"Menjadi diri sendiri itu lebih baik, daripada harus menjadi orang lain, hanya untuk membuat kita dipandang baik."▪︎▪︎▪︎▪︎▪︎
Zora melihat jam yang melingkar di pergelangan tangannya, waktu sudah memasuki Magrib namun taksi yang ia pesan belum kunjung datang. Jika seperti ini ia akan sangat terlambat, dan sudah dipastikann bahwa Ernando akan menghukumnya.
Tin.. Tin..
Sebuah mobil berwarna merah berhenti tepat di depan Zora. Tak berselang lama seorang lelaki keluar dari sana dengan seragam sekolah yang di gunakannya.
"Ngapain di sini sendiri, Zor?" tanya Sean.
"Nunggu taksi."
"Bareng gue aja, ini udah gelap. Kayaknya juga bakalan hujan," kata lelaki itu.
Zora mendongak menatap langit di atasnya. Benar, awan mendung menutupi langit sore yang sebelumnya cerah ini. Yang ada di otaknya saat ini adalah Ernando akan memarahinya.
Ia menghembuskan napasnya kasar lalu menatap Sean. Gadia itu mengangguk kecil tanda setuju dengan tawaran Sean. Melihat itu membuat Sean bahagia, ini pertama kalinya Zora mau menerima tawarannya. Keduanya memasuki mobil Sean kemudian mobil itu berjalan dengan perlahan.
"Bisa cepetan lagi, Se?" tanya Zora yang menoleh ke arah Sean.
Mendengar itu Sean mengangguk. Ia melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi sesuai dengan apa yang Zora perintahkan. Gadis di sampingnya terlihat sedikit risau, tapi apa yang membuat seorang Zora risau?
Zora melihat ponselnya yang dari tadi terus berdering. Ia tahu itu Ernando, namun dirinya tak mempunyai nyali untuk mengangkat telpon dari ayahnya karena satu alasan.
"Zor telpon lu bunyi," ucap Sean hati-hati.
"He'em."
Panggilan dari Ernando terus masuk ke ponsel Zora, namun tak ada satupun yang gadis itu angkat. Sampai akhirnya, panggilan nomor tak di kenal membuat Zora sedikit bernapas lega. Ia mengangkat panggilan terakhir, dan berharap ini bukan Ernando yang menggunakan nomor lain.
"Zor- "
"Lima belas menit lagi gue sampai, jangan sampai Ayah keluar dari kantor," ujar Zora lalu mematikan ponselnya.
Lima belas menit berlalu, mobil Sean berhenti di parkiran salah satu perusahaan di Jakarta. Namun, hujan di sini begitu deras membuat gadis yang bersama Sean berdecak sebal.
"Zor- "
"Thanks, Se. Gue masuk dulu," ujar Zora yang akan turun dari monil namun tangan Sean menahan tangan Zora.
Merasakan Sean memegang tangannya dengan cepat Zora menepisnya. "Se, jaga batasan lu!"
"Sorry, Zor. Gue cuma mau kasih payung ini, di luar hujan deras," kata Sean yang memberikan payung pada Zora.
"Nggak usah, makasih," balas Zora lalu keluar dari mobil menerobos hujan yang deras itu.
Sean tersenyum kecil. Ia tahu bahwa seorang Zora hobi berkelahi sangat anti di pegang oleh lawan jenis, kecuali dalam keadaan mendesak atau saat sedang berkelahi. Dan itu yang membuat Sean semakin menyukai Zora, gadis itu benar-benar menjaga tubuhnya untuk lelaki yang akan menemaninya seumur hidup.
Saat Sean akan menjalankan mobilnya, tiba-tiba mata lelaki itu melihat plastik putih yang ada di kursi belakang.
"Kue, Zora!"
◇◇◇
Zora berlari menuju ruangan Ernando, ia menghiraukan tubuhnya yang basah, karena yang terpenting ayahnya tidak akan menghukumnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
An Agreement
Teen Fiction"Bahkan seseorang yang tidak pernah kita duga, bisa menjadi ular paling mematikan." -Izora Annarov •••••• Sebuah janji yang sudah tertulis di atas lembaran kertas, maka haram bagi penulisnya untuk mengingkari janji itu. "Semua orang bisa mengobati l...