XV

7 2 0
                                    




Soobin's POV

Aku tersentak bangun dengan peluh memenuhi kepalaku. Mimpi buruk itu muncul kembali kurang lebih seminggu terakhir ini. Setidaknya semenjak aku melarikan diri dari rumah. Mengatur nafasku yang terengah, aku menoleh ke arah Haerin yang masih tertidur lelap di kasurnya. Jam menunjukkan pukul enam di Minggu pagi. Aku mengambil ikat dan menguncir rambutku ke atas memikirkan mimpi yang baru saja kulalui tadi. Selalu mimpi yang sama dan diulang berulang kali.

Lorong gelap dan sebuah pintu berwarna merah. Aku berdiri sendiri dengan rasa dingin yang menusuk tulang. Walaupun aku tahu apa yang akan terjadi, namun aku tetap berjalan ke arah pintu dan membukanya. Tapi seberapa banyak mimpi ini terulang aku tetap saja merasa takut saat seorang pria menorehkan pisaunya pada leherku. Berulang kali aku mencoba berteriak meminta tolong dan memohon kepada orang itu untuk tidak membunuhku. Namun usahaku sia-sia. Saat ia mengangkat bilah pisau tajam keatas dan menghujamnya pada dadaku, aku terbangun.

Terbangun dari sebuah mimpi buruk selalu menyisakan perasaan yang campur aduk. Setidaknya itu untukku. Aku ingin menutup pintu, mengunci dan membuangnya. Tapi aku sendiri juga tidak yakin kalau hal itu akan membuatku merasa aman.

Aku menghela nafas panjang dan melipat selimut serta matras yang Haerin siapkan untukku. Gadis itu bisa tertidur sampai siang kalau sudah masuk akhir pekan seperti ini, jadi aku memutuskan untuk membuat sarapan saja. Dengan begitu perasaan buruk setelah mimpi tadi bisa kukesampingan untuk sementara waktu.

Selama satu minggu ini aku hanya mengurung diri di dalam apartemen Haerin. Suasana hatiku sama sekali tidak begitu baik untuk jalan keluar karena aku tahu aku bisa saja bertemu dengan salah satu anggota Taehyung mengingat mereka semua loyal kepadanya. Aku yakin setidaknya saat ini Jonghyun berada di sekitar sini. Tapi aku cukup menghargai yang katanya suamiku itu, lakukan. Ia benar-benar membiarkanku sendiri dan sama sekali tidak menghubungi Haerin barang sekalipun. Awalnya ku kira sahabatku itu menyembunyikannya dariku, tapi berulang kali dan sampai bersumpah ia sama sekali tidak mendapatkan pesan apapun. Aku sendiri jadi khawatir, apakah ia sudah sangat nyaman sepeninggalanku dan merencanakan perceraian? Memikirkannya membuatku bergidik ngeri sendiri.

"Pagi bu," sapa Haerin saat ia keluar kamar dan mendapatiku menggulung telur. Rambutnya sudah seperti surai singa dan kaus yang ia kenakan nampak lecek di mana-mana.

"Selamat pagi anak gadis, pagi ini aku membuat telur gulung dan sup kimchi ya." Ucapku dengan nada ceria.

Haerin mengambil air dari dalam kulkas dan menenggaknya. Kalau sudah begini ia sama sekali jauh dari kata anggun. Berbeda sekali dengan sosok pekerja kantoran rapi yang selalu ku lihat setiap pagi.

"Kau tidak apa-apa?" tanyanya tiba-tiba. Aku hanya menatapnya tidak mengerti jadi ia melanjutkan. "Semalam kau mengigau. Dan ku rasa semalam merupakan yang terparah karena aku sampai terbangun beberapa kali. Kau juga menangis memanggil nama Taehyung."

Apa? Aku memanggil nama Taehyung? Tidak mungkin! Ia pasti hanya mengarang saja. Mana mungkin aku menangis dan memanggil nama Taehyung di saat yang bersamaan? Mustahil!

"Soobin, kau adalah temanku,"

"Sahabat!" koreksiku seketika.

"Okay, fine! Bestie!" Katanya kesal. "Aku sayang kepadamu tapi aku sangat benci melihatmu seperti ini. Apakah kau baik-baik saja?"

Membutuhkan waktu untukku mencerna ucapannya. Apakah seketara itu aku hancur sampai-sampai terbawa dalam mimpi dan membuatku mengigau? Akupun mengambil nafas panjang sebelum menjawab,

"Entahlah. Aku selalu berada dalam mimpi yang sama dan terulang berkali-kali. Setelah kejadian itu hanya sekali aku mimpi buruk. Itupun saat aku baru pulang dari rumah sakit. Lalu setelahnya tidak pernah lagi."

White MustangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang