"Sebuah perjanjian yang tidak boleh dilanggar."▪︎▪︎▪︎▪︎
Brak!
"Ayah! Kali ini Zola benel-benel mau bunuh Abang!" teriak seorang bocah yang membanting pintu.
"Kali ini apa lagi, hm?" Seorang lelaki paruh baya berjalan mendekati anak kecil yang masih berusia empat tahun. "Bunda lagi tidur, jangan teriak-teriak. Sini cerita sama Ayah pelan-pelan."
Bocah itu berlari mengejar ayahnya yang berjalan ke arah ruangan kosong. Ruangan itu bercat putih dengan ukuran yang kecil. Di sana terdapat sebuah meja, tiga bangku dan tiga buku hitam yang masing-masing dari buku itu terkunci.
"Ayah— "
"Duduk dulu, Sayang!"
Bocah bernama Zora itu menurut lalu duduk pada salah satu kursi di sana. Sedangkan ayahnya yang kerap dipanggil Ernando berdiri di depan jendela.
"Jadi, kali ini apa?"
"Abang cuma sayang sama Kak Shasa. Abang benci Zola, tadi aja Zola di dolong sampai jatuh," Oceh bocah itu.
Ernando menghela napas panjang. "Zora berdiri sepuluh menit di pojok, sambil menghadap tembok!"
Tidak ada bantahan dari bocah itu, ia berjalan ke pojok, lalu menundukkan kepala. Ia tidak marah dengan ayahnya, ia tahu Ernando menyuruhnya untuk berdiri menghadap tembok supaya emosinya bisa mereda, dan ini selalu dilakukan Zora ataupun oleh kedua kakaknya jika sedang marah.
"Udah bisa bicara pelan-pelan?" tanya Ernando yang melihat jam tangannya. Sepuluh menit sudah berlalu, berarti tandanya ia bisa berbicara kembali dengan Zora.
Zora mengangguk kecil, ia berjalan ke arah kursi dan mendudukkan dirinya kembali. "Zola tetep pengen bunuh Abang!"
"Sayang, bunuh orang itu dosa. Kalo kamu sampai bunuh Abang, nanti Allah marah," ucap Ernando lembut.
"Telus, kalo Abang dolong Zola sampai jatuh apa Allah nggak malah?"
Ernando memijat kepalanya pelan, sungguh anak bungsunya ini sangat mahir jika beradu mulut. "Izora sayang Ayah?"
Dengan cepat bocah itu mengangguk. "Banget!"
"Boleh Ayah tulis perjanjian di buku Zora? Ini pertama, dan terakhir Ayah tulis di buku kamu, janji!"
Di antara ketiga buku hitam itu, buku yang masih bersih belum ada coretan adalah buku Zora. Bocah itu enggan untuk memberikan kuncinya pada Ernando karena setiap peerjanjian yang lelaki itu tulis pasti ia akan melanggarnya, padahal kata Ernando sebuah janji tidak boleh di ingkari.
Buku itu merupakan suatu perjanjian antara Ernando dan pemilik bukunya. Sesuatu yang sudah di tulis Ernando di dalam buku itu maka tidak boleh diingkari oleh pemiliknya. Dan juga, tidak ada yang tahu isi perjanjian di buku itu kecuali si pemilik buku.
"Emangnya Ayah mau nulis apa?"
Ernando membisikkan sesuatu di telinga Zora, hingga membuat bocah itu berpikir sejenak, namun tak berselang lama ia mengangguk. Zora beranjak dari bangku miliknya dan keluar dari ruangan itu, tapi tak berselang lama terlihat Zora yang kembali lagi sembari membawa kunci di tangannya.
"Ayah nggak bohong kan? Ini telahir Ayah tulis peljanjian di buku Zola," tanya bocah itu.
"Janji."
Zora ngengangguk kecil, ia membuka buku itu lalu memberikannya kepada Ernando. "Ayah nggak akan nulis Zola nggak boleh nyuli pelmen Abang?"
"Nggak."
"Ayah nggak akan nulis kalo Zola halus makan pagi baleng Abang sama Kak Shasa kan?"
"Nggak, Sayang. Ayah cuma nulis apa yang udah Ayah bisikin tadi."
"Oke."
Terlihat Ernando yang mulai menulis di atas buku Zora. Suatu perjanjian yang tidak boleh bocah itu langgar. Tulisan di buku itu sama halnya sumpah si pemilik buku.
Tentunya yang di saksikan langsung oleh Tuhan.
▪︎▪︎▪︎▪︎
TBC..Ok, ini cerita baru aku. Untuk para readers yang nungguin aku buat cerita action lagi, kali ini aku bakalan mulai nulis cerita action lagi.
Akan ada plot twist di setiap part. Jadi kalian harus bisa memecahkan teka-teki yang aku buat. Selalu baca clue yang aku kasih ya, supaya kalian bisa tebak ending dari cerita ini.
Sekali llagi akku mau ucapin makasih untuk kalian yang selalu nungguin aku, dan dukung terus setiap karya-karyaku.
See you next part!
Babay!
KAMU SEDANG MEMBACA
An Agreement
Teen Fiction"Bahkan seseorang yang tidak pernah kita duga, bisa menjadi ular paling mematikan." -Izora Annarov •••••• Sebuah janji yang sudah tertulis di atas lembaran kertas, maka haram bagi penulisnya untuk mengingkari janji itu. "Semua orang bisa mengobati l...