🐁 9. Berburu Tikus

28 6 1
                                    

"Tuan muda, Nona Pia sudah memasuki kamar."

Laporan dari si asisten AI itu membuat Yezet terbangun dari lamunannya.

Ini bukan khayalan atau mimpi. Pia sungguh tinggal di satu bangunan yang sama.

Yezet menatap pantulan dirinya di cermin dan tersenyum.

Sakit kepalanya menghilang bersamaan dengan lenyapnya suara-suara gaib yang selama ini memenuhi pikirannya.

Kini dia tidak lagi meragukan bahwa Pia merupakan anak kecil yang dulu dia selamatkan. Kehadirannya dalam rumah ini membuat hidup Yezet menjadi jauh lebih baik.

Dia pun mengulurkan tangannya dan menyentuh cermin lalu berujar, "It is the end?"

Namun dari cermin yang sama pula terpantul bayangan gelap tak kasat mata mengintai dari balik punggungnya. "Kau pikir anak itu bisa menyingkirkanku? Yezet, kau itu keturunanku. Kita tidak bisa dipisahkan, kau harus ingat ini. Sekarang berikan aku apa yang aku minta."

Tangan Yezet mengepal dan dia meninju cermin itu hingga retak. Pecahannya memantulkan ekspresi kesal yang menghiasi wajah tampan Yezet.

Sosok hitam besar ini sudah mengikutinya sejak dia menyelamatkan Pia, lima belas tahun lamanya. Upah yang harus ia tanggung untuk memberikan kehidupan kedua bagi seorang anak yang bahkan kini tidak mengingatnya.

Yezet tahu pasti apa yang sosok itu minta sebagai imbalan, tetapi dia memilih untuk tidak menurutinya. Walaupun hal itu pada akhirnya mengakibatkan suara-suara gaib sering sekali mengganggu kehidupannya.

Awalnya, Yezet berpikir bahwa sesuatu yang dia simpan sebagai jimat selama ini bisa mengurangi masalah ini barang sedikit. Tetapi kini ia menyadari bahwa keberadaan Pia di dekatnya jauh lebih mujarab.

"Aku harus membuat Pia terus ada di dekatku," gumamnya. Ia pun membalikkan badan dari cermin dan kini berjalan menuju meja kerjanya.

Sembari Yezet duduk di kursi kerjanya yang tidak berpindah selama dua tahun, dia pun berujar, "Ok, Lumpy. Sambungkan aku dengan Charrelle."

"Baik, Tuan Muda."

Sembari menunggu dirinya terhubung dengan Cherrelle, Yezet menyalakan komputernya dan membuka berkas penerima beasiswa. Untuk mengecek kebenaran cerita Pia, dia harus memastikan terlebih dahulu apakah anak itu sungguh pernah menjadi penerima beasiswa dari yayasannya.

Tak perlu menunggu lama, Yezet langsung mendapatkan nama Pia dalam daftar penerima beasiswa.

"Sir, is something happened?" suara perempuan terdengar dari mini speaker di dekat komputer Yezet.

Suara perempuan itu terdengar bingung karena sejak Pandemi terjadi Yezet tidak pernah menghubunginya. Pria ini sama sekali tidak menjalankan pekerjaannya dengan dalih dirinya perlu melakukan ritual untuk menyelamatkan dunia dari virus.

Sekarang, seperti petir di siang bolong, Yezet tiba-tiba menelepon nya.

"Nothing," Yezet pun menyandarkan punggungnya ke kursi kerja sambil memandangi layar komputernya. Dia pun melanjutkan perkataannya dengan bahasa inggris, "Saya mendapat kabar ada anak yang beasiswanya dicabut, tetapi namanya masih terdaftar dalam list penerima beasiswa. Atas nama Lumpya Bejoraharjo Kusunatiwati dari Indonesia."

Perempuan itu terdiam di ujung sambungan, sedang sibuk mengkonfirmasi informasi yang disampaikan sang atasan.

"Kalau boleh tahu, Sir, kapan pemutusannya terjadi?"

"Sebentar," Yezet pun memejamkan matanya, seperti sedang meditasi. Tak lama kemudian, dia berujar, "Hampir dua minggu lalu. Sepertinya ada oknum yang manipulasi data, tolong ditindaklanjuti."

Perempuan itu pun menghela nafas. "Sir, anda tidak punya clue?"

Yezet menyeringai. "Sudah dua tahun saya serahkan yayasan kita pada satu orang. Sepertinya tikusnya ada disekitar orang itu."

"Baik, akan kami tindak lanjuti. Tapi, Sir, apakah ini berarti anda akan kembali ke kantor?"

Yezet memandang langit-langit kamarnya dan hanya menjawab santai, "Entah lah. Jika semua sudah mapan, saya akan kembali."

"Kantor kita sudah aman sejak setahun lalu, Sir. Alokasi donor sudah lebih baik dan tersalurkan pada pelajar yang potensial."

"Bukan itu," Yezet memotong perkataan Cherrelle, "Tapi masalahnya ada di diri saya sendiri."

"Apakah anda sedang sakit? Kami semua mengkhawatirkan anda, sir."

"Oh, that sounds lovely. Tunggu saja sampai waktu yang tepat. Anyway, tikus yang memanipulasi kasus ini.... Suruh dia menemui saya langsung di mansion. Biar saya yang memberinya pelajaran. Jika dia menolak, saya akan memberikan pelajaran yang lebih berat."

"Baiklah, Sir."

"Lalu, saya rasa anda memerlukan asisten, bukan? Jadi, anda juga kemarilah setelah berhasil menemukan si tikus. Anda harus bertemu dengan asisten sekretaris yang baru."

Yezet mendengar suara gelas pecah di ujung sambungan. "Ba-barusan anda bilang asisten?"

"Anda tidak salah dengar," Yezet kembali menyeringai, "Lebih cepat anda menemukan tikus itu, lebih cepat pula anda akan memiliki asisten baru."

Kemudian, sambungan telepon itu terputus.

Yezet pun tanpa sadar masuk ke dalam lamunannya. Sebagai orang dengan indera ke enam, hidupnya memang tidak pernah berjalan mulus. Karena itu lah dia mengoleksi banyak jimat, demi merasa aman.

Namun sepertinya semua itu tidak mampu mengisi kekosongan yang ada di benaknya, juga mengurangi kegelisahan yang sering membuatnya panik sendiri. Terutama ketika terlalu banyak bisikan gaib yang menyerang pikirannya.

"Hanya Pia," gumam Yezet, "Hanya anak itu yang bisa membantuku."

Dia pun memejamkan matanya dan menarik nafas dalam-dalam. "Aku harus memiliki Pia. Sepenuhnya."

✨🐾🐾🐾🐾✨

— Kantor Presiden Direktur International Technology Development Research Institute–

"Madam Veronica, barusan saya mendapat kabar kalau Ms. Cherrelle baru saja menerima telepon dari Tuan Muda Yezet."

Laporan dari sekretarisnya itu membuat Madam berhenti dari pekerjaannya dan memasang wajah kaku. 

"Ini mustahil," gumam perempuan lanjut usia itu, "Aku bahkan tidak diperbolehkan naik ke lantai empat...sekarang dia bisa melakukan inisiatif sendiri untuk menelpon sekretarisnya, setelah dua tahun lamanya."

Mata Madam berkaca-kaca. Ini sebuah keajaiban. Setelah tiga tahun berjuang melakukan apapun untuk membuat cucu kesayangannya itu bersosialisasi dengan orang lain, akhirnya usahanya membuahkan hasil.

Setelah selusin housekeeper dipekerjakan di sana dan berbagai penolakan sesi terapi, Yezet akhirnya berinisiatif sendiri untuk menghubungi orang lain tanpa melalui AI-nya.

Sang sekretaris pun mendekat dan menawarkan tisu kepada Madam sambil tersenyum. Akhirnya satu beban hidup terberat Madam sudah jauh lebih ringan.

"Sepertinya keputusan Madam untuk mempekerjakan perempuan itu merupakan pilihan tepat," response sang sekretaris, "Walaupun memang dia sedikit aneh."

Mendengar itu, Madam terkekeh. "Dia mirip dengan cucuku, sama-sama lady killers. Tapi sepertinya dia punya daya tarik sendiri. Dia berani membentakku untuk bisa kabur dari kerja sambilan itu."

Sang sekretaris pun melongo. Bagaimana ada manusia yang berani melakukan hal itu? Bahkan anak cucunya pun sendiri tidak berani bertingkah melawan sang Madam.

"Rasanya aku perlu melakukan sesuatu terhadap anak itu."

Master Neko NekoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang