18

104 11 0
                                    


Happy reading!!

Semua berjalan baik hingga saatnya Kalandra menyelesaikan pertukaran siswanya, dia akan kembali besok ke sekolah asalnya.

Tian yang memikirkannya menjadi sedih, apa bisa mereka akan melakukan hubungan dengan jarak yang jauh, yang dikhawatirkan adalah dirinya sendiri.

Kalandra mengelus rambut Tian yang sejak tadi termenung "kau kenapa? Tidak suka aku dinyatakan lulus di sekolah ini?"

"Suka." Suara Tian berubah serak.

Kalandra menangkup wajah Tian "kenapa? Apa ada hal yang membuatmu bersedih?"

Tian mengangguk "iya, aku bersedih karena mas akan pergi dari sini." Di peluknya perut Kalandra dengan erat dan mengusakkan wajahnya di sana.

Kalandra terkekeh "kita hanya terpisah tempat bukan komunikasi, sekarang jaman sudah canggih, jika merindukanku langsung menghubungiku."

"Tapi aku tidak bisa memelukmu lagi, kita tidak bisa berjalan-jalan bersama di malam minggu."

"Hm, kau benar."

Mereka akan pulang setelah melakukan banyak kegiatan di sekolah dan ini akan menjadi hari terakhir Kalandra berada di sana "bagaimana jika kita menikmati waktu nanti malam?" Usul Kalandra.

"Hingga malam?" Kalandra mengangguk membenarkan.

"Aku akan meminta ijin pada orang tuamu."

Tian mengangguk semangat, mereka berpisah pada gerbang rumah. Malam telah tiba, sesuai janji jika mereka akan keluar menghabiskan waktu.

Mereka berhenti di cafe dengan banyak pengunjung, cafe tersebut memiliki daya tarik yang sangat menarik karena cafe tersebut terletak pada pinggir bendungan.

Hawa sejuk dan bunyi air menambah kesan indah apalagi mengunjungi cafe tersebut pada malam hari. Banyak makanan tersaji di meja depan Kalandra dan Tian, bukan Kalandra yang memesannya melainkan Tian.

"Aku baru tau di sini ada cafe." Walaupun dirinya berada di tempat tinggal di sekitar sana, tetap saja Tian tidak tau mengenai keberadaan cafe tersebut.

"Karena kau tidak pernah keluar." Ujar Kalandra, dia meraih sendok dan mulai menyuapnya dalam mulut.

"Lebih nyaman berada di rumah daripada keluar mas." Jawabnya

"Tapi akhir-akhir ini aku melihatmu keluar setiap sore dan tidak pernah mengatakannya padaku."

Tian tersenyum canggung "bukan hal penting untuk mengatakannya padamu mas." Sekarang Tian telah terbiasa memanggik Kalandra dengan sebutan mas, tidak ada lagi rasa malu yang hinggap pada hatinya.

"Kau berselingkuh?"

"Mana mungkin aku melakukannya!" Tampik Tian, niat untuk melakukannya saja dia tidak ada.

"Bisa saja, kau pernah mengatakan jika kau adalah orang yang mudah bosan, bisa saja kau bosan padaku." Kalandra meletakkan sendoknya pada piring dan meminum air putih, "jujur padaku, setiap sore kau pergi menuju kemana?" Lanjutnya.

"Ke toko buku, aku kecanduan mengoleksi novel." Jujur Tian.

Kalandra tersenyum lebar, dirinya mengelus rambut Tian yang beberapa kali bergerak karena angin "aku senang kau suka membaca walaupun yang kau baca adalah novel."

Jika Kalandra tau genre apa yang Tian beli mungkin dia tidak akan mengatakan hal itu.

"Boleh aku bertanya sesuatu?"

Kalandra mengangguk "tentu."

"Sebelum menjadi kekasihku, apa mas pernah menjalin hubungan dengan seorang laki-laki? Dan apakah mas juga memang sendiri selama bertemu denganku?"

"Tidak sama sekali, aku belum pernah menjalin hubungan dengan seorang laki-laki." Jawab Kalandra.

"Lalu?" Tian menunggu jawaban dari pertanyaan yang kedua.

"Sayang, kau tidak ingin mengelilingi ini?" Mengalihkan perhatian Tian yang Kalandra lakukan, Tian tak memaksa.

"Boleh, ayo." Mereka berdua beranjak dari duduk setelah membayar makanan, berjalan di sekitar bendungan menikmati sejuknya cuaca.

Mereka saling melempar godaan dan candaan membuat silih berganti tertawa terbahak-bahak. Mereka berhenti di sebuah kursi lalu duduk di sana.

Tian memeluk Kalandra dengan erat, menyandarkan kepalanya pada baju Kalandra "mas, sampai kapan mau berbohong?" Lirihnya.

Kalandra mengerutkan keningnya tak mengerti dengan apa yang diucapkan oleh Tian "maksudmu apa?" Kalandra memaksa Tian untuk menatapnya namun tubuh Tian tetap memeluknya dengan erat, "Tian, lepas dulu aku ingin melihatmu."

Tian menggeleng, bulir air mata keluar membasahi pipinya. Kalandra semakin bingung saat merasakan basah pada kaosnya, dia dengan keras mendoring tubuh Tian untuk melepas pelukannya agar dia bisa melihat dengan jelas apa yang terjadi pada Tian "hei?! Kenapa menangis?" Kalandra khawatir melihat Tian yang saat ini bertambah menangis dengan kencang, "Tian, jangan menangis, jika aku memiliki salah tolong katakan."

Tian beranjak dari duduknya, menghapus air matanya "kau memang memiliki salah, kenapa selama ini menyembunyikan jika dirimu memiliki kekasih? Kenapa kau juga menerimaku sebagai kekasih? Kau menyakiti hati dia orang Kala." Racaunya, Tian mengangkat tangannya saat melihat Kalandra mendekat, "jangan mendekat, jika kau ingin menjelaskannya, jelaskan pada posisimu sekarang."

Kalandra bungkam, tidak tau bagaimana menjelaskannya pada Tian, ya dirinya mrmang salah karena sebelumnya memiliki kekasih bahkan hubungan itu tidak pernah putus "Tian a-aku."

"Kau tidak mengatakan alasannya, aku pikir hanya aku seorang tapi setelah melihat chatmu bersama kekasihmu menyadarkanku jika aku bukan satu-satunya tapi hanya salah satu. Mungkin kau lupa untuk menyembunyikan chatnya hingga aku membacanya, kau mengatakan kata cinta dan sayang padanya, dan kau mengatakan hal itu juga padaku, SIAPA YANG KAU CINTAI DAN KAU SAYANGI ITU KALANDRA?!" Pekik Tian di akhir katanya.

Kalandra tetap diam, dia tidak memeiliki argumen pembelaan atas kesalahannya, biarkan Tian berteriak kesal bahkan memululnya.

Tian menekuk lututnya menyembunyikan wajahnya dengan kedua tangannya, dia menangis keras, dadanya merasa sesak menahan semuanya selama tiga hari.

Kalandra bersimpuh di depan Tian, hendak menyentuh tapi ia urungkan "Tian, maafkan aku, aku salah telah melakukan hal kotor seperti itu, tapi aku mencintaimu. Jangan menangis seperti ini, kau menyakiti hatiku."

Tian kembali menatap Kalandra "Omong kosong, tidak ada cinta untuk dua orang, tidak ada Kalandra, berhenti untuk mengatakan hal basi bermaksud menyenangkan hatiku, semuanya telat setelah aku melihat kebenarannya, kau mencintaiku atau perempuan itu yang sebentar lagi kalian akan bertunangan?"

Kalandra tak bisa menjawabnya, dia tidak bisa memilih kekasih perempuannya dan Tian, keduanya benar-benar membuat harinya berwarna.

Tian bangkit dan menatap Kalandra dengan tajam, percayalah dia sejak tadi menahan tangisnya, dia tidak ingin terlihat lemah di depan Kalandra "kau tidak bisa memilih, biarkan aku yang memutuskannya untukmu, ayo putuskan hubungan ini."

Mata Kalandra terbelalak "ti–"

"Aku tidak ingin mendengarnya, aku pulang." Tian meninggalkan Kalandra, dia akan pulang dan menangis sepuas-puas di dalam kamar.

Dia tidak akan mengadu karena dia tidak ingin Kalandra terkena marahan ayah atau bundanya, mungkin akhir kisah cintanya seperti ini, Kalandra banyak mengajarkannya tentang cinta dan juga penghianatan.

"Terimakasih..." Gumamnya saat masih melihat bayangan Kalandra yang saat ini terduduk menatap bendungan.

Sejak saat itu Tian tidak lagi menghubungi Kalandra, menghapus segalanya dan mulai menata hidupnya, walaupun dia tidak tau nantinya akan bisa membuka hati kembali atau tidak.

Tian benar-benar berubah, dirinya sesaat ini giat belajar untuk bisa menembus universitas Oxford keinginannya, waktunya hanya ia habiskan untuk belajar dan belajar.

Ayah dan bundanya mendukung apapun sang anak yang diinginkan, tapi terkadang mereka mengingatkan Tian untuk beristirahat belajar. Karena pernah satu waktu Tian pisang karena melupakan makannya karena asik belajar.

Bersambung...

KalandraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang