotis yang tengah berbaring di lantai.

Hingga, beberapa menit kemudian Elin terbatuk-batuk lalu duduk dan membuka mata.

Elin mengira dirinya akan mati konyol di lingkungan sekolah. Tetapi ternyata kenyataan yang mengejutkan terjadi di depan mata.

Orang yang paling tidak disangka-sangka adalah sosok penyelamat hari ini.

"Syukurlah lo selamat," ungkapan pertama Eric begitu sang gadis rambut cokelat itu menatapnya terkejut.

"Lo ... ini beneran Eric? Bukan mimpi?" Pertanyaan aneh keluar dari mulut Elin. Benar-benar tidak mengerti mengapa si lelaki psikopat terlihat lega bahkan mengucap syukur.

"Ya, tapi sekarang udah gak penting." Aura wajah Eric kembali menggelap, matanya perlahan menatap tajam sang gadis dan memangkas jarak. "Ada bagusnya, lo bilang sama gue. Kenapa bisa tiba-tiba tenggelam di sini? Gak mungkin lo nantang maut sendiri, kan?"

Sebelah tangan pria berdarah Eropa itu terulur  menyentuh dagu Elin. Memaksa untuk menatap langsung matanya ketika gadis asli pribumi tersebut membuang muka. Tidak mau bicara.  "Jadi siapa pelakunya, Elin? Cepat jawab, sebelum ada orang yang gak bersalah kena imbas!" 

Perasaan Elin mendadak buruk. Ia tidak bisa membayangkan hal apa yang akan dilakukan si pemilik iris hijau selanjutnya?

"Angelisca dan gengnya. M-mereka sengaja mancing gue ke sini buat bicara, tapi secara tiba-tiba Yerin ngedorong gue  sampai tenggelam di kolam." Elin meneguk saliva berkali-kali, tenggorokan seolah kering. "Gak lama kemudian, Angel datang sambil bawa handuk. Gue kira mau nolong, ternyata enggak. Dia malah keliatan bersyukur gue kehabisan nafas."

Usai Elin bercerita panjang lebar, tapi Eric hanya merespon dengan sesekali mengangguk kecil. Tak lama, pria itu berdiri. Mengambil handuk yang tergeletak dilantai untuk disampirkan ke bahu Elin.

Berjalan tiga langkah. Eric berhenti sembari berkata dengan nada rendah, "Gue pastikan, Elin. Ditangan gue Angel dan gengnya gak bisa lepas. Mereka harus rata sama tanah sesegera mungkin."

Menoleh ke belakang, sorot yang nampak tenang itu membuat Elin merinding seketika. Jelas sekali, kalimat Eric adalah ancaman bahwa bahaya besar akan menghampiri Angel dan kawan-kawan.

***
"Jadi, pada akhirnya sang pangeran surga bersekongkol dengan dunia bawah tempat iblis?" Sorot mengejek datang dari wanita itu. Ia mengukir senyum palsu.

Sang pria yang tengah duduk di bangku seberang, tampak elegan dengan balutan jas hitam serta kemeja putih. Masih menampilkan ekspresi tenang menatap lawan bicaranya yang memakai dress biru selutut. "Bukan, lo cuman opsi kedua dari rencana gue."

"Kamu masih bisa percaya diri, hm? Setelah semua hal keji mereka dan latar belakang musuh yang juga gak bisa diremehkan?" tanya si perempuan rambut hitam legam sembari meneguk minuman soda rasa lime di gelas goblet yang berhias buah asli.

Mereka berada di restoran Dreams. Salah satu tempat makan bintang lima bernuansa modern serta elegan ala Eropa. Lumayan terkenal di Jakarta. Masuk di sini berarti siap merogoh uang dompet sampai nyaris kosong semua.

Tapi, itu tak berlaku bagi segolongan orang-orang kaya yang memang kerap menguras uang mereka yang enggan habis.

Eric Alexander memasukan potongan steak daging ke mulut lalu mengunyah perlahan untuk menikmati rasa. Iris hijau terang mengkilat senang ketika mengangkat wajah lagi.  "Gue punya cara sendiri, kalau pun gagal masih ada backing-an dari kerjasama lo ini."

Sepiring spaghetti bolognese disajikan oleh pelayan berseragam abu-abu. Usai mengucapkan terimakasih, Nana Fransisca langsung melahap makanannya dengan keanggunan.

Gadis dengan rambut di curly itu mengelap bibir dengan tisu yang tersedia. "Bilang sama aku. Kali ini apa rencana kamu, Eric?"

Eric hanya tersenyum penuh arti.

***

Bersiul santai di tengah keheningan malam. Alunan melodi yang dia keluarkan seperti nyanyian menyeramkan dari neraka.

Merentangkan kedua tangan ke udara, pria tinggi itu berada di sebuah taman. Sengaja memarkirkan mobil di sekitar sana lalu menikmati suasana.

Tingkahnya memang meniru orang mabuk yang terhuyung-huyung kanan-kiri.

Tetapi, tidak.

Dia masih sangat sadar. Sadar atas segala apa yang diperbuat beberapa waktu lalu.

Ketika decitan ban mobil berbunyi nyaring ....

Tatkala gesekan antara aspal dengan atap mobil menimbulkan percikan api. Lalu, perlahan mesin mulai mengeluarkan asap.

Di jalanan sunyi itu, sebuah nyawa menghilang dan pergi menuju sang Kuasa.

Dan Eric Alexander Emanuel, selaku otak dari kejahatan hanya menonton di dalam mobilnya dari kejauhan.

Menikmati karyanya yang mulai termakan kobaran api. Menjadi semakin indah dalam pandangan matanya.

"Ah, gue pengen ngelakuin lagi. Kira-kira siapa target selanjutnya? Dan ... gue apakan sisanya?"

***

Tertanda,

Author Evanaa88.

APATHESTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang