"Itu milik gue. Jangan dilihat-lihat gue nggak rela!"—Gaffi Raffaeyza
•••••
Tin.. tin...
Zora mengalihkan pandangannya ketika sebuah mobil sport berwarna hitam berhenti di hadapannya. Zora memasuki mobil milik Gaffi tanpa memperdulikan siswa-siswi yang bisik-bisik tengah membicarakannya.
"Kita ke rumah Mama ya? Udah satu minggu enggak ke sana," ujar Gaffi dan diangguki Zora.
Selepas dari kantor, Gaffi langsung menuju sekolahan Zora untuk menjemput istrinya. Beruntung pekerjaannya hari ini bisa diselesaikan dengan cepat, jadi ia bisa pulang lebih awal dan bisa mengunjungi rumah Aera yang jaraknya lumayan jauh dari rumahnya saat ini.
"Kak berhenti di masjid dulu ya, gue belum salat Ashar," ucap Zora.
Gaffi melihat jam yang melingkar di pergelangan tangannya, waktu sudah menunjukkan pukul enam belas lewat empat puluh empat menit. "Udah jam segini belum salat juga? Dari tadi ngapain aja?"
Zora menelan ludahnya susah payah. Ia sedikit takut dengan sikap Gaffi saat ini, entahlah apa yang membuat dirinya takut, tapi jujur Gaffi itu sebenernya menyeramkan.
"Tadi ada tugas— "
"Emang enggak bisa salat dulu?" tanya Gaffi dingin.
"Iya, maaf."
Zora akui jika masalah beribadah lelaki di sampingnya akan sangat tegas. Tidak ada nanti-nanti, jika sudah masuk waktunya ia harus segera salat. Namun, meskipun Gaffi sedikit menyeramkan tapi Zora menyukai sifatnya yang ini. Mengarahkan dirinya untuk lebih dekat lagi dengan Tuhan.
°°°°°
"Kok ke sini nggak bilang-bilang sih? Tahu gitu kan Mama masak yang banyak," ujar Aera melihat anak dan menantunya berkunjung di rumahnya.
"Tadi Kak Gaffi juga ngomongnya dadakan, Ma. Ini tadi kita beli makanan, sama beberapa buah," ujar Zora.
"Kan malah ngerepotin, ya udah sini biar Mama siapin dulu makanannya." Aera mengambil satu plastik kresek di tangan Zora.
"Biar Zora bantu," ujarnya dan diangguki Aera.
Kedua wanita itu berjalan menuju dapur meninggalkan Gaffi yang sedang bermain bersama Raffa. Sudah lama keduanya tidak bertemu, membuat Gaffi rindu akan adik kecilnya.
"Zora, kamu bahagia sama anak Mama?" tanya Aera tiba-tiba.
Mendengar itu membuat Zora menghentikan aktivitasnya, ia tersenyum kecil saat mengingat memeori ingatannya yang dirinya lakukan dengan Gaffi di rumah.
"Kenapa diem? Kamu enggak bahagia sama anak Mama ya?" tanya Aera kembali.
"Zora bahagia, Ma," ujar gadis itu yang membuat Aera bernapas lega.
"Kamu jangan nutup-nutupin dari Mama ya, Zor. Pokoknya kalo kamu butuh tempat cerita Mama selalu ada buat kamu, kamu itu sekarang anak perempuan Mama, jadi nggak boleh malu-malu lagi. Walaupun Gaffi anak kandung Mama, tapi kalo Gaffi nyakitin kamu, Gaffi tetap salah," papar Aera.
Kini Zora tahu sifat Gaffi menurun dari siapa. Sikapnya yang tegas, mungkin bisa jadi menurun dari Aera. Karena yang Zora lihat Aera itu tegas, bahkan dari Clara— bundanya, lebih tegas Aera. Dan juga wanita ini, seperti sedikit bar-bar tapi tak dipungkiri jika Aera sangat penyayang.
KAMU SEDANG MEMBACA
An Agreement
Teen Fiction"Bahkan seseorang yang tidak pernah kita duga, bisa menjadi ular paling mematikan." -Izora Annarov •••••• Sebuah janji yang sudah tertulis di atas lembaran kertas, maka haram bagi penulisnya untuk mengingkari janji itu. "Semua orang bisa mengobati l...