23. Akhir Yang Bahagia

243 15 25
                                    

Semangat guuuys

Ending nihh

H A P P Y  R E A D I N G
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

    Hari ini adalah hari di mana Ryan bisa keluar dari rumah sakit setelah menjalani operasi tumor otak yang menggerogotinya selama satu tahun lebih. Kami sekeluarga bisa bernapas lega bahwa suamiku dapat kembali ke dalam pelukkan kami dan anak-anak. Khadijah dan Khalid pun perlahan kondisi mereka membaik dan sudah boleh dipulangkan.

Kini kami sudah tiba dikediaman keluarga Jaster. Aku menuntun kursi roda Ryan karena biar bagaimana pun kondisinya baru saja pulih dan tidak boleh banyak bergerak. Kami mengadakan perayaan syukuran atas kembalinya Ryan kekeluarga ini dan kedatangan anggota keluarga baru, Khadijah dan Khalid.

Kami semua makan bersama di satu meja makan yang besar. Tidak lupa kami juga mengundang Enzo dan Eca. Dua pasangan sejoli yang tidak pernah akur. Lihat saja baru juga tiba mereka sudah berebut udang goreng crispy yang baru saja dihidangkan Fahima dan ibunya. Aksi mereka mengundang tawa kami semua di meja makan.

''Lu ya Ca, gak ada baik-baiknya ama gua. Coba no kayak Aruna nyuapin Ryan.'' Tunjuk Enzo menatap kami berdua, saat itu aku baru saja menyuapi bayi besarku.

Kami terkekeh.

''Eh ya, Ryan, Aruna tu harusnya jadi milik gue ya,'' protesnya dengan bibir manyun.

''Kenapa?''

''Iya dong, secara lu minta gue buat jagain Aruna, buat milikin dia.''

''Itu kan kalau gue koid semprul. Dasar jomblo akut.''

''Wah-wah mulut lu ya, mentang-mentang dah sehat. Gue ambil juga ni Aruna,'' katanya berdiri sambil membusungkan dada.

''Eeeng jangan.'' Ryan merangkul lenganku dan bersikap seperti bayi yang tidak mau ibunya direbut. Wajahnya yang memelas mengundang reaksi muntah dari Enzo. Pria itu merinding melihat Ryan seperti itu.

''Please deh kagak usah begitu, Yan. Jijik gue.'' Enzo menjatuhkan bokong kembali ke kursi.

Bukannya menurut Ryan tambah memegang erat lenganku dan mengesek-gesekkan kepalanya di bahuku. ''Lu gak boleh Aruna karena Aruna punya gue seorang. Bleeuuuh!'' Ryan menjulurkan lidahnya. Benar-bnar seperti anak-anak.

''Iya kan sayaaang,'' katanya meminta persetujuanku dan tambah membuah Enzo ingin muntah. Kami semua terkekeh karenanya.

T A M A T

~oOo~

Akhirnya novel yang kubuat sudah selesai. Aku meregangkan tangan ke atas. Urat-urat serta tulang di tubuhku terasa ditarik dan rasanya enak sekali setelah dua jam berkutat di depan laptop. Mie goreng cemilan buatan adikku juga sudah habis. Rasanya benar-benar membuat otakku rileks dan lancar mengetik cerita yang kubuat.

''Kakak!'' panggil Khalid langsung membuka pintu dan masuk begitu saja ke kamarku tanpa permisi. Ini sudah menjadi kebiasaanya.

''Apaan?'' aku memutar kursi dan menghadapnya.

''Gimana-gimana udah jadi gak?'' tanyanya antusias. Tentu saja dia menanyakan novelku.

Aku mengangguk dengan percaya diri.

''Dibuat happy end kan?''

''Oh iya dong.'' Aku semakin membusungkan dada, bangga. Aku membalikkan kursi lagi menghadap laptop, mengambilnya dan menyerahkanya pada Khalid, adik kembarku.

[3] Diary Aruna: Mentadabburi cinta ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang