Yahoo!
Ketemu lagi dengan JyoSemoga kalian suka dengan chapter ini iya
S E L A M A T M E M B A C A
______________________________________
Jeremy menangis memeluk batu nisan istrinya. Sudah satu jam dia seperti itu. Para pelayat tentunya sudah pulang. Cuaca hari itu mendung seakan tahu bagaimana perasaan Jeremy sekarang. Ia tidak rela meninggalkan istrinya sendirian di sini, di bawah tanah yang dingin apalagi sebentar lagi hujan.
Kai menghampirinya. Ia masih terus memperhatikan adiknya itu. Dia menepuk pundak Jeremy, menenangkannya."Lo harus kuat, Jer."
"Gue gak bisa hidup tanpa Manda, kak." Jeremy mengusap kasar wajahnya.
Arum yang sedari tadi berdiri agak jauh dari keduanya memutuskan menghampiri. Ia berjongkok di samping Jeremy. "Hidup dan mati itu ada di tangan Allah, dek. Manda pasti akan sedih jika melihat kamu seperti ini. Kita pulang ya?" bujuk Arum.
"Kalian aja yang pulang duluan, gue mau nemenin Manda di sini." Percuma. Apapun yang dikatakan kakaknya tidak akan didengarkan oleh Jeremy. Dia cukup keras kepala.
Kai melirik ke atas. Langit mulai menggelap diselimuti awan mendung. Rintik hujan pun mulai berjatuhan.
"Kalau begitu kakak akan menunggumu di rumah." Kai menepuk lagi pundak Jeremy. Kemudian memberi isyarat pada istrinya untuk segera pergi karena hujan akan turun. Mereka membiarkan Jeremy di sana. Dalam suasana dukanya.
Siapa yang tidak bersedih tatkala orang yang kamu cintai pergi untuk selamanya. Terlebih Jeremy dan Manda sudah hidup bersama selama belasan tahun. Mereka susah senang bersama. Menghadapi segala macam cemoohan tentang mereka yang tidak punya anak. Tekanan dari keluarga dan segala macam ujian rumah tangga lainnya.
Hujan pun turun begitu deras menemani kesedihan Jeremy sore itu.~oOo~
Ryan menatap keluar jendela kamarnya. Di luar sana hujan turun begitu deras dan langit menggelap. Tatapannya terlihat kosong. Ia memikirkan pamannya, Jeremy yang ditinggalkan oleh sang istri untuk selamanya. Terlebih penyebabnya adalah penyakit parah yang bersarang di tubuh bibinya. Dia bisa merasakan bagaimana sakitnya Manda saat menjalani kemoterapi.
Akankah ia juga pergi seperti Manda meninggalkan Aruna dan calon anak mereka?
Tiba-tiba Aruna menghampiri dan menepuk pundaknya. Perempuan itu memasang wajah penuh tanda tanya. Apa yang dipikirkan suaminya sampai melamun seperti itu?
"Sudah waktunya kamu minum obat," kata Aruna dengan bahasa isyarat.
Aruna yang kini telah mengetahui fakta tentang suaminya itu berusaha tegar agar Ryan tidak khawatir. Bukan hanya Ryan yang memikirkan tentang kematiannya tapi Aruna juga. Ia takut jika suatu saat Ryan tidak bisa sembuh dan malah pergi meninggalkanya seperti Manda meninggalkam Jeremy.
Tidak. Tidak. Aruna selalu berusaha berpositif thinking bahwa ia dan suaminya pasti bisa melewati ini. Ryan pasti bisa sembuh.
Ryan mengangguk dan mengikuti Aruna. Mereka duduk di atas ranjang. Aruna meraih segelas air putih dan pelbagai obat-obatan milik Ryan lalu memberikannya pada suaminya.Usai meneguk obat-obatan itu Aruna hendak kembali ke dapur untuk mencuci gelas. Namun Ryan memanggilnya. Saat perempuan itu menoleh Ryan menepuk-nepuk ranjang di sisinya. Mengisyaratkan agar Aruna duduk di sana.
Perempuan itu menurut. Ia meletakkan nampan yang di atasnya berisi gelas dan obat-obatan di atas meja nakas. Lalu menghampiri suaminya di sana.
"Ada apa?" tanyanya sambil menggerakkan tangan.
KAMU SEDANG MEMBACA
[3] Diary Aruna: Mentadabburi cinta ✔️
RomantizmSeries ketiga dari "Bidadari Yang Tak Diinginkan." Mempunyai seorang adik menjadi kebahagiaan tersendiri bagi Aruna. Namun, siapa sangka adik yang ia sayangi tak memiliki perasaan yang sama seperti dirinya. Ibrahim atau biasa disapa Baim sangat memb...