12. Kode Hitam

34 4 0
                                    

Setelah membersihkan diri Gaffi berjalan memasuki kamarnya, dan juga kamar Zora tentunya karena keduanya sudah sepakat untuk tidur satu kamar. Meskipun mereka berdua belum melakukan hubungan selayaknya suami istri, setidaknya sudah ada kemajuan di antara keduanya.

Lelaki dengan kaos putihnya menatap tempat tidur, ia mengerutkan keningnya saat tempat tidur itu kosong. Tak berselang lama angin berhembus kencang membuat gorden kamarnya bergerak-gerak, kini matanya beralih menatap pintu balkon yang terbuka.

Kaki jenjangnya melangkah menuju balkon kamar, di sana terlihat Zora yang terlelap dari tidurnya tanpa menggunakan jilbab. Gaffi mendongak dan menatap langit malam, di sana terlihat bulan yang menampakkan wujudnya.

Gaffi membalikkan tubuhnya lalu berjongkok di depan Zora yang tertidur dengan pulas. Sudah tiga kali Gaffi melihat Zora tertidur dengan posisi, dan tempat yang sama seperti ini. Bisa lelaki simpulkan bahwa gadis ini menyukai tidur di sofa balkon, dan pasti ada alasan dibalik ini semua.

Apa karena malam ini bulan menampakkan wujudnya?

Tangan Gaffi bergerak membenarkann rambut Zora yang menutupi wajah cantiknya. "Ra, aku boleh cemburu sama bulan? Karena kehadirannya lebih kamu nantikan, dibandingkan aku."

Mata Gaffi teralihkan pada sebuah benda yang terbungkus plastik kecil yang berada di ujung saku baju milik Zora. Ia meraih benda itu kemudian membukanya.

"Obat penenang?" gumam Gaffi setelah mencium benda kecil iti.

Ingatan Gaffi terputar begitu saja mengingat suatu hal yang sama seperti saat ini. Dirinya terdiam beberapa detik sembari menatap wajah damai Zora yang masih tertidur pulas.

"Banyak yang aku enggak tahu dari kamu, Ra. Kamu yang terlalu menutup diri, atau aku yang kurang peka sama kondisimu?" tutur Gaffi lalu mencium kening Zora lama.

Merasakan angin malam yang semakin kencang, membuat Gaffi mengubah posisinya menjadi berdiri. Dengan sangat hati-hati ia membopong tubuh Zora untuk dipindahkan ke dalam. Gaffi meletakkan tubuh Zora di atas kasur, kemudian ia berjalan kembali menuju balkon untuk menutup pintu balkon dan juga gorden.

Setelah memastikan semuanya terkunci Gaffi berjalan menuju tempat tidur, tak lupa lelaki itu mematikan lampu kamarmya, hingga membuat kamar itu gelap. Hanya ada lampu tidur sebagai penerang, dan juga cahaya bulan yang masuk melalui celah-celah gorden putih kamar itu.

Gaffi sedikit mengangkat kepala Zora, dan menyelipkan tangan kanannya ke leher gadis itu yang tertidur. Merasakan posisinya sudah nyaman, tangan kiri Gaffi menarik selimut untuk menutupi tubuhnya dan tubuh Zora.

Merasakan ada sebuah tangan di atas perutnya membuat Zora sedikit membuka matanya. Ia mengubah posisinya menjadi miring, tangan kanannya bergerak memeluk pinggang Gaffi. Tak sampai di sana ia menyembunyikan wajahnya di leher lelaki itu.

Zora sadar akan posisi tidurnya saat ini.

"Mimpi indah, Ra," ujar lelaki itu lirih lalu memejamkann matanya.

°°°°°

Terlihat beberapa siswa yang tengah serius mengerjakaan soal di depan mereka masing-masing. Hari ini Pak Imam tidak berangkat karena sakit, namun ulangan masih tetap berlanjut dan diawasi guru lainnya.

"Vera, tumben kertas lu nggak kosong? Tadi malem lu belajar?" bisik Arora yang menyalin jawaban Vera.

Gadis itu menggeleng pelan. "Enggak. Gue pakai jurus cap cip cup, siapa tahu bener kan?"

"Sialan, mana gue udah nyontek lu. Gue kira lu belajar," kesal Arora.

Vera terkekeh pelan. "Maupun gue belajar, rumus ini nggak akan masuk ke dalam otak gue, Ra. Kayaknya emang otak gue anti sama rumus matematika sih."

An AgreementTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang