"Haram bagi lu melihat sesuatu yang tidak seharusnya lu lihat!" —Gaffi.••••••
Seorang gadis berjalan memasuki rumah, yang beberapa minggu ini sudah tidak pernah ia kunjungi. Rumah yang biasanya dirinya tempati kini menjadi sepi.
Ia membuka pintu rumah itu dan masuk begitu saja. Benar-benar sepi, seperti tidak ada kehidupan di sini. Kakinya melangkah menuju lantai atas, untuk melihat kondisi kamarnya yang sudah tidak ia pakai setelah menikah.
Namun kakinya terhenti pada sebuah kamar milik perempuan yang berstatus sebagai kakaknya. Pintu kamar itu terbuka sedikit, dirinya yakin Shasa berada di dalam kamarnya, terlihat mobil milik Shasa juga terparkir di depan rumah.
Zora menghela napas lalu berjalan masuk ke dalam kamar Shasa. Terlihat Shasa yang tertidur di kasurnya dengan pakaian rumah milik perempuan itu. Zora berjalan menuju kasur dan merebahkan tubuhnya di samping Shasa yang tengah tertidur.
Meskipun diriinya cuek, dan emosinya kadang tidak terkontrol. Namun Zora sangat menyayangi kakak perempuan satu-satunya ini. Karena semenjak kehilangan sosok Kenzo selain kedua orang tuanya, Shasa juga sangat berperan di hidupnya.
Perlahan mata Zora mulai tertutup dan terlelap dalam tidurnya. Gadis itu masih mengenakan pakaian sekolahnya, karena sepulang sekolah ia langsung ke rumahnya yang dulu.
Singkat cerita, setelah cukup lama tertidur Zora terbangun. Ia menoleh ke arah samping, terlihat tidak ada siapa-siapa selain dirinya. Ia mengubah posisinya menjadi duduk bersenderkan kepala ranjang, terdiam untuk beberapa menit lalu bangkit dan berjalan keluar dari kamar Shasa.
Dari atas Zora melihat bawah, di sana terlihat Shasa yang sedang menonton tv sembari memakan cemilan.
Merasakan ada yang memperhatikannya membuat Shasa mendongakkan kepalanya. "Mandi sana, gue udah masak buat makan kita."
Zora mengangguk kecil dan bergegas untuk mandi lalu melaksanakan kewajibannya sebagai umat muslim. Setelah selesai ia turun ke bawah dan menghampiri Shasa yang sudah menyantap maknannya di meja makan.
"Tangan lu masih sakit?" tanya Shasa yang mendengar bahwa tangan Zora terluka akibat pecahan kaca di dalam kelas.
Zora menggeleng, ia mulai menyantap makanan yang Shasa masak untuknya. Dirinya memang bisa memasak, tapi masakan Shasa jauh lebih enak daripada masakannya, karena hobi Shasa itu memasak.
"Kak, lu tinggal bareng gue aja sampai Bunda siuman," ujar Zora ditengah-tengah makannya.
"Gue nggak mau ganggu lu sama Gaffi. Lagian mulai besok malam gue tinggal di rumah Ayah untuk sementara waktu," balas Shasa.
Mendengar itu Zora sedikit lega. Meskipun dirinya terlihat tidak peduli dengan kehidupan Shasa namun dirinya tetap memikirkan keselamatan kakaknya, dan lagi dirinya tidak mau melihat Shasa merasa kesepian.
"Lu bahagia nikah sama Gaffi?" tanya Shasa.
Umur Shasa dengan Gaffi memang lebih tua Gaffi, namun Shasa tidak pernah memanggil Gaffi dengan embel-embel kak, atau mas.
"Bahagia," balas Zora singkat.
"Lu udah kabarin Gaffi kalo pulang malam?" tanya Shasa dan dijawab gelengan oleh Zora.
"Gila lu, Zor? Nanti suami lu khawatir," ucap Shasa yang tidak habis pikir dengan adiknya.
"Hp gue mati, lupa tadi nggak ngecas," balasnya jujur.
Shasa menghela napas pelan. "Lu bawa hp gue yang satunya aja, buat jaga-jaga kalo ban lu kempes di tengah jalan."
"Jelek banget doa lu," ucap Zora yang tak suka pada perkataan Shasa.
KAMU SEDANG MEMBACA
An Agreement
Teen Fiction"Bahkan seseorang yang tidak pernah kita duga, bisa menjadi ular paling mematikan." -Izora Annarov •••••• Sebuah janji yang sudah tertulis di atas lembaran kertas, maka haram bagi penulisnya untuk mengingkari janji itu. "Semua orang bisa mengobati l...