XI

15 3 0
                                    


Author's POV

Beberapa perawat berhamburan saat mendengar suara pecahan gelas, namun mereka tak cukup berani untuk masuk kedalam ruangan yang dijaga dengan begitu ketat. Mereka bisa mendengar suara orang berkelahi dari dalam tapi tak ada nyali untuk melerai. Walaupun penasaran, mereka masih memiliki keinginan untuk hidup lebih lama. Jadi beberapa secara terang-terangan kembali ke meja perawat dan menganggap tidak terjadi apa-apa.

Dalam ruangan itu, Taehyung sudah berdiri dari kasurnya. Tangan kanannya menggantung dari bantuan kain yang menyangganya. Nafasnya menderu dan dari warna wajahnya yang memerah ia terlihat jelas sedang naik pitam. Gelas minuman di tangan kirinya kini kembali melayang namun untungnya meleset melewati Jonghyun yang masih berdiri tegap.

"Aku memberimu satu tugas!" ucap Taehyung setengah berteriak. "SATU!"

Walaupun tangan kirinya bukanlah tangan yang dominan, namun satu pukulan yang mendarat pada pelipisnya cukup menorehkan luka.

"Aku memintamu untuk menjaga Hwang Soobin dan kau bisa kelepasan?"

Namjoon yang berdiri di pinggir ruangan hanya menunduk, tidak berani melerai ataupun menyanggah kala bosnya itu sudah seperti ini. Ia sudah cukup lama bekerja bersama Taehyung untuk tahu bahwa bosnya itu tidak mungkin semarah ini kalau ia tidak benar-benar kecewa. Dan ini kali kedua ia melihat secara langsung amukan yang membuat semua anggota ketar-ketir.

"Maafkan saya bos. Saya benar-benar lalai." Ucap Jonghyun dengan suara kecil.

"Kau sudah bosan bekerja untukku?" tanya Taehyung kemudian. Walaupun tubuhnya tak setinggi dan setegap Jonghyun, namun ia tetap jauh lebih terlihat mengintimidasi saat ini. "Jawab!"

"Tidak." Suara Jonghyun terdengar tegas seolah ingin mengatakannya dari dalam hati.

"Kau, adalah orang yang paling ku percaya dengan hal-hal ini, hyung." Taehyung terdengar begitu kecewa dan Jonghyun mengerti hal itu. Karena istri bosnya itu hampir saja meregang nyawa. Pikiran-pikiran terkait dengan hal-hal yang tak terpenuhi berkecamuk dalam pikirannya.

Seharusnya ia memeriksa sekitar sebelum membawa nyonya keluar.

Seharusnya ia menembakkan saja timah panas itu di antara mata laki-laki itu.

Seharusnya dan seharusnya lainnya bermunculan di dalam kepala Jonghyun. Melihat istri bosnya tidak berdaya membuat kredibilitasnya sebagai pengawal dipertanyakan. Apalagi hal ini terjadi tepat di depan mata kepalanya sendiri.

"Maafkan saya bos. Saya menyesal."

Tak ada kata penjelasan yang sedari tadi keluar dari mulutnya. Ia terus meminta maaf dengan harapan tidak dikeluarkan begitu saja. Walaupun lini pekerjaan yang ia lakukan saat ini memang jauh dari kata aman, namun ia sangat menikmatinya. Terlebih gaji yang diberikan lebih dari kata cukup.

"Orang itu, mengatakan sesuatu sebelum kabur." Jonghyun membuka suara saat keheningan menyelimuti ruangan. Taehyung beralih menatapnya. Wajah marah masih terlihat namun terdapat esensi penasaran di dalamnya. Bosnya itu hanya diam saja, jadi ia langsung melanjutkan. "Ia mengatakan bahwa jika Anda ingin mencari Choi Yeonjun, kita bisa memulai dari pemakaman Manguri."

Kedua alis Taehyun kini sudah bertaut, ia nampak berpikir keras. Satu hal yang ia sadari bahwa laki-laki yang selama ini dicarinya sudah mati dan semua usahanya sia-sia. Namun jika memang itu terjadi, ia harus segera melakukan konfirmasi. Kemungkinan jika Yeonjun mati adalah satu hal, namun melukai Hwang Soobin adalah hal lain. Ia tidak akan membiarkan manusia itu lari begitu saja.

"Hyung, bawa tim menyusuri Manguri. Aku ingin informasi selengkapnya segera. Lalu berikan aku rekaman kamera CCTV tempat mereka diserang."

"Consider it done." Namjoon pergi meninggalkan ruangan dengan sebelah tangannya yang mulai menelepon. Sepeninggalan tangan kanannya itu, Taehyung kembali menatap Jonghyun. Kini tatapannya berubah, dari amarah yang membara turun menjadi ekspresi datar.

White MustangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang